Ngopi dan Berliterasi Bareng Kang Zek


SAYA baru saja selesai membaca salah satu naskah buku seorang teman yang akan terbit dalam waktu dekat. Tetiba ada pesan masuk, seorang teman (Mas Very Wahyudi) mengajak saya untuk bertemu sosok yang murah senyum dan suka berdiskusi. Ya, pada Rabu 19 Januari 2022 pukul 08.30 WIB hingga 09.30 WIB saya bersilaturahim ke rumah salah satu intelektual Nahdhatul Ulama (NU), KH. Marzuki Wahid, M.Ag yang akrab saya sapa Kang Zek, tepatnya kompleks kampus ISIF, Kota Cirebon-Jawa Barat. Selain aktif menjadi narasumber di berbagai forum lokal dan nasional, Kang Zek juga aktif menulis makalah dan artikel, juga buku. 


Seperti biasa pada pertemuan lain dengan tokoh yang berbeda, saya berupaya memanfaatkan pertemuan ini untuk mendengar banyak hal. Kebiasaan semacam ini sengaja saya jaga supaya langkah terus terasah dan kehidupan ini terus terarah. Walau demikian, Kang Zek juga begitu tulus mendengar apapun yang saya sampaikan. Kami pun membincang seputar tradisi literasi termasuk meneliti dan menulis, toleransi beragama, pola membangun jejaring di level nasional dan internasional, dan penguatan sekaligus pemberdayaan sosial. 

Pada kesempatan yang sama sembari menikmati kopi hangat, Kang Zek juga bercerita tentang pengalamannya dalam menulis dan mengedit beberapa buku. Termasuk pengalaman pada saat menempuh pendidikan di Australia beberapa tahun silam. Saya pun bercerita juga tentang pengalaman menulis selama ini, di samping mengedit beberapa naskah buku. Termasuk cerita tentang perjalanan hidup saya sejak di kampung (di Manggarai Barat-NTT), di Lombok Barat-NTB, Surabaya-Jawa Timur, Bandung-Jawa Barat, Jakarta hingga kini di Kota Cirebon-Jawa Barat. 

Di tengah perbincangan penuh canda dan tawa riang ini, Kang Zek juga merespon tentang menurunnya tradisi baca-tulis di kalangan muda, termasuk di kalangan ormas Islam. Bila dulu para ulama aktif menulis dengan gagasan yang jenial, kini jarang yang menulis. Saya pun mengafirmasi apa yang diungkap oleh sosok yang akrab dengan semua kalangan lintas profesi dan keyakinan ini. Di era perkembangan  teknologi informasi dan komunikasi yang geliat semacam ini generasi muda malah enggan dan malas memanfaatkannya untuk menghadirkan dan mempublikasi tulisan. 

Kami pun bersepakat untuk menyudahi kondisi semacam itu dengan beberapa rencana seperti memperkuat basis literasi lintas latar belakang, melakukan pertemuan rutin, menggagas penelitian dan pemberdayaan masyarakat, menerbitkan dan mempublikasi karya tulis seperti artikel dan buku, memperkokoh hubungan baik dengan sesama elemen bangsa, dan masih banyak lagi. Seperti biasa, Kang Zek memastikan bahwa agenda semacam ini mesti dibangun atas dasar ketulusan. Saya pun menimpali bahwa Allah pasti menyaksikan ketulusan hamba-Nya dalam berbuat baik dan bermanfaat. 

Walau pertemuan semacam ini sangat mendadak dan hanya sekitar 1 jam, namun kualitasnya sangat berbeda dari pertemuan lainnya. Sebuah energi awal tahun yang bermanfaat untuk tahun-tahun berikutnya. Karena Kang Zek segera hadir di agenda yang berbeda dan saya melanjutkan aktivitas membaca beberapa naskah buku, pertemuan kali ini pun kami akhiri. Menjelang akhir, kami menyempatkan untuk saling memberi hadiah buku karya masing-masing. Bila saya memberi buku "Persatuan Ummat Islam; Ide, Narasi dan Kontribusi Untuk Umat dan Bangsa" setebal 266 halaman terbitan November 2021; maka Kang Zek memberi buku "Terobosan Akademik Australia-Indonesia" setebal 429 halaman terbitan 2021. 

'Ala kulli hal, pertemuan semacam ini cukup menarik dan perlu ditindaklanjuti di masa yang akan datang. Terutama perihal penguatan literasi dan membangun hubungan baik dengan kalangan yang berbeda. Kita ingin elemen bangsa ini semakin tertarik untuk mencari titik temu, menghadirkan kesejukan di tengah kehidupan masyarakat, dan aktif melahirkan karya literasi yang bermanfaat bagi diri, bangsa dan kemanusiaan. Memang tak ada yang mampu mengokohkan tradisi pencerahan dan lakon kolektivisme selain terlahir dari dalam diri kita sendiri. Terima kasih untuk Kang Zek dan Mas Very atas jamuan kopi dan ketulusannya untuk berbagi inspirasi. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Moderasi dan Toleransi Beragama" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok