MENGENANG PAK MUTAMMIMUL ULA 

PAGI ini saya benar-benar dikagetkan dengan sebuah berita duka. Awalnya saya sedang berbincang dengan beberapa teman seputar pendidikan keluarga, termasuk bagaimana membangun generasi unggul yang menjadi kebanggaan Indonesia pada usia 100 tahun Indonesia, tepatnya tahun 2045 nanti. 

Di sela-sela perbincangan saya pun mencari tulisan dan pendapat para tokoh yang otoritatif untuk tema ini. Tak lama saya pun mengecek akun facebook Dr. Adian Husaini, MA (Adian Husaini) untuk membaca berbagai tulisan beliau yang memang punya konsen pada pendidikan keluarga dan menulis banyak artikel dan buku soal itu. 

Salah satu buku yang saya maksud adalah "Pendidikan Islam; Mewujudkan Generasi Gemilang Menuju Negara Adidaya 2045". Buku setebal 335 halaman dan diterbitkan oleh Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa, Depok-Jawa Barat pada tahun 2018 ini merupakan kompilasi pemikiran pendidikan tokoh yang aktif menulis dan memiliki 7 orang anak ini. 

Sebelum membaca berbagai tulisan beliau, terlebih dulu saya membaca status facebook tokoh yang kini diamanahi sebagai Ketua Program Doktor Pendidikan Islam Universitas Ibn Khaldun, Bogor-Jawa Barat dan konsen pada pemikiran Islam ini. Pada status beliau tertulis, "Salah satu pejuang Islam,  Mutammimul Ula (64 th) wafat, hari ini. Semoga husnul khotimah. Cita-cita dan perjuangannya kita lanjutkan."

Tak menunggu lama, saya pun mencari informasi beberapa teman termasuk kalangan media massa. Melalui pemberitaan Online-nya, https://m.republika.co.id, Republika memberitakan bahwa betul Pak Mutammimul Ula wafat pagi ini.  

"Telah berpulang ke rahmatullah Ayahanda kami tercinta dan tersayang Bapak Mutammimul Ula dalam usia 64 tahun tanggal 14 Ramadan 1441/7Mei 2020 pukul 07.56 WIB. Mohon doa, ridho dan maaf dari kita semuanya.", begitu pesan putra beliau Ismail Ghulami Hakim yang dikutip media tersebut.  

Ya telah wafat seorang aktivis Islam, tokoh inspiratif, dan sosok ayah hebat, Bapak Mutammimul Ula, SH  (pada usia 64 tahun) hari ini Kamis 7 Mei 2020/14 Ramadan 1441 pukul 07.56 WIB di RS. Sentra Medika. 

Sosok sederhana namun visoner ini adalah suami dari seorang ibu yang juga aktivis Islam, hebat dan inspiratif bagi banyak orang di seluruh Indonesia, yaitu Ibu Dra. Wirianingsih, M.Si. Keduanya adalah pasangan suami-istri atau sosok Ayah-Bunda yang punya keseriusan dalam menjadikan rumah tangga sebagai pusat kaderisasi generasi terbaik umat dan bangsa. 

Pak Tamim, begitu beliau kerap disapa, lahir pada Senin 2 April 1956 di Sragen. Aktif sebagai seorang aktivis Islam yang tangguh dan layak dicontoh. Pengalaman hidupnya kaya akan nilai dan prinsip-prinsip perjuangan. Terutama di era 1970-an dan 1980-an yang memang melahirkan berbagai sosok yang terkenal punya prinsip hidup dan perjuangan yang sangat kokoh. Mendengar kisah dan pengalaman hidupnya yang penuh heroisme pun membuat kita tertegun malu.   

Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang-Jawa Tengah 1982 ini adalah salah satu pendiri lembaga bantuan atau advokasi hukum yaitu PAHAM (Pusat Advokasi dan Hak Azasi Manusia) pada tahun 2002. Dengan organisasi bernyawa hukum ini membuat semangat dan kepeduliannya terhadap urusan keumatan dan kebangsaan semakin terasah dengan baik. 

Pada masa mudanya, almarhum terkenal sebagai sosok yang aktif, pembelajar dan organisatoris. Sehingga beliau pun aktif dalam berbagai pertemuan nasional bernyawa keumatan dan kebangsaan. Tidak salah bila kelak beliau diamanahi sebagai Ketua Umun Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII), tepatnya untuk periode 1983-1986. 

Beliau juga punya konsen dalam kebijakan publik terutama dalam hal pemenuhan dan pembebasan atas hak keumatan dan kebangsaan warga negara. Sehingga beliau pun pernah mendapat amanah rakyat Indonesia sebagai anggota DPR RI periode 1999-2004. Beliau pun berjuang total melalui ranah politik praktis. Walau belakangan beliau lebih memilih fokus mendidik anak dan membina keluarga.   

Hasil pernikahannya dengan Ibu Wirianingsih beliau dikarunia 11 orang anak yang semuanya hafiz atau penghafal al-Quran. Mereka adalah Afsalurrahman Assalam, Faris Jihady Hanifa, Maryam Qonita, Scientia Afifah, Ahmad Rasikh Ilmi, Ismail Ghulami Hakim, Yusuf Zaim Hakim, Muhammad Syaihul Basir, Hadi Sabila Rosyad, Himmaty Muyassarah dan Hasna (almarhumah).  

Saya sangat bersyukur pernah bertemu dengan beliau bahkan pernah dididik oleh beliau secara langsung. Walau hanya beberapa waktu, kenangan bersama beliau tak akan terlupakan. Pola komunikasi, diksi dan sikap beliau memang sangat berkesan. Beliau sosok Bapak sekaligus Kakak yang paham bahasa dan selera kaum muda. Beliau mendidik generasinya dalam bingkai masa depan, untuk sebuah zaman yang tak selalu sama dengan karakter sekaligus tantangannya dengan zaman beliau, sebagaimana yang diinspirasi oleh Ali Bin Abi Thalib.    

Beliau juga sosok yang benar-benar sederhana atau bersahaja. Semuanya alami dan tak dibuat-buat atau tidak dimanipulasi. Bukan saja dalam perkataan tapi memang dalam perilaku beliau sehari-hari. Saya pernah mengundang beliau untuk sebuah acara di Kota Bandung tahun 2008 silam. Uniknya beliau tak mau dijemput, karena beliau lebih memilih untuk datang sendiri. 

Beliau juga saya kenal sebagai pribadi yang kaya spiritualitas dan punya semangat dalam membangun sekaligus menjaganya. Tak ada obrolan sia-sia bila beliau berbicara atau bila kita mengajak beliau bicara, semunya bernyawa alias begizi. Ya semuanya dalam bingkai kejayaan Islam dan majunya Indonesia, terutama dengan menyiapkan generasi mudanya. 

Beliau juga sosok yang sangat toleran dalam pemahaman dan keragaman latar belakang. Sehingga beliau dikenal bahkan memang dikenal akrab dengan berbagai tokoh dan aktivis beragam latar pemahaman juga aktivitas. Bukan saja aktivis Islam dan politisi, tapi juga para pejabat dan pengusaha. Di samping pegiat masjid kampus juga ormas Islam, bahkan tokoh non muslim. 

Pada saat ini dan ke depan kita layak menelisik rekam jejak dan mendalami pengalaman beliau dalam berbagai sektor perjuangannya. Termasuk nilai dan prinsip-prinsip perjuangannya selama ini. Sehingga kita semakin memahami sosok yang akrab sekaligus berkomitmen menjaga nilai dan prinsip aktivisme ini. Ya kita layak meneladani beliau dalam membangun jiwa aktivisme diri kita, apapun organisasi, profesi dan aktivitas kita. 

Mungkin diantara kita ada yang berbeda dengan beliau dalam pemahaman dan dalam banyak aspek lainnya, namun titik temu kita sama yaitu menjadi generasi yang bergulat dan berkomitmen dengan nilai dan prinsip kebenaran sebagai nyawa dari aktivisme itu sendiri. 

Kita memang kehilangan sosok yang layak dicontoh, namun Allah punya cara tersendiri dalam memperlakukan hamba yang dicintai-Nya. Mari kita doakan secara ikhlas dan tulus, semoga beliau wafat dalam kondisi husnul khotimah dan cita-cita sekaligus perjuangannya bisa kita teladani juga lanjutkan di masa yang akan datang. Selamat jalan Pak Tamim, saya mencintai Bapak karena Allah! (*) 

Cirebon; Kamis 7 Mei 2020

* Judul tulisan 
MENGENANG PAK MUTAMMIMUL ULA 
"Sosok Ayah dari 11 Anak yang Hafiz Quran" 

Oleh: Syamsudin Kadir 
Penulis buku "PENDIDIKAN Mencerahkan dan Mencerdaskan Bangsa". 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah