Pendidik Mesti Geliat Berkarya
Islam memang agama yang telah menyiapkan seluruh basis pijakan dalam rangka terlaksananya proses pendidikan dalam kehidupan kita, terutama dalam lingkup pendidikan keluarga. Allah berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. at-Tahrim: 6)
Secara sederhana ayat tersebut menegaskan kepada kita agar mampu memelihara diri dan keluarga kita dengan mentaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, termasuk menghindarkan diri dan keluarga kita dari api neraka. Yakni dari murka Allah yang menyebabkan kita diseret ke dalam neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Sebab di situ ada manusia yang dibakar dan ada manusia yang menjadi bahan bakar; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka. Sehingga tidak ada malaikat yang bisa disogok untuk mengurangi atau meringankan hukuman; dan mereka patuh dan disiplin selalu mengerjakan apa yang diperintahkan Allah kepada mereka.
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kita agar menjaga diri dan keluarga kita dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah. Kita juga diperintahkan untuk mengajarkan kepada keluarga kita agar taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan kita dari api neraka. Keluarga merupakan amanat yang harus dipelihara kesejahteraannya, baik jasmani maupun rohani. Bukan saja untuk memenuhi kebutuhan materil fisiknya, tapi juga spiritualnya, termasuk iman, taqwa dan akhlak mulianya.
Di antara cara menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah mendirikan shalat dan bersabar. Maknanya, kita menjalankan proses pendidikan di rumah tangga dengan menjalankan berbagai perintah agama. Allah berfirman, "Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya. (QS. Thaha: 132). Kemudian, pada saat yang sama kita juga diperintah agar aktif melakukan proses saling menasehati dan mengingatkan, terutama keluarga kecil kita. Hal ini dipertegas oleh Allah dalam firman-Nya, "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat." (QS asy-Syu'ara': 214)
Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa ketika surat at-Tahrim ayat ke-6 ini turun, 'Umar berkata, "Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?" Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam menjawab, "Larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkan mereka melakukan apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Begitulah caranya menyelamatkan mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang pemimpinnya berjumlah sembilan belas malaikat. Mereka diberi kewenangan mengadakan penyiksaan di dalam neraka. Mereka adalah para malaikat yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya."
Ya, profesi utama saya dan istri adalah menjadi pendidik anak-anak di rumah. Adapun peran "mendidik" di luar rumah adalah pelengkap bagi profesi sebagai pendidik di rumah. Walau pelengkap, peranan ini tentu mesti dijalankan dengan baik, profesional dan bertanggungjawab; bukan sekadar atau ngasal menjalankan. Kemampuan menjalankan pendidikan di rumah sejatinya dapat menjadi modal dalam menjalankan pendidikan di luar rumah. Maka, tidak ada jalan lain selain menjadikan pendidikan rumah atau keluarga sebagai sumber energi dalam menjalankan peran "mendidik" pada berbagai lembaga pendidikan di luar rumah.
Menjalankan peran "mendidik", baik di rumah maupun di luar rumah memerlukan berbagai perangkat utama. Misalnya, bahan ajar, kemampuan pedagogik, keteladanan dan kekinian dalam menjalankan pembelajaran. Namun itu tidak cukup, sebab ada hal lain yang perlu diperhatikan dan juga penting. Sehingga sebagai pendidik tidak boleh merasa cukup dengan apa yang ada di buku ajar dan pengetahuan yang sudah dimilikinya saat ini. Dengan begitu, sebagai pendidik saya dan istri juga mesti aktif merefresh pengetahuan dan informasi dari luar, termasuk dalam hal pendalaman bahan ajar.
Selain itu, sebagai pendidik, saya dan istri juga aktif membaca buku dalam beragam judul. Hal ini menjadi penopang dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kualitas diri. Jangan sampai anak atau peserta didik, misalnya, merasa bahwa orangtua atau pendidik dari waktu ke waktu begitu-begitu saja, kaku, dan tak ada perubahan. Pada saat yang sama, kami juga aktif membaca berbagai surat kabar atau koran, sehingga berbagai informasi terbaru bisa diakses dan dianalisa secara mendalam. Hal ini menjadi aktivitas yang cukup berat namun menyenangkan. Sebab banyak hal yang diperoleh, termasuk inspirasi untuk menulis artikel dan buku.
Ya, dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kualitas diri, kami juga aktif menulis artikel untuk berbagai surat kabar dan media online. Kelak, bila dipublikasi sebagian tulisan menggunakan nama asli, selebihnya menggunakan nama pena. Hal lain, kami juga aktif menulis buku, baik menulis sendiri atau berdua maupun mengikuti audisi penulisan buku secara keroyokan dengan para penulis di berbagai kota di seluruh Indonesia. Saya pribadi sebagaimana juga istri saya sangat percaya bahwa buku adalah penopang dalam menjalankan profesi sebagai pendidik bagi anak-anak; sehingga bukan saja mampu mengajar, membina, mendidik dan memberi teladan, tapi juga perlu mewariskan karya terutama dalam bentuk buku.
Saya termasuk yang selalu terngiang dengan tiga tokoh besar berikut ini. Pertama, salah satu proklamator kemerdekaan bangsa kita Indonesia, Mohammad Hatta. Pak Hatta merupakan sosok pendidik yang hebat. Selain pembaca atau gila buku, tokoh kelahiran Sumatra Barat ini juga aktif menulis artikel pada zamannya, di samping menulis buku. Kedua, pendiri Masyumi dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII, Dewan Dakwah), Mohammad Natsir. Pak Natsir yang juga tokoh kelahiran Sumatra Barat ini termasuk yang gila "membaca" buku. Bahkan beliau juga menulis banyak artikel, juga buku dalam beragam tema. Ketiga, ulama terkemuka dunia Dr. Yusuf Qardhawi. Sosok yang baru meninggal pada Senin (26/9/2022) lalu di Qatar dalam usia 96 tahun kelahiran Mesir, 9 September 1926 silam ini juga menulis ratusan judul buku dalam beragam tema yang diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di seluruh dunia. Ketiga tokoh ini adalah penulis sekaligus pendidik bagi keluarga, bangsa dan umatnya!
Pesannya jelas, bahwa menjadi pendidik itu tidak sekadar menjalankan peran seadanya, seperti yang sudah-sudah atau biasa-biasa saja. Sebab perlu ada upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas diri. Bukan saja pengetahuan dan keterampilan mengajar atau mendidik, tapi juga kemampuan menemukan hal-hal baru dari berbagai sumber bacaan atau informasi. Pada saat yang sama, terus mematangkan diri sebagai sosok yang layak ditiru dalam kebaikan. Selain itu, sebagai pendidik juga mesti punya warisan naratif berupa ide atau gagasan yang termanifestasi dalam bentuk artikel, atau bila perlu dalam bentuk buku. Ya, pendidik mesti geliat berkarya, minimal untuk diwariskan kepada anak-anaknya sendiri; atau bila memungkinkan untuk umat dan bangsanya juga peradaban umat manusia. (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Merawat Indonesia"
Komentar
Posting Komentar