SETIAP KITA PUNYA NODA HITAM YANG TERSEMBUNYI


KEHIDUPAN di dunia ini adalah panggung bagi semua hal; positif dan negatifnya, baik dan buruknya, benar dan salahnya. Satu hal yang paling baik dan produktif yang mesti kita lakukan pada kondisi demikian adalah meminimalisir yang negatif, buruk dan salah. Misalnya, ada orang yang terkena musibah. Kita tak perlu sibuk menghina dan melecehkan orangnya, fokuslah belajar dari musibahnya.  

Katakanlah seseorang itu tersangkut masalah kriminal, imoralitas dan sebagainya, maka kita tak usah mengeluarkan seluruh tenaga dan waktu untuk mencelanya. Lebih baik fokus belajar dari kesalahannya. Bukan berarti kita mengejek atau menghina kesalahan itu. Namun, mencoba memahami perihal sabab musabab seseorang melakukan itu dan apa pelajarannya bagi kita. Sehingga kita pun terhindar untuk melakukan hal serupa. 

Mengenai hal ini saya menjadi teringat dengan sebuah hadits yang sangat mashur dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seluruh Bani Adam (manusia) banyak melakukan kesalahan (dosa), dan sebaik-baik manusia yang banyak kesalahannya (dosanya) adalah yang banyak bertaubat.” (HR. Tirmidzi) 

Ya setiap kita tentu mempunyai kesalahan atau keburukan alias noda hitam. Karena setiap manusia tentu pernah berbuat suatu kekhilafan ataupun dosa, sekecil apapun itu.Tidak seorang pun yang terbebas dan luput dari dosa, kesalahan atau noda. Pada saat yang sama kita pun tercipta sebagai makhluk yang lemah. Dengan demikian, kita sangat mungkin terjebak pada kesalahan atau keburukan. Sangat terbuka ruang dan kesempatan untuk itu. Apalah lagi pada era media dan teknologi informasi yang menajmur ini.  

Pesan hadits di atas sangat jelas, bahwa orang yang baik bukan orang yang tidak pernah berbuat kesalahan, tapi orang yang baik itu adalah orang yang menyadari kesalahannya, lalu menyesali, lantas memohon ampun dan bertaubat kepada Allah seraya berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Sederhananya, setiap kita pasti pernah terjebak pada kesalahan dan mungkin punya keburukan yang tersembunyi. Saya menyebutnya dengan noda hitam yang tersembunyi. 

Karena itu, jangan pernah berpesta di atas musibah yang menimpa orang lain. Kalau mau serius, fokuslah pada isu yang berhubungan dengan urusan publiknya, bukan menggoreng urusan privat orangnya. Kecuali hal-hal yang baik dan inspiratif, silahkan ditebar agar siapapun terinspirasi. Karena toh setiap orang punya noda hitam yang tersembunyi. Kalau diungkap atau digoreng bakal heboh juga. 

Belajarlah dari musibah yang menimpa orang lain. Melihatnya dari sudut yang positif dan produktif. Berupaya untuk tidak terjebak atau tergoda sehingga terhindar dari musibah yang sama. Itu jauh lebih baik daripada gegap gempita untuk membincang urusan privat orang yang tak ada urusannya dengan urusan publik. Apa juga urusannya kita menjelek-jelekan keluarga orang hingga pekerjaan atau profesinya, dan sebagainya. Nanti malah keluarga dan profesi kita juga dihina orang. 

Coba kita renung sejenak. Bila kita berbicara masalah dosa dan kesalahan, setiap kita tentunya pernah berbuat dosa yang kecil dan dosa besar. Dosa-dosa atau kesalahan yang diperbuat itu antara lain adalah berdusta (berbohong), memasang duri di jalan, mencuri, meninggalkan shalat 5 waktu, malas shalat Jumat, tidak menunaikan zakat, tidak shaum ramadhan, enggan melaksanakan haji walau sudah mampu, menggunjing (ghibah), korupsi, berzina, memakan harta anak yatim, dan lain sebagainya. Di antara perbuatan tersebut terdapat dosa-dosa besar dan kecil. 

Semua itu jangan dianggap sesuatu yang biasa-biasa saja. Semua itu adalah noda hitam. Mungkin ada yang terang benderang kita lakukan, mungkin ada pula yang kita lakukan secara diam-diam atau tersembunyi. Mungkin diantara hal tersebut belum diketahui oleh siapapun, hanya kita sendiri yang tahu. Coba bayangkan bila suatu saat noda hitam semacam itu terbongkar, lalu semua orang sibuk menghina keluarga kita, mencela profesi kita dan mencaci maki kita, bagaimana sakit dan naifnya kita. 

Sebelum hari perhitungan benar-benar kita hadapi, kita perlu banyak bermuhasabah atau introspeksi diri. Umar bin Khaththab sering mengingatkan umat Islam untuk selalu melakukan muhasabah diri. “Hasibu qobla an tuhasabu,” artinya hitunglah diri kalian sebelum datang hari perhitungan. Ya, terus mengevaluasi diri kita dari berbagai dosa, kesalahan dan kekhilafan. 

Dalam pandangan Hasan Al-Bashri muhasabah akan meringankan hisab di hari akhir. Sebab Allah tidak pernah melewatkan satu perbuatan pun melainkan telah tercatat di sisi-Nya. Allah berfirman, "Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya.” (QS. Al-Mujadilah: 6).

Jadi tidak sepatutnya jika kita melewati hari-hari kita hanya untuk berpesta di atas musibah yang menimpa orang lain dan tanpa melakukan muhasabah diri. Padahal hanya dengan muhasabah itulah hati kita terjaga dari kelalaian, mulut terhindar dari mengucapkan keburukan dan perbuatan kita akan terpelihara dari segala maksiat dan kemunkaran, termasuk dari rasa bangga bila mencaci maki, menghina dan merendahkan orang lain. 

Pertanyaan sederhana pun muncul: Bukan kah setiap kita pernah berbuat salah dan punya noda hitam yang tersembunyi? Bukan kah kita juga punya keluarga yang sensitif dengan keprivasiannya? Bukan kah kita punya profesi masing-masing yang tersinggung bila dihina dan dilecehkan oleh siapapun di luar sana? Mari melihat ke dalam diri secara jujur. Dengarlah suara hati yang terdalam. Jangan-jangan kalau urusan privat kita dibongkar, semuanya isinya busuk dan bertambah busuk. Kita pun menjadi malu dan tidak bisa melakukan apa-apa lagi selain pusing, depresi dan terpapar sakit jiwa. Semoga Allah selalu membimbing dan menerangi jalan agar kita terhindar dari itu semua! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Melahirkan Generasi Unggul" dan "Menjadi Pendidik Hebat" 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah