GONTOR BERDUKA, KITA PUN BERDUKA! 

HARI ini Senin 18 Mei 2020 bertepatan dengan 25 Ramadan 1441 di sela-sela menyelesaikan sebuah aktivitas bernyawa literasi, saya dikagetkan oleh status media sosial seorang teman yang alumni Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor. 

Pada status WhatsApp-nya ia menulis, "Innalillahi wa inna ilaihi rooji'un. Telah meninggal dunia Bapak KH. Syamsul Hadi Abdan hari ini Senin 18 Mei 2020/25 Ramadan 1441 Pukul 09.15 WIB di RS. Soedono, Madiun, Jawa Timur."  

Seketika hati saya seperti bergejolak dan tak langsung percaya. Agar tak terpapar berita hoax alias bohong yang akhir-akhir ini menjadi trend yang meresahkan, saya pun tak menunggu lama, tapi langsung mencari kepastian berita itu. 

Beberapa media online yang memang bermutu dan layak dipercaya pun saya akses untuk mendapatkan informasi yang sebenarnya. Ada sekitar 5 media online yang saya buka dan baca informasinya. Ternyata betul bahwa Kiai Syamsul, demikian beliau kerap disapa, benar-benar telah meninggal dunia. 

Ya, salah satu dari 3 Pimpinan Pondok Pesantren Modern Gontor, Ponorogo, Jawa Timur yang terkenal dengan kedisiplinan, penguasaan bahasa asing, kaderisasi dan jaringan alumni yang terkenal kuat-nya ini meninggal pada usia 76 tahun. 

Trio kepemimpinan Pondok Gontor era awal adalah KH. Ahmad Sahal, KH. Zainudin Fanani dan KH. Imam Zarkasyi. Adapun kepemimpinan era kedua atau saat saat ini adalah Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA, KH. Hasan Abdullah Sahal dan KH. Syamsul Hadi Abdan yang baru saja meninggal. 

Pondok Gontor sendiri didirikan pada 30 September 1926 bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1345 H. Pondok yang tidak berafiliasi dengan partai politik dan organisasi kemasyarakatan ini memiliki motto yang khas yaitu berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas dan berpikir bebas. 

Adapun nilai penting yang selalu dijaga oleh para santrinya dikenal dengan Panca Jiwa. Panca atau lima nilai tersebut menjadi bingkai dan dasar bagi para santri dalam beraktivutas dan hidup di lingkungan Pondok. Panca Jiwa tersebut adalah sebagai berikut: 

Pertama, keikhlasan. Ini bermakna para santri berbuat sesuatu tanpa pamrih. Ia dilakukan tanpa ada kepentingan tertentu yang bersifat terselebung. Niatnya hanya untuk beribadah kepada Allah dan melakukannya secara ikhlas hanya karena-Nya. 

Kedua, kesederhanaan. Ini bermakna para santri tidak pasif atau nerimo saja terhadap sesuatu atau kondisi tertentu. Kesederhanaan mengandung nilai kekuatan, kesanggupan, ketabahan dan pengorbanan diri dalam hidup. Tak boleh pantang mundur bila diperlukan untuk terus maju. 

Ketiga, berdikari. Ini bermakna kesanggupan untuk menjaga dan menolong diri sendiri, serta tidak mudah meminta belas kasihan dari siapapun. Kemandirian merupakan energi yang mesti dipegang para santri dalam melakoni berbagai kehidupan. Sehingga tidak tergoda dengan rasa iba dari siapapun. 

Keempat, persaudaraan. Ini bermakna kesiap-siagaan dan kestulusan untuk menjaga persaudaraan sesama santri, merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dan kesetiaan untuk mengutamakan persatuan di atas persaudaraan atau ukhuwah yang bernafaskan Islam. Dengan begitu, para santri diharapkan punya kemampuan menjaga kebersamaan bila kelak hidup di tengah masyarakat. 

Kelima, kebebasan. Ini bermkna para santri dibebaskan untuk memilih, baik itu dalam berpikir maupun dalam bertindak. Mereka juga bebas menentukan masa depan, menjalani kehidupan dan mengisinya. 

Berbicara tentang Pondok Gontor memang tak ada habisnya. Ia adalah salah satu Pondok terbesar di Asia bahkan dunia yang memiliki kekhasan sehingga bisa diterima dan dikagumi oleh semua kalangan lintas latar belakang. Ia telah mendidik begitu banyak generasi berkualitas yang kini mengisi berbagai lini di negeri ini.  

Kepergian atau meninggalnya KH. Syamsul merupakan salah satu duka terdalam bagi keluarga besar Gontor. Bila Gontoriun berduka maka kita pun sejatinya juga berduka. Sebab Gontor telah berjasa besar bagi semuanya. Bukan saja bagi umat Islam dan Indonesia tapi juga bagi dinamika dan perkembangan dakwah serta peradaban Islam di berbagai penjuru bumi. 

Kita berdoa kepada Allah mudah-mudahan Allah mengampuni dosa KH. Syamsul yang dikenal sangat sederhana dan santun ini. Sembari memohon semoga Allah memberi anugerah ketabahan juga kesabaran kepada orang-orang yang dicintai yang ditinggal, dan akhirnya kelak beliau mendapat jatah surga terbaik dari-Nya. Allahumma aamiin! (*)


* Judul tulisan
GONTOR BERDUKA, KITA PUN BERDUKA! 

Oleh: Syamsudin Kadir 
Alumni Pondok Pesantren Nurul Hakim, Kediri, Lombok Barat, NTB, 1996-2002. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah