Membangun Sejarah Baru Umat Islam
“Apabila umatku mengagungkan dunia,
maka akan tercerabut dari mereka kehebatan Islam. Dan apabila mereka
meninggalkan amar maruf nahi mungkar, maka mereka akan terhalang dari keberkahan
wahyu. Dan apabila umatku saling menghina, maka jatuhlah mereka dari pandangan
Allah”.
(HR. Hakim, Tirmizi dari Abu Hurairah).
Hadits
tersebut sangat relevan untuk dijadikan sebagai pijakan evaluasi terhadap posisi dan peran umat Islam akhir-akhir
ini. Termasuk dalam bentuk penelitian ilmiah yang kelak menjadi sebuah buku
monumental yang ditulis oleh seorang pakar sejarah Dr. Majid Irsan Al Kilani
yang berjudul “Hakadza
Zhahara Jil Shalahiddin wa Hakadza 'Adat Al Quds”.
Dalam
buku dengan terjemahan atau edisi Indonesia berjudul “Misteri Masa Kelam Islam dan
Kemenangan Perang Salib” ini, Al Kilani sedang membangun
kesadaran kolektif kita sebagai umat Islam tentang masa lalu dengan segala
tantangannya dan langkah kekinian yang dapat kita tempuh agar di masa depan
kita mampu menjadi soko guru peradaban umat manusia.
Ia
menegaskan bahwa dengan memahami sejarah maka kita semakin memahami dan
tersadarkan bahwa elemen penting dalam membangun sejarah adalah gagasan,
manusia dan momentum. Gagasan bersumber dari ilmu pengetahuan. Gagasan menjadi “sesuatu” manakala ia dipahami secara naratif
oleh narator yang handal. Karena itu, di sini dibutuhkan manusia yang mampu
menarasikan gagasannya. Ia mesti memiliki kesucian niat dan keluhuran tekad
untuk mengejahwantah narasinya dalam bentuk tindakan ril. Itulah momentumnya.
Al Kilani mengingatkan bahwa diantara
masalah utama kita terbagi menjadi 2 yaitu masalah internal dan masalah
eksternal. Masalah internal, misalnya, penyakit hati seperti iri, dengki, hasut,
dendam, caci-maki dan sebagainya. Termasuk juga cinta dunia (harta, tahta dan
wanita) dan takut mati. Selain itu, umat Islam kerap menjauh dari sumber utama
agamanya yaitu al quran dan al hadits.
Kemudian
masalah ekternal yang cukup pelik yang dihadapi umat Islam misalnya
kolonialisme yang hendak bahkan sudah menguasai sumber daya alam negeri muslim,
perang pemikiran dengan berbagai isme yang membodohi umat di berbagai lembaga
termasuk lembaga pendidikan dan munculnya berbagai aliran sesat-menyesatkan di
tengah-tengah umat.
Dalam
menghadapi berbagai masalah tersebut, umat Islam mesti mampu menempuh jalan
keluar, yaitu, pertama, membangun
individu umat yang kuat dan kokoh. Bukan saja aspek iman dan ibadahnya yang
dibangun tapi juga aspek ekonomi, politik, sosial dan sebagainya. Hal ini
sebagaimana digariskan oleh al quran surat ar Ra'du ayat 11 bahwa proses
perubahan bahkan dampaknya sangat ditentukan oleh perubahan diri secara radikal
dalam tubuh umat Islam.
“...
Sesungguhnya Allah
tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri...”
(11)
Kedua,
membangun kolektivisme keumatan. Umat Islam mesti membangun koneksi dan bersatu
pada satu titik yang sama: berpijak pada tali atau agama Allah. Misinya mesti
dipertegas yaitu amar maruf dan nahyi mungkar. Dan tentu saja yang tak kalah
pentingnya adalah tak boleh berpecah belah, atau menegasikan kebersamaan. Hal
ini bisa dipahami dari al quran Ali Imran ayat 103, 104, 105 dan 110.
“Dan berpeganglah kamu semuanya
kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan
nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan,
Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah,
orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu
Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (103)
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (104)
"Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (105)
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (104)
"Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (105)
“Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik.” (110)
Ketiga,
berpijak pada Wahyu dan ilmu pengetahuan. Islam adalah agama yang memiliki
basis dan sumber yang jelas dan tegas yaitu Wahyu Allah yaitu al quran dan al
hadits. Ayat yang pertama turun adalah ayat membaca. (Quran surat al 'alaq ayat
1-5).
“Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu yang Menciptakan (1) Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2) Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Maha pemurah (3) yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (4) Dia mengajar kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya.” (5).
Pesannya
jelas bahwa agama ini berpijak pada ilmu pengetahuan yang mendasar kepada
kemampuan kita dalam memahami teks suci agama atau Wahyu Allah.
Ini
hanyalah catatan ringan sebagai respon saya atas buku dengan penerjemah Asep
Sobari dan Amaluddin ini. Walau belum mampu merangkai seluruh konten utama buku
ini dalam bentuk catatan sederhana semacam ini, atau dalam bentuk resensi, saya
berupaya untuk meyakinkan kita semua bahwa Buku setebal 360 dan terbitan Kalam
Aulia Mediatama, Bekasi-Jawa Barat, 2007 silam ini sangat layak dibaca dan
sangat perlu dikaji oleh berbagai kalangan. Terutama dalam konteks membangun
kembali kejayaan peradaban Islam, maka menelaah buku ini menjadi mendesak untuk
dilakukan.
Akhirnya,
kita berharap agar apa yang diisyaratkan oleh ungkapan ini "Akan datang suatu zaman bahwa tidak akan tersisa Islam kecuali
namanya saja, dan tidak pula al quran kecuali tulisannya saja"
(Misykat) tidak terjadi, baik di zaman sekarang maupun di zaman yang akan
datang. Sebab saya sangat percaya bahwa kita masih ada dan akan terus ada bagi
kebangkitan dan kemajuan Islam juga bagi peradaban umat manusia. Selebihnya,
semoga pembaca berkenan membaca dan menelisik lebih mendalam sehingga buku dan
tulisan sederhana ini bermanfaat untuk kita semua. Allahumma aamiin! []
Senin
21 Januari 2019 dan Sabtu 9 Maret
2019
Syamsudin
Kadir
Penulis
buku “Pendidikan
Mencerahkan dan Mencerdaskan”
(terbit September 2018)
Nomor WA: 085 797 644 300.
Komentar
Posting Komentar