MENJADI GURU HEBAT, BISA!
BEBERAPA bulan terakhir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia dilanda oleh sebuah bencana non alam: Covid-19 (Corona Virus Disease 2019). Dampaknya, sudah banyak orang yang terinveksi, bahkan tak sedikit nyawa yang melayang. Secara sosial, ekonomi dan pendidikan pun, virus ini memberi dampak yang luar biasa dahsyatnya.
Di Indonesia khususnya pada aspek pendidikan, agar dampaknya bisa diredam, maka sejak Maret 2020 lalu sejumlah perguruan tinggi mengeluarkan kebijakan pembelajaran tatap muka di kampus berpindah ke rumah. Dengan menggunakan berbagai media terkait, proses belajar dilakukan secara seksama sebagaimana biasanya. Hanya saja para mahasiswa berada di rumah.
Selain itu, sejak Maret 2020 pula sejumlah kepala daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota) di berbagai Propinsi, Kabupaten dan Kota juga mengeluarkan kebijakan melalui surat edaran Kepala Dinas terkait agar kegiatan belajar-mengajar di berbagai lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah diselenggarakan di rumah masing-masing.
Kalau kita telisik sejenak, kebijakan seperti ini pada dasarnya membangun kembali kesadaran kolektif kita bahwa keluarga dimana orangtua menjadi Guru pertama dan utama anak yang memiliki peranan penting dalam proses pendidikan anak adalah laboratorium pendidikan yang punya ikatan historis dan dampak yang kuat pada diri anak.
Secara teoritis, keluarga merupakan model terkecil sistem sosial masyarakat. Dalam keluargalah proses pendidikan utama dilakukan. Menurut Mohammad Fauzil Adhim (2008), pada umumnya jika pendidikan keluarga berjalan dengan baik, maka keluarga pun akan memberi efek positif bagi keberlangsungan keluarga bahkan memberi efek konstruktif kepada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Bahkan dalam pandangan Pakar Pendidikan UIN Bandung Ahmad Tafsir (2017), pendidikan keluarga merupakan kunci dari semua proses pendidikan anak. Sebab di keluarga-lah sejatinya tempat yang paling awal bagi anak untuk memulai kehidupannya, yang kelak menjadi generasi baru bagi bangsa dan negaranya.
Sejenak, kita tepikan masalah Covid-19 dan segala dampaknya pada porsi yang tepat. Sembari tetap mengikuti standar prosedur operasional Protokol Kesehatan yang digawangi oleh Gugus Tugas Pencegahan Covid-19 atau sebutan lain di berbagai level pemerintah (dari pusat hingga desa atau kelurahan), kita atau para Guru juga perlu memastikan dirinya semakin kreatif dan inovatif dalam menjalankan pengabdian sebagai pengajar sekaligus pendidik. Kata kuncinya adalah para Guru mesti menjadi Guru hebat.
Menjadi guru yang hebat adalah sebuah keniscayaan di era milenial yang semakin kompetitif dan sulit diprediksi ini. Sebab Guru sudah berhadapan dengan generasi milenial yang juga hebat. Tuntutan agar Guru lebih hebat, terutama karena kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan ekonomi, yang membuat kecerdasan siswa juga menjadi semakin tinggi.
Secara khusus, teknologi telah mengubah gaya hidup termasuk proses belajar. Kehidupan setiap orang pun mengalami shifting (bergeser) secara masif ke dalam platform. Pekerjaan-pekerjaan warisan abad industri (abad ke-20) perlahan tapi pasti digantikan pekerjaan-pekerjaan baru berbasis teknologi informasi (abad-21).
Bahkan pekerjaan-pekerjaan lama akan tetap dibutuhkan sepanjang pelaku bisa memperkaya diri dengan aplikasi teknologi. Tidak akan ada lagi tempat bagi kelompok medioker bermental penumpang yang kurang menuntut diri untuk belajar kembali. Bahkan, ijazah dari perguruan tinggi terbaik sekalipun belum cukup bila pengembangan mental dan penempaan inovasi dan kreatifitas tidak dilakukan.
Pergeseran besar-besaran (the gret shifting) dapat diterima dengan mudah oleh mereka yang berpandangan terbuka dan terbiasa beradaptasi dengan perubahan. Mereka yang terbelenggu kejayaan masa lalu pasti menentang dan ketinggalan momentum. Tapi keberhasilan tak pernah bersifat final. Kehidupan tak berhenti setelah mencapai suatu kesuksesan. Ada satu tuntutan agar tak ditelan pergeseran zaman: to keep your self relevant. Menjaga agar pekerjaan, termasuk guru, tetap relevan dengan spirit zaman digital.
Ekosistem digital menjalankan peran membentuk interkoneksi, membuat segalanya terhubung, dan mempermudah kegiatan sosial-ekonomi. Ia memberi akses bagi beragam kapabilitas sumber-sumber daya, dan talenta untuk melahirkan inovasi. Bahkan koneksi yang bersifat edukasi semakin terbuka lebar dan bisa diakses oleh siapapun di seluruh pelosok kampung.
Termasuk upaya jenial sebagian para Guru di Manggarai Barat-NTT untuk menulis buku ini secara kolektif, yang awalnya hanya merupakan "saut-sautan" semangat, cerita dan pengalaman di sebuah group Facebook, adalah wujud ril adanya konektifitas. Sebab, tak sedikit siswa yang sudah punya karya tulis. Para Guru di Mabar tentu tertantang, bukan?
Saya sendiri baru saja menulis buku yang ke 21 seputar Mabar. Buku yang berjudul "Selamat Datang Di Manggarai Barat" dan setebal 200 halaman ini telah dilaunching dan dibedah pertama kali pada 2 November 2019 lalu di Labuan Bajo, dihadiri sekitar 500 undangan dari berbagai unsur. Turut hadir pula Bupati Manggarai Barat Bapak Drs. Agustinus Ch. Dula yang didaulat menjadi Keynot Speaker.
Rhenald Kasali, dalam The Great Shifting (2018), menjelaskan ciri-ciri pergeseran masif dan besar-besaran sebagai berikut, pertama, dimulai dari teknologi dasar, merembet ke semua sektor yang semula berdiri sendiri-sendiri, lalu berpaling sebagai satu kesatuan lewat konvergensi. Smart phon, misalnya, merupakan konvergensi banyak teknologi: semikonduktor chip, software, internet, kamera digital, telekomunikasi, dan hiburan.
Kedua, dari industri berbasis produk (product-based competition) menjadi industri berbasis platform (platform based). Era pertanian berubah menjadi era industri ditandai penemuan mesin uap. Kini era industri telah berubah menjadi era digital online berkat internet, smartphon, dan media sosial. Perkantoran bergeser ke jagat maya, cyber, dan virtual.
Ketiga, teknologi tidak pernah stagnan. Setiap revolusi (penemuan baru berdampak besar) pasti diikuti evolusi (social invention). Penemuan mesin uap diikuti evolusi pengembangannya menjadi mesin berbahan bakar cair (bensin dan solar), mesin pesawat baling-balin, dan mesin jet. Evolusi itulah yang membuat industri makin maju berkat sarana transportasi canggih.
Keempat, ranah sosial budaya juga mengalami pergeseran berkat social invetion. Budaya pertanian dan industri berbeda dengan budaya digital yang kolaboratif, berjejaring, cepar, dan serempak.
Kelima, budaya baru digital itu dikembangkan mereka yang menghadirkan masa depan ke hari ini. Bandingkan dengan warisan budaya pertanian dan industri yang cenderung menghadirkan kompleksitas masa lalu pada hari ini yang serba membatasi. The geat shifting membuat yang lama tampak kadaluwarsa (ketinggalan zaman) sehingga harus diciptakan inovasi baru agar tetap relevan.
Pertanyaannya: apakah kita bisa menjadi Guru hebat di zaman now atau era dimana generasi milenial belajar dan menghadirkan karya kreatifitas dengan beragam cara yang tentu semakin unik dan kompetitif ini?
Saya dan mungkin juga para Guru di Manggarai Barat (Mabar) percaya bahwa sangat mungkin menjadi Guru semacam itu. Menghadirkan atau menulis sebuah buku secara kolektif, sambil menanti buku-buku berikutnya, hanyalah salah satu contoh upaya para Guru agar menggapai hal itu.
Robert Bala dalam bukunya “Menjadi Guru Hebat Zaman Now” (2018), menjelaskan bahwa secara prinsip, ada tiga kriteria yang mewakili tiga kompetensi guru dalam mengajar, yaitu memahami konsep (written curriculum), metodologi mengajar (taught curriculum), dan evaluasi (assessed cirriculum).
Mari kita perjelas satu persatu. Seorang guru yang baik bisa didefinisikan sebagai orang yang mampu memahami realitas diri dan terus memantaskan dirinya, baik ilmu dan sikap, maupun tindakannya. Ia juga sanggup menyampaikan apa yang ada dalam pikiran dan pengalamannya kepada siswa.
Selanjutnya, tingkat pemahaman itu dapat diukur melalui tes yang dilaksanakan.
Pemahaman konsep yang dirumuskan disebut sebagai kurikulum tertulis (written curriculum). Konsep adalah hal yang dimiliki oleh guru dalam bentuk pengetahuan dan pengalaman pribadinya. Bukan saja dalam mengajar tapi juga dalam peran sosial-kemasyarakatan.
Artinya, pengetahuan yang diperoleh selama masa pendidikan dan terus diperbarui dalam proses belajar. Lewat kemampuan membaca, menganalisa, tidak terkecuali menonton berita berkualitas melalui media elektornik, kian mematangkan guru dalam pemahaman konsep.
Tidak hanya objek pengetahuan, tetapi ia juga mengetahui perkembangan psikologis anak. Pengetahuan psikologis menjadi sangat penting agar saat tiba waktunya, guru dapat membantu anak didik mencapai kesempurnaan pada etape hidupnya; di samping mampu menggunakan metode yang tepat dalam proses pembelajaran, bahkan mampu menemukan metode yang baru.
Pada akhirnya, kebenaran akan konsep akan diuji dari hasil yang diperoleh dari ujian. Tes akan menjadi indikator apakah materi yang dipahami oleh guru telah disampaikan secara tepat dengan menggunakan metode yang tepat. Di sini, evaluasi dan perbaikan dianggap sebagai tindak lanjut.
Ujian bagi siswa mestinya menjadi ujian bagi Guru. Prestasi siswa mesti menjadi indikator bagi Guru. Siswa yang hebat bisa dilahirkan dari Guru hebat yang telah menguji dirinya sendiri dan menjadikan pengalaman sebagai rangkaian proses menjadikannya juga sebagai pribadi hebat.
Seorang Guru yang hebat bukan saja dari dalam dan luasnya pengetahuan yang dipahami sebagai konsep, tetapi juga melek teknologi yang ditandai dengan kemampuan memanfaatkan teknologi dalam menunjang pembelajaran, dan kemampuannya untuk menemukan potensi siswa dan mencari metode yang tepat untuk mengantar siswa sampai kepada konsep yang ia pahami, bahkan melampaui konsep yang diketahui oleh Guru.
Bahkan, melalui proses jatuh-bangun, evaluasi dan aksi, perbaikan dan perubahan, seorang siswa akan terangsang nalurinya untuk terus mencari kesempurnaan. Ia tidak pernah puas dengan apa yang diperoleh, tetapi selalu berusaha memperbaikinya. Di sini Guru mesti mampu membangkitkan daya kritis kepada siswanya sehingga agar di saat masa depan tiba dengan segala problematika, kemungkinan, dan peluangnya ia dapat mengambil keputusan kritis secara tepat sesuai dengan konteksnya.
Dengan begitu, para Guru pun semakin didengar, dibanggakan, ditiru, dicinta, dan dirindu oleh para siswanya. Lagi-lagi, semuanya sangat mungkin dan mesti optimis dan percaya diri. Asal para Guru mau belajar dan terus menempa diri, semuanya sangat mungkin terjadi. "If we will it, it's not dream!" Bila kita sudah punya keinginan yang kuat, maka itu bukan sekadar mimpi. Ya, menjadi Guru hebat itu bisa! (*)
* Judul tulisan
MENJADI GURU HEBAT, BISA!
Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis 25 Buku dan Ribuan Artikel di Berbagai Media Massa dan Media Online.
Komentar
Posting Komentar