Kedudukan Guru Dalam Pendidikan Islam


GURU adalah bapak rohani (spiritual father) bagi siswa, yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perlakuannya yang buruk. Oleh karena itu, guru mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Islam.

Profil ideal sesungguhnya jauh lebih lengkap adalah kepribadian guru yang dimiliki oleh Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam, yakni dapat dijadikan sebagai figur pendidik sejati dalam perspektif Islam. Setiap umat Islam yang berprofesi sebagai pendidik seyogianya selalu menjadikan figur Nabi Muhammad Shollallahu 'alaihi wasallam tersebut sebagai rujukan, motivator, dan semangat untuk ditiru dan dijadikan contoh dalam melaksanakan kegiatan mendidik.

Jika seorang guru/pendidik dianggap sebagai orang yang berilmu (ulama), maka ia memiliki kedudukan tersendiri dibanding orang yang biasa yang tidak bertugas sebagai pendidik, yakni sebagai pewaris para Nabi dan Rasul, dan atau ia berkedudukan setingkat di bawah Nabi dan Rasul. Muhammad Athiyah al-Abrasyi mengutip pendapat Al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin, mengatakan bahwa seorang yang berilmu dan kemudian bekerja dengan ilmunya itu. Dialah yang bekerja di bidang pendidikan. Sesungguh ia telah memilih pekerjaan yang terhormat dan sangat penting, maka hendaknya ia memelihara adab dan sopan santun dalam tugasnya ini. Guru adalah spiritual father (bapak rohani) bagi seorang murid. Menghormati guru berarti penghormatan terhadap anak-anak kita, menghargai guru berarti penghargaan terhadap anak-anak kita.  

Kedudukan guru/pendidik dalam Islam sangat istimewa. Ada beberapa dalil yang menunjukkan hal tersebut. Misalnya seorang pendidik dalam arti orang yang beriman dan berilmu pengetahuan luas atau disebut ulama adalah derajatnya diangkat lebih tinggi dibanding orang yang beriman biasa. Seperti tercantum dalam QS. al-Mujadalah [58]: 11, "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Alah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti apa yang kamu kerjakan." 

Ayat tersebut membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekedar beriman dan beramal shaleh, dan yang kedua beriman dan beramal shaleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok kedua ini lebih tinggi, bukan saja karena  nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain secara lisan, atau tulisan maupun dengan keteladanan.

Tingginya kedudukan guru dalam Islam, menurut Ahmad Tafsir, tidak bisa dilepaskan dari pandangan bahwa semua ilmu pengetahuan bersumber pada Allah, sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Baqarah [2]: 32, "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana."

Ayat di atas mengisyaratkan jawaban malaikat atas ketidaktahuan malaikat terhadap benda-benda yang diajarkan oleh Allah kepada Adam. Jawaban malaikat yang bukan hanya mengaku tidak mengetahui jawaban pertanyaan, tetapi sekaligus mengakui kelemahan mereka dan kesucian Allah dari segala macam kekurangan atau ketidakadilan, juga mengandung makna bahwa sumber pengetahuan adalah Allah.  

Menurut Ahmad Tafsir (2001), ilmu berasal dari Allah, maka guru pertama adalah Allah. Pandangan demikian melahirkan sikap pada orang Islam bahwa ilmu itu tidak terpisah dari Allah, ilmu tidak terpisah dari guru. Dengan demikian, kedudukan guru amat tinggi dalam Islam.

Alasan lain mengapa guru mendapat kedudukan mulia dalam Islam adalah terkait dengan kewajiban menuntut ilmu bagi setiap muslim. Hal yang terkait dengan kedudukan guru tersebut, juga digambarkan oleh al-Zarnuji dalam kitab Talim al-Mutallim sebagai orang yang harus dihormati dan menganggap guru sebagai elemen terpenting dalampembelajaran. Karena itu guru harus dihormati dan diikuti tidak boleh dibantah atau disanggah sedikitpun. Al-Zarnuji dalam kitabnya Talim Mutaallim berpendapat tentang persoalan ini. Hal ini dapat dideskripsikan dalam sebuah syair,  "Tidak ada hak yang lebih besar, kecuali haknya guru. Ini wajib dipelihara oleh setiap orang Islam. Sungguh pantas bila seorang guru mengajar, walau hanya satu huruf, diberi hadiah seribu dirham sebagai tanda hormat kepadanya, sebab guru yang mengajarmu satu huruf yang kamu butuhkan dalam agama. Dia ibarat bapakmu dalam agama."

Al-Ghazali, sebagaimana diafirmasi secara jenial oleh Ahmad Hakim (1990), menggambarkan, "Makhluk di atas bumi yang paling utama adalah manusia, bagian manusia yang paling utama adalah hatinya. Seorang guru sibuk menyempurnakan, memperbaiki, membersihkan dan mengarahkannya agar dekat kepada Allah. Maka mengajarkan ilmu merupakan ibadah dan merupakan pemenuhan tugas dengan khalifah Allah. Bahkan merupakan tugas kekhalifahan Allah yang paling utama. Sebab Allah telah membukakan hati seorang alim suatu pengetahuan, sifat-Nya yang paling istimewa. Ia bagaikan gudang bagi benda-benda yang paling berharga. Kemudian ia diberi izin untuk memberikan kepada orang yang membutuhkan. Maka derajat mana yang lebih tinggi dari seorang hamba yang menjadi perantara antara Tuhan dengan makhluk-Nya dalam mendekatkan mereka kepada Allah dan menggiring mereka menuju surga tempat peristirahatan yang terakhir."

Beberapa kedudukan dan penghargaan yang diberikan kepada pendidik tersebut dalam perspektif Islam, jika dianalisis ternyata hal tersebut sangat wajar mengingat tugasnya pendidik begitu cukup besar. Dengan kedudukan sebagai pendidik, guru memiliki tugas dan kewajiban pribadi untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan baik dan sempurna, ia juga dituntut untuk mengajarkan ajaran Islam yang dipahami, dihayati, dan diamalkan tersebut kepada orang lain (siswa), sampai siswa tersebut tumbuh dan berkembang potensinya, sehingga menjadi manusia yang sempurna sesuai dengan ajaran Islam. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Pendidikan Memajukan"  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok