Tak Sempurna Tapi Cinta


Alhamdulillah di akhir pekan, tepatnya Sabtu 6 Agustus 2022 ini saya bisa menghadiri Sesi Rangkul Online yang diadakan oleh Rangkul Keluarga Kita dengan tema "Tak Sempurna Tapi Cinta". Pada acara hampir 2 jam (yang dimulai pukul 18.30 WIB dan berakhir pukul 20.15 WIB) ini dihadiri oleh para penggiat sosial dari berbagai kota di seluruh Indonesia. Kali ini membahas tentang pola pengasuhan masa lalu dengan fasilitator dari Keluarga Kita yaitu Bu Elsa dan Bu Pricilia.

Pada sebuah sesi acara ini peserta diminta untuk bercerita tentang pengalaman masa lalu bersama orangtua masing-masing. Kali ini disampaikan dalam bentuk gambar dan narasi seperlunya di kertas masing-maisng. Saya pun sempat berbagi tentang pola asuh Ayah saya waktu kecil dulu. Bukan dalam bentuk gambar tapi dalam bentuk tulisan atau narasi pendek. Saya menulis begini: "Dulu saya pernah diajak Ayah untuk naik kerbau di sawah. Bukan sekali tapi berkali-kali. Suatu kesempatan saya pun jatuh di sawah. Lumayan, badan saya basah dan sakitnya minta ampun. Tapi anehnya saya tak nyesal, malah besok dan beberapa hari selanjutnya saya terus naik kerbau lagi." 

Kala itu saya tak tahu apa maksud Ayah saya. Puluhan tahun belakangan ini, setelah mendalami materi parenting dan bergulat dengan buku-buku pendidikan, saya baru menyadari betapa Ayah saya adalah pendidikan hebat dan sangat futuristik. Beliau punya pola yang tepat pada era itu. Rupanya Ayah saya sedang mendidik saya agar berani mencoba dan tak cengeng. Pada saat yang sama Ayah mendidik saya agar berani mengulang sesuatu agar nanti menjadi biasa. Dampaknya memang tidak saya rasakan seketika zaman itu. Malah dampak dan hikmahnya saya rasakan dan pahami sekarang.

Masih kecil saya memang banyak hidup di sawah dan kebun, bahkan untuk kesempatan tertentu juga di hutan. Selain karena membantu orangtua di sawah dan kebun, juga karena untuk mencari kayu di hutan. Ketika masuk era baru, puluhan tahun berikutnya, saya hidup di kota. Walau begitu, kenangan masa lalu semacam itu masih saya ingat. Kadang saya berpikir dan bertanya: mengapa pola mendidik mereka atau para orangtua dulu begitu terasa ya? Padahal, mesti diakui bahwa mereka tidak pernah mengikuti acara parenting, seminar bertema pendidikan keluarga, dan serupanya.

Ya, era saya dan siapapun di luar sana menjadi orangtua memang banyak manja dan fasilitasnya. Tapi tetap saja kemudahan fasilitas tak seketika mampu menopang kemampuan kita untuk menjalankan peran sebagai orangtua yang memiliki pola asuh dan didik yang nyaman bagi anak-anak kita. Saya sendiri jadi malu pada diri saya sendiri sembari haru pada Ayah saya, tentu juga Ibu saya. Malu karena saya masih ngasal menjalankan peran sebagai orangtua, lalu haru karena saya mendapat pola asuh yang unik namun berdampak jangka panjang.  

Belajar mengasuh dan mendidik anak memang butuh waktu dan proses yang panjang. Terutama di era perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin geliat ini. Mendalami materi parenting merupakan pekerjaan yang tak boleh dianggap remeh lagi. Jangan sampai kalah asyik dengan pola asuh orang tua puluhan tahun silam yang secara fasilitas sangat terbatas. Apalah lagi informasi dan materi seputar parenting bisa diperoleh dengan mudah dan bisa diakses kapan saja. Berbagai komunitas juga menghadirkan berbagai acara yang berkaitan dengan parenting, yang tentu saja sangat bermanfaat. 

Saya sendiri semakin tersadarkan betapa menjadi orangtua itu berat dan benar-benar punya tanggungjawab besar bagi masa depan anak. Termasuk untuk mendidik mereka hingga menjadi anak yang berkarakter mulia: rajin, terampil, bersahaja, tangguh, sabar, disiplin, jujur, syukur, giat, telaten, peduli, empati dan bertanggungjawab. Mendidik bukan saja transformasi pengetahuan dan pengalaman baik tapi juga keteladanan dan pembiasaan. Kadang sebagai orangtua saya perlu banyak berkaca pada anak saya tentang berbagai hal yang mungkin terlihat sepele namun penting. 

Terima kasih banyak kepada Rangkul Keluarga Kita yang terus menebar kegiatan inspiratif dan bermanfaat semacam ini. Saya perlu banyak belajar lagi, termasuk mendengar sekaligus mengambil hikmah dari pengalaman inspiratif para kolega dan siapapun di luar sana. Bahkan saya perlu jujur untuk mengatakan ini: Saya perlu "jitakan keras" dari Rangkul Keluarga Kita sesi Online. Ya, mungkin saya bukan orangtua yang sempurna, namun tetap berusaha untuk belajar mencapai titik yang semestinya. Semoga tetap dalam dan untuk cinta! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Kalo Cinta, Nikah Aja!" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah