Membaca Buku "Moderasi dan Toleransi Beragama"


BEBERAPA tahun belakangan ini ada dua diksi yang menjadi tema bahkan program yang kerap ditebar oleh kelompok tertentu yaitu moderasi dan toleransi. Satu sisi tema ini penting untuk ditebar ke masyarakat luas agar masyarakat tidak bersikap berlebih-lebihan sekaligus menghormati perbedaan di tengah masyarakat yang memang beragam. Namun pada sisi yang lain ternyata pada perkembangan dan praktiknya mengandung subhat yang salah kaprah. Bahkan pada posisi tertentu malah menyelisihi inti pokok ajaran agama Islam yang selama ini sudah diyakini oleh umat Islam. 

Secara sepintas yang terlihat adalah moderasi dan toleransi, padahal isinya dikotori oleh paham yang menepikan bahkan menyelisihi ajaran agama dalam hal ini Islam. Masyarakat pun dibuat bingung, mana moderasi dan toleransi lalu mana pluralisme agama dan kemusyrikan. Padahal agama terutama Islam memiliki konsep utuh: antar at tsawabit (baku) dan al mutaghayirot (fleksibel), antar keyakinan dan muamalah sosial. Dengan demikian, moderasi dan toleransi Islam tidak bebas tanpa batas, tapi dididasari sekaligus dibingkai oleh konsep yang jelas. 

Wacana juga program moderasi dan toleransi tersebut kerap kali menimbulkan gesekan, bukan kenyamanan dan kedamaian hidup di tengah masyarakat seperti yang kerap dipidatokan. Apalah lagi mereka yang mengobral tema ini malah aktif melakukan tindakan berlebih-lebihan atau tidak moderat dan tidak toleran dengan kelompok yang berbeda. Antar apa yang mereka ucapkan dan lakukan jauh berbeda, bahkan cenderung desruktif di tengah kehidupan masyarakat dan negara yang berdasar Pancasila ini. Biang utama kekeliruan praktik semacam itu adalah keliru dalam aspek epistemologi. 

Bagi sebagian kalangan, moderasi kerap dipahami sebagai sikap tengahan atau tidak berpihak. Padahal dalam perspektif Islam, beragama artinya berpihak pada jalan hidup yang benar atau kebenaran, yang dipandu berdasarkan sumber pokok agama yaitu al-Quran dan al-Hadits. Maknanya, bila karena sikap moderat tidak berpihak pada kebenaran maka itu sama saja dengan berpihak pada kebatilan. Moderasi sejatinya merupakan sikap adil terhadap sesuatu sesuai dengan martabatnya, bukan mengambil jalan abu-abu.  

Toleransi kerap juga dipahami sebagai sikap menghormati orang yang berbeda, namun pada praktiknya malah menyelisihi konsep dan nilai utama agama dalam hal ini Islam. Pada praktiknya, tak sedikit orang yang karena paham toleran yang keliru malah menyamakan semua agama dengan dalih semuanya mengandung kebaikan. Padahal Islam memiliki konsep yang khas. Konsep ketuhanan, kenabian, keilmuan, ibadah, amal, dan kehidupan berbeda dengan konsep agama lainnya. Sehingga dalam sisi tertentu Islam berbeda dengan agama lainnya. 

Kita tentu toleran dengan umat beragama yang beragam namun tidak berarti menyamakan ajaran semua agama atau membenarkan semua ajaran agama yang ada. Sebab setiap agama memiliki konsep masing-masing dan pada sisi tertentu menyelisihi ajaran agama lainnya. Bahkan cara beribadahnya jauh berbeda dan tidak mungkin untuk Tuhan yang sama. Sehingga dalam Islam, toleransinya bukan menyamakan ajaran agama tapi membiarkan setiap umat setiap agama untuk menyembah dan beribadah menurut ajaran agama dan keyakinannya, tanpa gangguan apapun.  

Mengenai hal ini kita perlu membaca dan memahami kembali firman Allah dalam al-Quran, sehingga kita semakin paham seperti apa dan bagaimana seharusnya kita bertoleransi. Sebab bila keliru memahami makna akan menghadirkan sikap yang juga keliru. Dalam al-Quran surat al-Ikhlas ayat 1-4 Allah berfirman, "Katakanlah (Muhammad), "Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia"." 

Menghadapi persoalan moderasi dan toleransi yang dipahami sekaligus yang dipraktikan dengan salah kaprah kerap menimbulkan gesekan di tengah masyarakat. Sehingga tak sedikit kalangan cendekiawan dan aktivis yang mencoba menghadirkan perspektif yang meluruskan, sehingga masyarakat tidak salah kaprah atau menerima begitu saja pemahaman semacam itu. Apalah lagi Islam secara konsep sudah tuntas membahas hal semacam itu. Masyarakat Islam pun pada dasarnya sudah terbiasa mempraktikkan sikap moderat dan toleran tanpa dicekoki oleh paham moderasi dan sikap toleran yang keliru. 

Buku berjudul "Moderasi dan Toleransi Beragama" yang diterbitkan oleh Zahir Publishing, Jogjakarta, pada Juni 2022 ini merupakan sebuah sumbangsih sebagai upaya menghadirkan perspektif kepada masyarakat luas terutama umat Islam, agar tidak terjebak pada pemahaman yang keliru. Buku ini merupakan bunga rampai makalah dan artikel saya dan sahabat saya Pak Arif Husni yang disampaikan dalam berbagai forum dan dimuat di berbagai surat kabar sekaligus media online. Secara umum buku setebal 212 halaman ini berisi seputar konsep Islam dalam beragam tema, termasuk yang berkaitan dengan moderasi dan toleransi beragama. 

Buku ini hadir memberikan perspektif yang tidak tunggal, namun mengarah pada satu tujuan yang jelas yaitu menempatkan pemikiran sekaligus sikap moderat dan toleran pada tempatnya yang tepat. Dengan demikian, kekeliruan sikap yang diawali oleh pemikiran atau perspektif yang keliru tidak terjadi lagi di masyarakat. Sebab kekeliruan semacam itu malah membuat masyarakat menjadi bingung dan salah kaprah. Padahal kita ingin agar sikap moderat dan toleran diarahkan sesuai dengan prinsip dan batasan yang jelas, dalam hal ini sebagai masyarakat muslim tentu sesuai dengan ajaran Islam. Itulah kunci penting bagi terwujudnya masyarakat yang aman, damai dan rukun di bumi Pancasila ini tanpa menyelisihi substansi dan konsep ajaran agama dalam hal ini Islam. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Moderasi dan Toleransi Beragama" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok