Mengenal Buya Hamka dari Afif Hamka


SIAPA yang tak mengenal Buya Hamka. Nama lengkapnya Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah Datuk Indomo. Populer dengan nama pena Buya Hamka. Beliau adalah seorang ulama, filsuf, dan sastrawan Indonesia, serta berkarir sebagai wartawan, penulis dan pendidik. Buya Hamka lahir pada 17 Februari 1908 di Sungai Batang dan meninggal pada 24 Juli 1981 di Jakarta. Istrinya adalah Siti Raham (m. 1929–1972) dan Siti Khadijah (m. 1973–1981). Sementara anaknya adalah Irfan Hamka, Rusydi Hamka, Aliyah Hamka, Azizah Hamka, Amir Syakib, Afif Hamka dan beberapa lainnya. (Sumber: Wikipedia) 

Buya Hamka merupakan sosok yang selalu menjadi inspirasi banyak kalangan dalam banyak hal; dari perjuangan dan konsistensi hingga pengorbanan dan karya. Beliau juga sosok yang kaya akan gagasan dan karya literasi yang dibaca oleh berbagai kalangan. Uniknya, secara khusus karya literasinya seperti buku, bukan saja dinikmati oleh pembaca di Indonesia tapi juga di luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam dan masih banyak lagi. Bahkan beliau juga menjadi rujukan bagi elemen yang berbeda pandangan dengannya. 

Saya sangat bersyukur, karena pada Senin 15 Mei 2023 (siang) bisa menghadiri acara Syukuran 42 Tahun al-Azhar yang diselenggarakan oleh Yayasan Siti Chadijah Cirebon dan bertema "Bangkit Bersama, Melangkah Serentak, Membangun Umat". Pada acara yang dihadiri oleh ratusan undangan ini menghadirkan Dr. H. Afif Hamka sebagai narasumber tunggal. Afif Hamka adalah anak ke-9 Buya Hamka yang lahir pada 5 Januari 1952. Kini ia genap berusia 71 tahun lebih. Selain berpengalaman sebagai sopir pribadi ayahnya, ia juga aktif di berbagai lembaga sosial dan menulis buku juga artikel dalam beragam tema. 

Dari pemaparan Afif Hamka, saya mencatat beberapa hal penting tentang Buya Hamka. Pertama, Buya Hamka kecil adalah anak yang aktif dan pembelajar. Sejak kecil ia sudah akrab dengan berbagai ilmu pengetahuan. Selain aktif membaca beragam judul buku, ia juga mengikuti berbagai kegiatan yang menempa potensinya seperti silat, forum sastra dan sebagainya.  Ia juga mendalami berbagai kitab tafsir dan kitab hadits karya para ulama linta generasi. Sehingga ilmu dan wawasannya seputar Islam cukup luas dan tajam. 

Menurut Afif Hamka, Buya Hamka kecil adalah anak yang bandel. Tapi bandelnya positif dan produktif. Bila disuruh mengaji, ia memilih pergi berlatih silat. Beliau sosok yang selalu memilih jalan beda, bukan asal beda tapi sebagai wujud seorang anak yang selalu mencari pengetahuan dan situasi baru. "Seingat saya Buya Hamka menempuh pendidikan SD hanya sampai kelas 3. Tapi beliau suka membaca buku dalam beragam tema. Bukan saja tema anak-anak tapi juga tema dewasa seperti sejarah, sastra, dan sebagainya", ungkapnya.

Kedua, Buya Hamka adalah sosok pejuang. Sejak muda ia sudah tertarik pada perjuangan dakwah, dari pengajian hingga lembaga pendidikan yang mencerdaskan umat. Kelak selain membesarkan pengajian di Al-Azhar Jakarta, ia juga menginisiasi pendirian berbagai lembaga pendidikan seperti Al-Azhar. Sehingga sangat wajar bila hingga kini pengajian di Al-Azhar Jakarta dan pendidikan Al-Azhar di berbagai kota semakin geliat dan maju. Afif Hamka pun menyebut sang ayah sebagai dai metropolitan yaitu dai yang konektif dengan kebutuhan umat di pusat-pusat kota. 

Ketiga, Buya Hamka adalah sosok yang berpenampilan energik dan rapih. Menurut Afif Hamka, Buya Hamka dikenal sebagai sosok yang rapih dan disiplin. Dalam berbagai pertemuan, beliau selalu tampil beda dan menarik bagi siapapun. Ia juga tertib dalam menjalankan berbagai aktivitas. "Buya Hamka itu selalu tampil kren di berbagai kegiatan atau forum. Bukan saja dalam urusan duniawi tapi juga dalam beribadah. Sehingga beliau selalu menggunakan surban dan kadang mengenakan jas yang rapih", ungkapnya.

Ya, Buya Hamka adalah sosok hebat yang kita punya. Kita perlu bangga dengan sosok yang romantis, peduli, empati dan bijaksana ini. Kita layak banyak belajar kepada sosok yang gila ilmu yang dibuktikan dengan tradisi baca-tulisnya ini. Muhammadiyah telah melahirkan seorang tokoh kebanggaan bagi umat Islam Indonesia juga dunia Melayu. Buya Hamka merupakan sosok perasa, tegas dan berani mengatakan yang benar di hadapan siapapun ini. Sehingga Ketua MUI pertama ini pun dihormati oleh pengikutnya dan disegani oleh mereka yang berbeda pandangan dengannya.  

Pada artikel sebelumnya yang berjudul “Belajar Pada Buya Hamka” (April 2023), saya pernah menulis singkat kutipan berikut, “Kita perlu banyak belajar kepada Buya Hamka, kita rindu padanya, ya pada keteladanan atau rekam jejaknya. Kita rindu sosok yang bukan saja dicintai oleh keluarga kecilnya, tapi juga oleh warga persyarikatan Muhammadiyah, umat Islam bahkan non muslim di berbagai tempat. Sungguh, kita rindu dengan ulama yang ikhlas berjuang dan berdakwah serta tak tergoda jabatan juga materi dunia. Kita rindu pemimpin yang adil dan mencintai kita dengan tulus tanpa basa-basi.” 

Mengenal Buya Hamka memang tidak cukup hanya dengan membaca tulisan seperti buku, novel dan artikel atau penelitian ilmuan atau peniliti tentang Buya Hamka. Kita juga perlu mendengar langsung cerita dari orang-orang terdekat dengan ulama asal dan kelahiran Sumatra Barat ini, termasuk keluarga beliau seperti anak dan murid-muridnya. Beberapa waktu lalu kita juga mendapatkan suguhan jenial tentang Buya Hamka dalam bentuk film yang sudah bisa dinikmati di berbagai studio lintas kota di seluruh Indonesia. Hal ini sangat membantu kita untuk mengenal dan belajar lebih mendalam tentang Buya Hamka: dari gagasan dan narasi hingga karya dan rekam jejaknya. Semoga rahim berbagai ormas Islam dan lembaga pendidikan negeri ini terus melahirkan kembali Hamka muda atau Hamka baru di era ini dan nanti! (*)



* Dimuat pada halaman 4 Kolom Wacana Koran Radar Cirebon edisi Selasa 16 Mei 2023. Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Aku, Dia & Cinta"


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok