H. Dani Mardani: Pentingnya Meneladani Nabi Muhammad SAW
Pada awal khutbahnya ia mengajak jamaah untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah. Ia pun menyampaikan bahwa iman itu kadang pasang dan kadang surut sembari membaca hadits nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam, "Iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang." (al- Hadits). Ia pun untuk kedua kalinya mengajak jamaah agar meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah dengan penuh kesungguhan sembari membaca firman Allah, "Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. al-Hujurat: 13)
Selanjutnya H. Dani Mardani menyampaikan, pertama, perlu menjadikan nabi Muhammad SAW sebagai teladan. Nabi Muhammad SAW lahir dalam rangka menjalankan misi kenabian dan kerasulan yang Allah wahyukan kepadanya. Kehadiran beliau pun menjadi kabar gembira bagi seluruh umat Islam bahkan bagi seluruh umat manusia. Kita pun layak bersyukur kepada Allah yang telah menakdirkan kita menjadi umatnya dan memberi kesempatan agar kita meneladaninya. Kita harus meneladani beliau SAW, terutama dalam hal ibadah juga amal soleh lainnya dan seluruh lakon kehidupan kita.
Kedua, pentingnya bersholawat kepada nabi Muhammad SAW. Bersholawat kepada sosok manusia mulia ini adalah perintah Allah dalam al-Quran. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahzab: 56). Bahkan dalam banyak haditsnya Rasulullah SAW pun menegaskan betapa pentingnya bersholawat kepadanya. Bersholawat bukan saja salah satu kunci diterimanya doa, tapi juga bagian dari amal kebaikan yang sangat dianjurkan.
Ketiga, banyak bersyukur kepada Allah karena telah mengutus nabi Muhammad SAW untuk menjadi teladan kita. Hadirnya beliau menjadi pintu utama transformasi kemanusiaan, dari peradaban gelap jahiliah menuju peradaban terang penuh cahaya yaitu peradaban Islam. Kita layak bersyukur karena Allah mencintai kita dengan cara mengutus sang manusia yang dikasihi-Nya nabi sekaligus rasul mulia Muhammad SAW. Rasa syukur yang kita tunaikan harus mewujud dalam kehidupan nyata, lebih dari teori semata. Termasuk menjalani kehidupan ini sesuai dengan pola hidup beliau SAW.
Kita pun diharuskan untuk mencintai beliau lebih dari mencintai diri kita sendiri, orangtua kita, anak kita dan siapapun selain beliau SAW sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya. Dari Abu Hurairah ra. ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak sempurna keimanan seseorang dari kalian sampai ia mencintai aku melebihi kedua orang tuanya dan anaknya.” Ini menjadi penegas betapa mencintai beliau adalah kunci penting dalam kehidupan kita di dunia juga di akhirat kelak.
Keempat, kita mesti banyak bermuhasabah atau merenung tentang diri dan kehidupan kita agar selalu hidup pada jalur yang benar sesuai yang dilakoni oleh Rasulullah SAW. Kita diharapkan terus berbenah dan memperbaiki diri agar menjadi manusia yang sempurna atau insan kamil. Manusia paling mulia adalah nabi Muhammad SAW. Cara beliau berbicara, berbuat dan bersikap bahkan ciri fisik beliau adalah teladan terbaik bagi kita. Kita layak menghitung tentang bagaimana kualitas amal perbuatan kita selama ini, apakah sesuai dengan tuntunan beliau SAW atau belum.
Hikmah kelahiran nabi dan diutusnya Rasulullah Muhammad SAW adalah agar kita memiliki teladan terbaik. Cara kita menghamba kepada Allah mesti berdasar pada apa yang disampaikan dan dilakoni oleh sosok yang Allah utus, yaitu Rasulullah SAW. Kita pun diperintahkan untuk terus meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita kepada Allah juga cinta kita kepada Rasulullah SAW. Kita harus menjaga berbagai ibadah yang Allah dan Rasulullah SAW perintahkan kepada kita. Itulah bukti iman sekaligus cinta kepada Allah juga Rasul-Nya Muhammad SAW. Semoga kita selalu mendapat bimbingan agar menjadi umatnya yang taat dan dicintainya! (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Saatnya Kaum Muda Memimpin"
Komentar
Posting Komentar