Mari Menulis, Cerdaskan Kehidupan Bangsa!


Menulis merupakan aktivitas yang melekat dan akrab dengan dunia keilmuan dan pendidikan. Sebagai saudara kembar membaca, menulis sudah menjadi aktivitas yang sudah dikenal sejak kita masih kecil. Pada saat kita menempuh pendidikan anak usia dini (PAUD), taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA) dan perguruan tinggi (PT) kita sangat akrab dengan aktivitas menulis. Dari menulis mata pelajaran hingga materi perkuliahan atau bidang studi, juga tugas pelatihan dan penelitian.  

Proses pembelajaran yang berlangsung dalam kegiatan pendidikan merupakan bagian dari rangkaian kegiatan keilmuan yang sangat penting. Ada banyak hal yang kita peroleh selama mengikuti proses pembelajaran, kita pun mendapatkan ilmu, pengetahuan dan inspirasi baru. Setiap kali kita mendengar apa yang disampaikan oleh guru atau dosen, kita mendapatkan pesan-pesan, nilai-nilai dan motivasi yang kalau dibiarkan begitu saja tanpa dituliskan, maka semuanya bakal berlalu begitu saja tanpa penjagaan. 

Berkaitan dengan hal tersebut, tak sedikit yang berpandangan bahwa yang penting diingat dan tak perlu ditulis. Ungkapan ini memang tak salah, namun perlu dipahami bahwa saya ingat kita sangat terbatas. Faktanya, apa yang kita ingat saat ini, besok atau lusa kadang sudah kita lupakan. Karena memang kita tercipta dengan ciri bawaan yaitu pelupa. Dalam konteks berilmu, kemampuan sekaligus keterampilan menulis menjadi niscaya. Minimal untuk membantu daya ingat kita yang terbatas dalam mengingat apa yang kita pelajari dan tekuni. 

Berkaitan dengan ini ungkapan mashur Imam Syafi’i, "al-ilmu shoidun, wa al-kitabatu qoiduhu. Qoyyid suyuudaka bi al-jibali al-waatsiqoh. Fa min al-hamaaqoti an tasyiida ghojaalatan wa tatrukahaa baina al-kholaiqi thooliqoh: Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat. Termasuk kebodohan kalau engkau memburu kijang. Setelah itu kamu tinggalkan terlepas begitu saja. (Diwan Asy-Syafi’i)

Apa yang diungkap oleh Imam Syafi'i mendapatkan afirmasi dari sebuah hadits yang juga mashur, terutama di kalangan santri yang ada di berbagai pondok pesantren. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr dan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Qoyyiduu al-ilma bi al-kitabi: Jagalah ilmu dengan menulis.” (Shahih Al-Jami’. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Menurut para ahli, yang dimaksud qayyidu al- ‘ilma adalah kuatkan dan hafalkan serta jaga agar jangan sampai lepas. Bagaimana pun, ilmu jika terus didengar, hati akan sulit mengingatnya. Karena itu, ilmu itu diikat lalu dijaga. Jika hati kita sering lupa, ilmu itu perlahan-lahan akan hilang. Itulah letak pentingnya mencatat atau menulis. Tidak semua yang kita ingat mampu kita ingat selamanya. Ada saja yang kita lupakan dari yang kita ingat. Bahkan tak sedikit yang pernah mengingat lalu lupa seluruhnya. 

Menulis atau mencatat bukan saja dalam hal berilmu, tapi juga dalam hal hutang piutang. Allah pun telah mengajarkan kepada kita agar menulis atau mencatatnya, sebab hal itu sangat maslahat bagi kita. Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS. al-Baqarah: 282). Ini menunjukan menulis atau mencatat itu pada level tertentu menjadi kewajiban yang tidak bisa dianggap remeh atau ditawar-tawar. 

Bila kita merujuk pada konstitusi dalam hal ini alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945 (amandemen ke-IV), ditegaskan bahwa salah satu tujuan kita bernegara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Maknanya bangsa kita memiliki konsen pada proses pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa kita. Bangsa yang cerdas akan dengan sendirinya mampu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah (dalam hal ini) Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan Ikut melaksanakan ketertiban dunia. 

Tujuan pencerdasan bangsa tidak bisa diserahkan begitu saja pada proses pembelajaran. Proses seperti itu akan mencapai kesempurnaan manakala disertai dengan keharusan untuk menulis. Aktivitas menulis perlu diperkuat dengan berbagai pelatihan yang mampu meningkatkan keterampilan menulis itu sendiri. Karena menulis itu penting maka aktivitas ini bukan saja menjadi tradisi para pelajar atau mahasiswa, tapi juga para guru dan dosen, termasuk para penulis yang konsen menulis artikel atau melahirkan buku-buku bacaan yang mencerdaskan bangsa. Semakin banyak tulisan atau buku yang berkualitas maka semakin cerdas bangsa kita. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Kapita Selekta Pendidikan" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah