KALAU CINTA, KE KUA AJA!   

SEMUA orang punya rasa cinta. Baik untuk mencintai maupun untuk dicintai. Rasa yang berawal me dan di ini kerap membuat pemiliknya gundah gulana. Bukan saja tentang kepada siapa rasa itu diperuntukkan, tapi juga tentang kapan rasa itu menjadi halal diberikan atau diterima. 

Dampaknya, tak sedikit yang berlama-lama dalam kesendirian. Dengan satu pemahaman bahwa jalan takdir pasti mempertemukannya dengan si dia yang menjadi dambaan atau harapannya. Karena keliru memahami takdir, akhirnya kesendirian dalam penantian tak disertai usaha atau bahkan menafikan ikhtiar. 

Selain itu, ada juga yang berlama-lama dalam bingkai hubungan yang terlihat mewah dan menyenangkan tapi terisi cinta palsu dan penuh basa-basi atau manipulasi. Sebagian orang menyebutnya dengan pacaran. Pacaran pun ada banyak jenis dan pola interaksinya. Sesuai dengan standar para pelaku atau pemeluknya. 

Sebagai upaya saling mengenal dengan calon pasangan yang kelak menjadi pasangan hidup selamanya memang itu perlu. Itu namanya ta'aruf, upaya atau ikhtiar saling mengenal. Tapi ta'aruf berbeda dengan pacaran dan memang bukan pacaran. Sebab, siapa yang bisa menggaransi kalau pacaran atau hubungan alias interaksi yang tanpa bingkai akad itu tetap menjaga nilai-nilai luhur ajaran agama Allah, Dia Yang Maha Cinta? 

Di sebagian kalangan, dalam hal ini terutama kalangan muda, kita kerap menemukan fenomena berlama-lama mencari siapa dia yang kelak layak dicintai dan siapa dia yang kelak layak mencintainya. Mereka sibuk menyusun dan menebar kriteria sang calon sehingga begitu sulit bagi siapapun untuk mendekat dan menyapa. 

Karena standar yang begitu ideal, para bakal calon pun kesulitan untuk memulai mengenal atau berupaya untuk mengenal lebih dekat. Dampak lanjutannya, jangan kan untuk mengajak silaturahim ke orangtua dan keluarga, untuk mengatakan "Aku salut dan bangga pada orang setipemu" juga agak susah. Semuanya jadi kaku dan beku.  

Di sebagian kalangan muda ada juga yang berlama-lama menentukan sikap dan pilihan. Ada beberapa orang yang namanya sudah sesuai kriteria yang diidamkan. Tapi terhalang tugas akhir yang belum beres, terbentur kakak yang belum menikah, terhambat komunikasi yang hambar dengan orangtua, terjebak dalam ketidaktegasan dalam memilih, terhalang karir atau pekerjaan dan sebagainya. 

Lalu, sampai kapan rasa cinta sekadar menjadi kata-kata ajaib di lamunan dan imajinasi hayal? Tak adakah upaya lebih sungguh agar rasa yang dipunyai menjadi modal dan amal baik yang membuat kehidupan semakin indah untuk dirayakan dalam akad nikah yang halal juga digaransi mendapat berkah dari Zat Yang Maha Pemurah? 

Sudah deh, jangan banyak memikirkan sesuatu yang tidak-tidak, yang dibangun sendiri dalam imajinasi. Semua itu hanya alunan hayal. Toh rasa yang ditabung selama ini takkan pernah menjadi apa-apa manakala hanya mencukupkan diri di panggung itu. Sekarang, luruskan niat, kuatkan tekad dan beranilah untuk menyatakannya secara jujur. Tak mesti dengan kata-kata "Aku mencintaimu", tapi lakukan sesuatu yang halal yang menunjukkan kalau itu tindakan nyata dan benar-benar mencintai. 

Bagaimana caranya? Seperti apa langkahnya? Apa saja yang mesti dipersiapkan agar lebih maksimal? Bagaimana pola komunikasinya? Dan seabrek pertanyaan lain yang berkaitan dengan cinta dan mencintai dalam bingkai halal alias menikah, in syaa Allah akan ditelisik dan dibahas bersama dalam sebuah buku baru saya. 

Ya, alhamdulillah naskah buku baru saya sudah rampung. Buku berjudul "Kalau Cinta, Ke KUA Aja" ini saya hadiahkan untuk sahabat milenial di seluruh Indonesia yang belum menikah. Tapi untuk orang yang sudah menikah juga layak memiliki dan membaca buku ini. Minimal untuk menambah bacaan di saat menasehati adik atau sahabatnya yang belum menikah. 

Atau untuk dihadiahkan kepada siapapun yang perlu mendapatkan bacaan semacam ini. Mungkin keponakan, tetangga atau orang yang baru dikenal. Untuk orang yang dicintai secara diam-diam juga boleh dikasih buku ini. Barangkali menjadi obat penyemangat yang membuatnya segera melamar atau segera menerima lamaran.  

Mereka yang galau soal jodoh dan berlama-lama berteman tapi belum juga menikah juga sepertinya sangat perlu memiliki dan membaca buku ini. Bukan saja untuk menambah bacaan tapi juga untuk menambah keyakinan bahwa rasa cinta tak cukup dengan ucapan, sebab yang halal adalah tindakannya: mencintai dengan langkah yang halal alias akad nikah. 

Bagaimana pun, cinta itu adalah kata benda yang bermakna kata kerja. Ia tak cukup pada kemampuan berkata secara berbusa-busa, tapi butuh tindakan nyata. Kalau sekadar berkata, kakek tua dan nenek tua pun bisa. Saya percaya bahwa kalangan muda adalah anak-anak muda: generasi milenial Indonesia, yang lebih percaya dan suka pada yang pasti saja.  

Ayo perkaya diri dengan modal terutama modal bacaan, tentunya dengan membaca bukunya. Agar semangat terus terjaga, agar cinta berujung ke pelaminan. Kalau cinta sekadar diucapkan tanpa tindakan halal, maka itu sama saja dengan membunuh masa depan bahkan membunuh cinta itu sendiri. Dan, ya kalau benar-benar cinta, ke orangtuanya saja. Kalau cinta, ke KUA aja. Itu baru berani benaran dan benar-benar cinta. (*) 

Gebang Udik, Jawa Barat; Selasa 5 Mei 2020

* Judul tulisan
KALAU CINTA, KE KUA AJA! 

Oleh: Syamsudin Kadir
Pendiri "Taman Keluarga Bahagia--Sekolah Orangtua Hebat" dan Penulis buku "Kalau Cinta, Ke KUA Aja!", Pusat info 085797644300 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok