MEREGUK ILMU, MENAMBAH SALDO IMUNITAS DIRI DI MASA PANDEMI


















Alhamdulillah, saya sangat bersyukur kepada Allah karena hari ini Ahad 24 Januari 2021 pukul 16.00 WIB-selesai saya bisa menghadiri acara pengajian keislaman di Masjid Jami' Al-Falah, Kedawung, Cirebon-Jawa Barat. Narasumber yang menyampaikan materi kali ini adalah Ustadz Dr. Tiar Anwar Bachtiar, akademisi STAI Persatuan Islam Garut dan Universitas Padjadjaran Bandung. 

Di kalangan aktivis muslim, peneliti INSISTS Jakarta yang lahir di Ciamis pada 20 Juni 1979 silam ini termasuk penulis aktif yang juga menerjemahkan dan menulis buku. Puluhan buku sudah diterbitkan, di antaranya Pergulatan Pemikiran Kaum Muda Persis (2004), dan HAMAS: Kenapa Dibenci Amerika? (2006; mendapatkan FLP Award sebagai Buku Terbaik Non-Fiksi 2009). 


















Kemudian, buku Ayat-Ayat Penyejuk Hati (2007), Lajur-Lajur Pemikiran Islam (2007), Persis dan Politik (2011), Sejarah Nasional Indonesia Perspektif Baru (2011), Sejarah Pesantren Persis (2012), Risalah Politik A. Hassan (2012), Pendidikan Berbasis Kebudayaan (2015), Pertarungan Pemikiran Islam (2017; mendapat IBF Award dari IKAPI sebagai buku Non-Fiksi terbaik 2018), Setengah Abad Dewan Dakwah Mengokohkan NKRI (2017), JAS MEWAH (2018), dan Menuju Satu Abad Persatuan Islam; Merambah Dakwah Menata Wijhah (2020). 

Pada momentum ini Kang Tiar, demkian kerap saya sapa, menyampaikan banyak hal. Karena terlambat hadir pada majelis ini, saya pun tidak memperoleh materi sejak awal. Dengan tanpa mengurangi rasa hormat kepada Kang Tiar yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum PP Pemuda Persis (2010-2015) ini, saya berupaya untuk memahami materi yang disampaikan dalam bentuk redaksi elaboratif sesuai daya tangkap saya pada materi kali ini. 

Bila ingin memahami peradaban Islam maka umat Islam perlu banyak membaca dan memahami sejarah. Islam sendiri sangat mengapresiasi dan menempatkan sejarah sebagai hal yang sangat penting. Bahkan begitu banyak ayat dalam al-Quran yang membincang berbagai sejarah kenabian, umat terdahulu, dan berbagai puzle hikmah yang punya nilai histori atau sejarah. 

Membaca sejarah, semestinya mengajarkan kita menjadi bijak (wise), mengenali keunggulan dan menyadari kelemahan. (Menuju Satu Abad Persatuan Islam, hal. 59) Kemampuan untuk membaca dan memahami sejarah adalah kunci penting untuk memahami peradaban kemanusiaan dan konteksnya di masa depan. Banyak sekali kisah-kisah inspiratif dalam sejarah peradaban Islam yang layak kita perdalam kembali. Bukan untuk nostalgia, tapi untuk mebgambil hikmah terbaik bagi upaya memandang dan menata masa depan peradaban umat manusia. Masa pandemi Covid-19 ini adalah momentum terbaik untuk mendalam hal semacam itu. 

Sejarah peradaban Islam lintas negara memiliki konteksnya masing-masing. Setiap negara memiliki sejarahnya tersendiri. Namun titik poin mereka sama yaitu tersebarnya nilai-nilai kebaikan ke seluruh pelosok bumi. Sejarah peradaban Islam mengulas dengan apik bagaimana Islam berkembang di berbagai pelosok negeri. Dari Asia dan Afrika hingga Eropa dan sebagainya, termasuk di Indonesia. Wajah dan perkembangan Islam pun sangat bervariasi namun tetap dalam semangat yang sama: Islam menjadi rahmat bagi alam semesta.  


Menurut tokoh sekaligus intelektual Persatuan Islam (Persis) ini, nilai-nilai Islam adalah spirit kebangkitan Islam di berbagai negara. Turki, misalnya, dalam sejarahnya sudah melakukan lompatan besar sejarah keislaman. Walau ia pernah menghadapi berbagai pancaroba sejarah, kini Turki sudah melakukan lompatan sejarah baru yang membanggakan. Islam mulai menggeliat kembali setelah sekian lama terjebak pada sekularisme yang menggurita. Nilai-nilai Islam mengisi berbagai sektor kehidupan publik, bahkan menjadi inspirasi bagi banyak negara. 

Bagi saya, pertemuan semacam ini adalah upaya sederhana dalam mereguk berbagai ilmu yang pada momentum setahun terakhir kurang terjangkau. Bencana non alam: Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia selama hampir setahun ini perlu disiasati dengan baik dan disiplin. Dengang menjaga protokol kesehatan secara ketat, kita juga tetap mengisi waktu untuk menambah ilmu di berbagai majelis ilmu. Tidak boleh bencana justru menghilangkan semangat untuk terus belajar dan mengais berbagai ilmu pengetahuan. 

Selain untuk menambah ilmu pengetahuan, kegiatan semacam ini juga bisa menambah imunitas diri pada masa pandemi. Ikhtiar manusiawi menghadapi Covid-19 adalah penting, namun tak kalah pentingnya juga adalah menambah saldo iman dan taqwa serta nilai-nilai moralitas dalam diri. Itu adalah nutrisi yang membuat mental diri semakin menguat agar tidak terkena dampak buruk masa pandemi yang insyaa Allah segera berakhir ini. 

Masa pandemi ini tidak saja butuh imunitas diri dalam pengertian asupan gizi untuk kekuatan fisik seperti makan dan minuman yang bergizi juga menyehatkan, serta istirahat dan olahraga teratur; tapi juga butuh imunitas spritual dan iman yang semakin kokoh. Ikhtiar manusiawi itu perlu, namun ia juga mesti diseimbangkan dengan melakukan hubungan baik dengan Allah melalui berbagai kegiatan penunjang. Dengan demikian, iman dan amal soleh pun semakin berkualitas dan berdampak baik kehidupan diri dan masyarakat luas. 

Setelah acara berakhir, seperti biasa apabila bertemu tokoh lain, saya pun sempat memberi kenangan atau hadiah buku kepada Kang Tiar. Yaitu buku "Melahirkan Generasi Unggul" (2021) dan "Menjadi Pendidik Hebat" (2020). Pada saat yang sama, saya juga mendapat kenangan atau hadiah buku karya terbaru Kang Tiar yang berjudul "Menuju Satu Abad Persatuan Islam; Merambah Dakwah Menata Wijhah". Buku setebal 476 ini merupakan kompilasi tulisan Kang Tiar dan 26 tokoh lainnya yang diterbitkan oleh Persis Perss pada 2020 lalu dan diberi pengantar oleh KH. Aceng Zakaria (Ketua Umum PP. Persis 2015-2020). 

Mengenai hal ini saya menjadi teringat dengan salah satu anjuran Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yaitu saling memberi hadiah. Beliau juga menjelaskan pengaruh hadiah di dalam meraih kecintaan dan kasih sayang sesama manusia. Beliau bersabda pada sebuah haduys yang sangat mashur di kalangan kaum muslimin, "Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai." (HR Al-Bukhari).

Saling memberi hadiah ini, tidak hanya ditinjau dari sisi materi, tetapi juga nilai maknawinya. Hal ini dapat terlihat dari sabda Rasulullah melalui hadis Abu Hurairah bahwa beliau bersabda, ''Wahai para wanita kaum Muslimin, janganlah ada seorang tetangga meremehkan pemberian tetangganya yang lain sekalipun ia (pemberian tersebut) berupa ujung kuku unta.'' (HR. Al-Bukhari). 

Dua hadits tersebut memberi isyarat betapa pentingnya saling memberi hadiah. Sebab dampaknya sangat besar. Bukan saja berdimensi materi tapi juga berdimensi moral juga spiritual. Tentu hadiah tidak melulu dilihat dari jenis dan bentuknya, tapi niat dan tujuananya. Dengan demikian, harapannya tradisi kebaikan semacam ini perlu digiatkan diantara sesama. Selain menebar syiar Islam juga bisa menambah semangat dalam melakukan kebaikan di tengah-tengah berbagai ujian yang menimpa negeri kita Indonesia. 

Mudah-mudahan Covid-19 segera berlalu dan tak kembali mengoyak kehidupan kita. Sehingga kita semakin mendapatkan kemudahan untuk menghadiri berbagai kajian atau majelis ilmu yang selama setahun terakhir sempat terganggu. Kita rindu suasana kehidupan yang normal seperti sedia kala, bisa beraktivitas sesuai apa adanya dan mampu menghadiri berbagai kegiatan kebaikan dengan suasana yang menggembirakan. Semoga Allah mengambulkan doa dan harapan kita semua. Sungguh, Allah adalah Zat Yang Maha Kuasa untuk mengendalikan segalanya! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir; Penulis Buku "Melahirkan Generasi Unggul", "Menjadi Pendidik Hebat", dan "Pendidikan Untuk Bangsa". 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok