Peta Jalan Kebangkitan Muslim


PADA Ahad 4 September 2022, Asosiasi Masjid Kampus Indonesia (AMKI) mengadakan acara Webinar Internasional dengan tema "Hakikat Hijrah: Kebangkitan dan Transformasi Generasi Muda Muslim Menuju Peradaban Global". Pada acara yang dihadiri ribuan peserta dari berbagai kota di seluruh Indonesia dan berbagai negara di Benua Asia, Amerika, dan Eropa ini menghadirkan dua narasumber yaitu Dr. Muhammad Syamsi Ali, Lc., MA. (Imam of Jamaica Muslim Center New York Amerika Serikat dan President of Nusantara Foundation) dan Prof. Jazirah Radianti, Ph.D. (Guru Besar Muslim Pertama di Univercity of Agder Norwegia, Departemen of Information System, dan Aktivis Senior Salman ITB). 

Secara khusus saya mengelaborasi kembali apa yang disampaikan Doktor Syamsi Ali, yaitu peta jalan kebangkitan muslim di masa depan. Pertama, transformasi aqidah. Menurutnya, umat Islam mesti meningkatkan kadar marifatullah pada dirinya. Marifatullah artinya mengenal Allah secara mendalam dan total. Maknanya, umat Islam mesti menjadikan tauhidullah sebagai pengikat dan pemersatu. Dengan demikian, berbagai upaya memecah belah sekaligus fenomena rasisme yang masih saja muncul di berbagai tempat dan momentum tidak membuat umat Islam terbelah-belah, malah meneguhkan persatuan. Allah berfirman, "Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (QS. al-Ikhlas: 1-4) dan Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,..." (QS. Ali Imran: 103).   

Kedua, transformasi kemanusiaan. Hal ini bermakna kita mesti mampu menjaga hubungan baik dengan seluruh elemen umat manusia yang beragam di berbagai penjuru dunia. Allah berfirman, "Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal". (QS. al-Hujurat: 13). Menurut tokoh asli Bulukumba-Sulawesi Selatan ini, seluruh manusia sejatinya adalah ciptaan Allah yang memiliki tujuan mulia yaitu penghambaan kepada-Nya. Allah berfirman, "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku". (QS. az-Zariyat: 56). Di sinilah pentingnya spiritualitas bagi kehidupan kita. Spiritualitas merupakan aspek pembeda manusia dengan makhluk lainnya. Spiritualitas berpijak pada iman dan taqwa. Karena itu, umat Islam mesti memastikan iman dan taqwa-nya kokoh dan berdampak bagi kehidupan sosialnya. 

Ketiga, transformasi cara pandang. Kita mesti membangun kesadaran individu dan kolektif umat Islam bahwa kehidupan ini bukan sekadar di dunia dan berwajah dunia, tapi juga untuk kehidupan yang abadi yaitu akhirat. Namun bagi alumni pondok pesantren Darul Arqam (Muhammadiyah) Makasar-Sulawesi Selatan dan Universitas Islam Internasional Islamabad, Pakistan ini, semua itu berbasis pada ilmu pengetahuan yang kokoh. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa yang menginginkan dunia maka baginya ilmu, barang siapa yang menginginkan akhirat maka baginya ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan keduanya maka baginya ilmu". (al-Hadits). Dengan demikian, beragama bukan saja di tempat-tempat ibadah yang cenderung ritualistik, sebab nilai-nilai spiritual agama mesti berdampak pada kehidupan sosial. Pada aspek berikutnya, umat Islam mesti mampu menghadirkan kebermanfaatan pada level sosial. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya." (al-Hadits). 

Keempat, transformasi akhlak. Umat Islam mesti menjadi teladan kebaikan, bukan saja dalam hal spiritual tapi juga dalam perilaku dan tindakan hidup. Sehingga nilai-nilai Islam menjadi nilai yang hidup, yaitu nilai-nilai yang mudah dicontoh oleh siapapun, baik sesama umat Islam maupun oleh umat yang berbeda keyakinan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia". (HR. Baihaqi).  Menurut sosok yang aktif menjadi narasumber forum internasional ini, teladan kebaikan yang dipraktikkan oleh umat Islam mesti diperluas dalam kehidupan publik, termasuk di ruang-ruang profesional seperti birokrasi pemerintahan atau institusi negara, bahkan lintas negara.

Kelima, transformasi kesadaran dan optimistis dengan masa depan. Umat Islam tidak boleh minder dan rendah diri dari umat lainnya. Umat Islam mesti membangun kesadaran bahwa masa depan yang lebih baik akan mungkin diraih dengan syarat terus menerus menebar manfaat bagi siapapun, sebab manfaat yang meluas di tengah masyarakat akan menghadirkan kebaikan-kebaikan baru. Kebaikan yang dilakukan secara kolektif tentu dampaknya jauh lebih besar dari kebaikan yang dilakukan hanya segelintir orang atau bahkan oleh orang per orang. 

Menjadi umat Islam merupakan salah satu pilihan sekaligus pilihan Allah atas hamba-Nya. Posisi ini meniscayakan kita untuk mengemban amanah penting yaitu untuk mengajak manusia kepada kebenaran dan kebaikan sekaligus mencegah mereka dari kemungkaran dan keburukan. Dengan demikian, kita memiliki kewajiban untuk membebaskan manusia dari belenggu kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan menuju manusia yang cerdas, produktif, dan berkemajuan. Allah berfirman, "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik". (QS. Ali Imran: 110). (*) 


* Tulisan ini dimuat pada halaman 4 Kolom Wacana Koran Radar Cirebon edisi Selasa 6 September 2022. Oleh: Eni Suhaeni, Guru SDIT Ibnu Abbas, Talun, Kabupaten Cirebon


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah