Menjadi Da'i yang Menggugah
Pada Sabtu (26/11/2022), untuk materi kedua "Menjadi Da'i Profesional dan Menggugah", panitia menghadirkan Prof. Dr. KH. Satori Ismail (Ketua Umum Ikatan Da'i Indonesia, IKADI) sebagai narasumber. Sebagai salah satu peserta pada forum yang dihadiri oleh 100-an lebih peserta dari berbagai kota/kabupaten sekaligus organisasi atau lembaga Se-Ciayumajakuning ini, saya mencatat poin materi Prof. Satori. Tentu saya hanya mencatat dan mengelaborasi sesuai kemampuan saya yang sangat terbatas dan butuh banyak belajar.
Menurut Prof. Syatori, da'i dalam beragam macamnya, baik penceramah maupun khotib mesti memiliki dan memperhatikan hal berikut. Pertama, keyakinan pada kebenaran. Dai mesti yakin dengan materi dakwahnya. Ia tidak menyampaikan konten dakwah yang tidak ia yakini kebenarannya. Karena itu, sebelum menjadi da'i yang hendak berdakwah maka sang da'i mesti benar-benar yakin bahwa apa yang ia sampaikan itu benar berdasarkan aturan Allah, bukan berdasarkan hawa nafsunya. Keyakinan yang kuat pada kebenaran Islam akan memudahkan langkahnya dalam berdakwah.
Kedua, percaya diri dan ikhlas kepada Allah. Percaya diri juga penting untuk dimiliki oleh para da'i. Rasa percaya diri akan timbul manakala sang da'i mendasarkan aktivitas dakwahnya pada niat yang baik dan benar. Ia mesti percaya bahwa ia menjalankan dakwah pada jalan Allah dan sesuai dengan aturan Allah dan rasul-Nya. Atas dasar itulah, da'i mesti selalu berupaya menautkan semua aktivitas dakwahnya kepada Allah semata, bukan untuk kepentingan duniawi dirinya. Kemampuan da'i sangatlah terbatas, baik ilmu maupun kemampuan teknik dakwahnya.
Dengan demikian, da'i mesti berdakwah dalam bingkai ajakan kepada Allah bukan untuk kepentingan pribadinya. Da'i tidak boleh menghakimi tapi menyampaikan dakwah dengan cara yang santun dan sesuai dengan tuntunan syariat-Nya. Sungguh, dai bukan pemberi hidayah, hanya Allah-lah yang mampu memberi hidayah pada makhluk-Nya. Di sinilah perlunya da'i untuk selalu menjaga ruhiyah atau spiritualnya, termasuk dalam bentuk doa dan menjalankan ibadah sunah. Sehingga peran dakwahnya ditolong dan dikuatkan oleh Allah. Sebab sekali lagi, hanya Allah yang punya kemampuan memberi hidayah kepada manusia.
Ketiga, berbakat dan bersungguh-sungguh. Berdakwah juga butuh bakat dan kesungguhan sang dai. Bakat berdakwah bisa diperkuat dengan meningkatkan kualitas bacaan al-Quran lalu berupaya untuk menghafal juga memahaminya. Pada saat yang sama dai juga mesti menghafal hadits yang dibutuhkan sesuai materi dakwah yang disampaikannya. Menghafal al-Quran dan al-Hadits adalah pintu masuk sang da'i untuk memahami maksud dan pesan Wahyu Allah sebagai dasar atau sandaran bahkan materi dakwahnya.
Selain itu, da'i juga perlu membaca siroh nabawiyah dan para sahabatnya, sehingga semakin memahami para teladan seperti apa mereka berdakwah dan memperjuangkan Islam hingga mampu diterima di seluruh dunia hingga saat ini. Para da'i juga mesti paham ilmu syariat, fiqih ibadah, fiqih muamalah dan berbagai hal yang terkait dengan apa yang akan didakwahkannya kepada masyarakat. Selain itu, sebagai da'i Indonesia, tentu saja da'i juga mesti paham sejarah Indonesia dan sejarah Islam masuk Indonesia.
Keempat, menjadi contoh yang baik. Da'i perlu meningkatkan kualitas dirinya, dari waktu ke waktu. Hal ini menjadi penting karena masyarakat tidak saja mendengar isi ceramah atau dakwah sang dai tapi juga menyaksikan sikap dan tingkah lakunya. Masyarakat pada umumnya selalu melihat tindakan ril sang da'i dalam kehidupan nyata. Untuk itu, da'i perlu berupaya agar segala tindakan dan tingkah lakunya layak ditiru atau dicontoh. Baik dalam urusan ibadah maupun dalam urusan muamalah atau sosial.
Kelima, menyampaikan isi dakwah dengan cara yang benar. Dakwah yang benar adalah dakwah yang komprehensif. Dakwah bukan saja menyampaikan apa yang mesti dijalankan tapi juga menyampaikan apa yang perlu ditinggalkan. Bagi da'i, amat maruf itu mesti dijalankan secara seimbang dan bersamaan dengan upaya mencegah kemungkaran. Biasanya para da'i kerap fokus berdakwah untuk hal-hal yang diperintahkan saja (al-haq, kebenaran), padahal dai juga mesti berdakwah agar masyarakat dijauhkan dari kemungkaran atau batil.
Keenam, berdakwah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat. Da'i tidak boleh memaksakan kehendak, misalnya, paham keagamaannya tanpa memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat. Di sinilah pentingnya da'i mesti mampu memahami materi dakwah yang relevan. Karena itu, da'i juga sepantasnya untuk memiliki panduan dakwah, sehingga dakwahnya terarah dan tidak membabi buta.
Ketujuh, keterampilan dan penampilan. Berdakwah adalah mengajak kepada kebenaran, karena itu da'i juga punya keterampilan. Di sini da'i mesti punya kemampuan berbahasa dan berkomunikasi yang baik. Da'i adalah teladan, karena itu penampilan da'i perlu diperhatikan. Cara berpakaian mesti rapih dan tentu saja pakaiannya bersih. Sebab tampilan da'i di tengah masyarakat akan menjadi daya tarik tersendiri. Hal ini bakal menambah penerimaan masyarakat pada materi dan kegiatan dakwahnya. Bahkan pada gilirannya masyarakat akan mendukung dan membantu mengembangkan dakwahnya.
Dakwah adalah aktivitas baik dan mestinya dilakukan oleh orang yang selalu berupaya pada jalan kebaikan. Jalan kebaikan yang dimaksud adalah jalan Allah yaitu al-Islam. Da'i yang menjalankan dakwah mesti memiliki kepribadian yang baik sehingga mampu diteladani oleh masyarakat. Singkatnya, da'i mesti memiliki keyakinan pada kebenaran, percaya diri dengan bersandar pada Allah, sungguh-sungguh dalam menjalankan dakwah, berupaya menjadi sosok yang layak dicontoh, objektif dan tidak memaksakan kehendak, mampu berkomunikasi dengan baik dan ini yang tak kalah pentingnya: berpenampilan indah. Sebab kebenaran bukan saja mesti disampaikan dengan benar dan tepat tapi juga indah. (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis "Merawat Indonesia"
Komentar
Posting Komentar