Stop Zina, Menikahlah!



SENIN, 11 Maret 2018 lalu telah beredar kasus di media massa ‘orang tua membuang anaknya’, Anak tersebut diduga sebagai hasil hubungan gelap (zina) sebelum menikah, dan panti asuhan pun rupanya menjadi tempat untuk ”menitipkan” anak yang tidak dikehendaki kelahirannya itu.

Hal ini menjadi sebuah bentuk keprihatinan yang mendalam terhadap perilaku tak pantas yang menimpa generasi muda yang secara liar dan seenaknya sendiri tanpa ada rasa tanggungjawab terhadap perbuatan hina yang telah dilakukan.


Melalui media Instagram, Radar Cirebon memberitakan,

“Pada waktu yang lalu sebelumnya, 22 Januari 2018, warga Kelurahan Larangan, Kecamatan Harjamukti, mendadak geger. Ada penemuan bayi laki-laki di tempat sampah. Tepatnya di Jalan Nuri VII Perumnas Utara. Bayi yang tali pusarnya belum terpotong itu, kemudian dievakuasi ke Puskesmas Larangan. Belakangan diketahui ibu bayi malang itu masih duduk di bangku SMP. Ia terpaksa membuang darah dagingnya, karena kehamilan yang tidak diinginkan. Delapan bulan berselang, giliran Dasimah (45) warga Blok Sikrupak yang dikejutkan dengan suara tangisan di depan sebuah gudang. Ia panik dan memanggil warga untuk sama-sama mencari sumber suara. Tak lama berkeliling, rupanya ada bayi berjenis kelamin laki-laki di atas mesin atau alat pembuat jaring. Kondisinya kesehatanya stabil, tetapi sekujur tubuhnya terdapat ruam. Oleh warga, bayi yang diperkirakan baru berumur empat hari tersebut kemudian diamankan di puskesmas setempat.”

Kasus-kasus penelantaran anak semacam itu menjadi keprihatinan tersendiri. Bagaimana hati seorang ibu begitu tega membuang buah hatinya?

Menurut Psikologi, Rini S Minarso S.E S.Psi M.Psi, ada banyak faktor yang mempengaruhi seorang ibu sampai hati bertindak demikian. Diantaranya, keadaan tertekan yang mengakibatkan depresi dan kekalutan mendalam. Sehingga menyebabkan ketidakmampuan berpikir dan bertindak normal.

“Justru banyak pelaku yang malah menyesal setelah membuang bayinya. Mereka menyesali dan makin depresif setelah menyadari kekeliruannya,” ujar Rini.

Memang, faktor lingkungan juga menjadi salah satu penyebabnya. Terkadang lingkungan cenderung tidak dapat menerima situasi yang terjadi pada diri si ibu bahkan menolak kehadiran bayi serta lebih menjustifikasi. Kebanyakan lingkungan cenderung memandang sinis, menghina, dari pada merangkul dan membimbing. Perempuan hamil memiliki perubahan baik dalam fisik maupun kejiwaan, bahkan dalam situasi normal sangat membutuhkan perasaan ketenangan dan kenyamanan. Dan perempuan yang hamil di luar menikah ini, tekanannya tentu akan lebih besar.


Dampak Buruk Perzinaan!

Perilaku semacam itu terus silih terjadi berganti sebagaimana yang diberitakan oleh berbagai media massa kepada khalayak. Padalah dampak buruk dari perzinaan sangat banyak, seperti  dapat menghancurkan masa depan anak, mendorong perbuatan dosa besar seperti: aborsi, bunuh diri karena merasa malu, mengundang penyakit AIDS, dan lain sebagainya.

Mestinya sudah cukup menjadi pelajaran bagi kita untuk memahami dampak buruk baik perzinaan, di dunia maupun di akhirat. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk“. (Q.S al-Isra’: 32)

“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina.” (al-Furqân/25: 68-69).

Maka sudah seharusnya kita memahami dan menjadikan pelajaran dari fenomena semacam itu. Kita mesti menjadikannya sebagai cermin, agar apa yang terjadi tidak menimpa pada diri kita di masa yang akan datang. Sembari terus menerus menjaga kehormatan diri dan memuliakan siapapun di luar diri kita.  


Menikahlah!

Mengutarakan rasa ingin menikah kepada orang tua atau wali memang berat. Terkadang rasa malu membuat seseorang akan mengurung diri untuk tidak menikah. Padahal akan jauh lebih malu dan hina, mana kala itu semua tidak kita utarakan.

Saya sudah  jelaskan di awal, bagaimana dampak-dampak buruk yang akan dirasakan karena perbuatan zina. Sebagai jalan keluar, Islam sudah menggariskan sejak awal, yaitu menikah.

Ya, menikahlah! Dengan menikah akan membuat seseorang terhindar dari perbuatan maksiat. Dengan menikah, seseorang bisa memperoleh banyak pahala, dengan menikah seseorang bisa membina generasi unggul dambaan umat dan bangsa: generasi soleh-solehah.

Dalam al-Qur’an Allah Subhanahu wata’ala menegaskan:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (QS. Ar-Ruum: 21)

“Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa"” (QS. Al Furqon: 74)

"Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik". (QS. an-Nur:26).
           
Kita memang perlu meningkatkan daya sensitif kolektif kita terhadap berbagai masalah yang terjadi di sekitar kita akhir-akhir ini. Minimal untuk bahan merenung, menghindari, dan menjaga keluarga kita, terutama anak yang kita sayangi, agar tidak terjerumus dalam kubangan zina.

Di atas segalanya, kita pun layak menegaskan ungkapan berikut kapan dan di manapun kita berada, termasuk di lingkungan sekitar kita: stop zina, menikahlah! [Oleh: Rifki Azis—Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam, Pascasarjana IAIN Syeikh Nurdjati Cirebon-Jawa Barat angkatan 2019. Tulisan ini dielaborasi dari tulisan aslinya yang berjudul “Kuasailah Bahasa Arab!; Karena Bahasa Arab adalah Bahasa Dunia dan Surga”]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok