Mencerdaskan Keluarga dengan Tradisi Baca


NEGARA kita Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai latar suku, ras, bahasa dan budaya. Keragaman latar demikian tak merintangi kita untuk mencapai tujuan bersama sebagai sebuah negara merdeka. Salah satu tujuan bernegara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini seperti tertuang dalam pembukaan UUD 1945, “… Mencerdaskan kehidupan bangsa… ” Sebuah penegasan paling nyata betapa negara kita melek literasi dan bertujuan meliterasi seluruh warga negaranya. 

Untuk mewujudkan upaya ini maka dibentuklah berbagai lembaga pendidikan, baik formal dan informal maupun yang non formal. Keluarga merupakan salah satu lembaga pendidikan informal. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal. 

Salah satu bentuk ril pendidikan keluarga yang punya pengaruh pada upaya mencerdaskan kehidupan bangsa adalah membangun tradisi baca di lingkungan keluarga. Apalah lagi di masa pandemi Covid-19 yang belakangan penyebarannya sudah mulai menurun, bahkan sudah pada level endemi, membaca menjadi penting dan perlu mendapat perhatian semua kalangan. Diakui bahwa proses belajar di pendidikan formal mengalami sedikit “gangguan”, sehingga proses belajar dan mengajar butuh penguatan dari berbagai lembaga pendidikan lainnya, termasuk lembaga pendidikan informal seperti keluarga.

Saya termasuk yang sangat bangga karena keluarga kecil saya adalah orang-orang yang punya konsen dan tertarik pada buku. Selain sekadar melihat buku-buku juga biasanya tergerak untuk membacanya. Saya, istri saya Eni Suhaeni dan ketiga anak kami: Azka Syakira, Bukhari Muhtadin, dan Aisyah Humaira pun sama-sama tertarik untuk membaca buku. Walau ada saja halangan termasuk rasa malas, namun semangat untuk membaca buku masih menghiasi hari-hari kami. Termasuk pada masa pandemi yang kini sudah ada tanda-tanda berlalu ini.

Ikhtiar semacam itu didukung oleh ketersediannya berbagai buku di rumah, minimal adanya perpustakaan buku dengan sejumlah buku yang tergolong memadai. Agar tidak jenuh dengan rutinitas di rumah, terutama rutinitas baca, maka sesekali saya mengajak keluarga kecil saya untuk berkunjung ke toko buku. Selain untuk membaca buku-buku juga untuk mendapatkan informasi terbaru perihal buku-buku baru. Termasuk untuk menambah stok informasi dan inspirasi baru seputar dunia literasi, terutama seputar baca-tulis.

Ya, kali ini saya bersama keluarga kecil saya memilih berkunjung ke Toko Buku Gramedia di Grage Mall di Kota Cirebon. Maklum saja, selama beberapa bulan silam, saya dan keluarga sudah tak berkunjung ke salah satu toko buku yang paling digandrungi oleh warga Kota Cirebon dan sekitarnya ini. Penyebabnya tentu saja pembatasan yang membuat berbagai pusat perekonomian mengalami pembatasan yang terukur. Sehingga setelah adanya kelonggaran untuk berkunjung, saya dan keluarga pun memanfaatkan dengan baik.

Pada kunjungan kali ini, membaca contoh buku-buku baru adalah prioritas saya dan keluarga. Selain itu, mencari beberapa buku yang belakangan saya jadikan sebagai beberapa referensi untuk beberapa tulisan baru. Seperti biasa, saya, istri dan ketiga anak kami memiliki selera dan konsen masing-masing. Apapun itu, bagi saya itu hal yang wajar. Hanya saja, yang paling penting adalah tradisi baca tetap terjaga dan menjadi aktivitas rutin selama ini, dan harapannya juga pada masa yang akan datang.

Konsen saya adalah mengokohkan semangat membaca di lingkungan keluarga. Tradisi baca adalah tradisi peradaban maju, termasuk peradaban bangsa yang mau dan ingin semakin maju. Dengan membaca maka akan dengan sendirinya berdampak pada kualitas hidup seseorang, terutama yang dibangun dari lingkungan keluarga. Karena itu, tradisi baca di rumah tangga mesti dipacu dan tak boleh kendor. Disadari bahwa pendidikan keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama bagi anak sebagai generasi penerus bangsa.

Salah satu cara untuk membangkitkan tradisi baca di lingkungan keluarga adalah membangun tradisi baca di lingkungan keluarga. Caranya, membuat perpustakaan buku di rumah atau sediakan tempat untuk menyimpan sumber bacaan terutama buku dan surat kabar, lalu tentukan waktu khusus untuk membaca. Selain itu, jadwalkan diri untuk berkunjung ke toko buku. Mengenai hal ini tergantung kemampuan dan selera masing-masing. Bisa sekali dalam sebulan, sekali dalam sepekan dan atau mungkin setiap hari.

Di sini peran orang tua sangat sentral. Selain menjadi teladan dalam membangun tradisi baca, orangtua juga menjadi motivator dan inspirator tradisi baca di rumah atau keluarga. Biasanya anak-anak akan terdorong atau termotivasi untuk membaca karena orangtua memberi keteladanan. Sebelum anak membaca, orangtua mestinya sudah terbiasa untuk membaca. Di sini, orangtua adalah model bagi anak-anak dalam membangun tradisi yang kerap dan akrab disebut sebagai saudara kembar tradisi tulis-menulis ini.

Di atas segalanya, masa pandemi Covid-19 tak boleh menghalangi kita untuk membangun tradisi baca dan semangat membaca. Walau dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, upaya untuk mengokohkan tradisi baca di lingkungan keluarga mesti terus digiatkan dan disemarakkan. Sebab mencerdaskan kehidupan bangsa tidak hanya mengandalkan pendidikan formal dan non formal, tapi juga pendidikan informal seperti keluarga. Sebab di sini anak-anak mendapatkan proses pendidikan yang pertama dan utama, termasuk membangun dan melanjutkan tradisi baca. Orangtua pun perlu menjadikan tradisi baca sebagai rutinitas yang terjaga. Singkatnya, mari mencerdaskan keluarga kita dengan tradisi baca! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Melahirkan Generasi Unggul" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok