Tujuh Karakter Utama Generasi Unggul Baru
John Dewey—dalam “Teologi Pendidikan” (Jalaludin, 2001)—menyatakan bahwa, “Pendidikan sebagai salah satu kebutuhan, fungsi sosial, sebagai bimbingan, sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin ilmu.” Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa kita memang memerlukan pendidikan, tak terkecuali pendidikan keluarga. Islam sendiri menempatkan pendidikan anak atau keluarga sebagai kunci penting. Bahkan dalam pandangan Pakar Pendidikan Islam Prof. Ahmad Tafsir (2017), pendidikan keluarga merupakan kunci dari semua proses pendidikan anak. Sebab di keluarga-lah sejatinya tempat yang paling awal bagi anak untuk memulai kehidupannya, yang kelak menjadi generasi baru bagi bangsa dan negaranya.
Kedua, beribadah yang benar. Ibadah yang benar ditandai oleh tiga hal yaitu (1) beribadah sesuai perintah Allah dan rasul-Nya, (2) melakukannya secara rutin serta (3) berdampak baik pada perilaku sehari-hari. Anak-anak pun dididik untuk memahami landasan atau dalil dalam beribadah, sehingga ibadahnya tak salah atau keliru. Selebihnya mereka menyadari betul bahwa tujuan mereka diciptakan adalah untuk beribadah hanya kepada Allah, bukan untuk yang selain-Nya. Allah berfirman, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. al-Dzaariyat: 56)
Keempat, mandiri dan tertib dalam segala urusan. Mental mandiri dan tertib pada anak-anak mesti dipupuk sejak dini. Praktisnya, anak mesti dilatih untuk adil atau tidak zolim dengan waktu, menempatkan sesuatu pada tempatnya, menghormati orang sesuai martabat kemualiannya, latihan berdagang, bersungguh-sungguh dan telaten dalam mengembangkan potensi diri dan sebagainya. Bahkan dalam konteks yang lebih spesifik, mesti disiplin dalam menekuni profesi tertentu sejak dini. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.” (QS. al-Hujurat:13). Kemudian Allah berfirman, “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (QS. at-Tiin: 6). Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah sangat menyukai hamba-Nya yang beriman dan berusaha”. (HR. Thabrani, al-Baihaqi)
Kelima, berwawasan luas dan berfisik sehat. Luasnya wawasan anak-anak sangat ditentukan oleh tradisi baca di lingkungan keluarga. Orangtua mesti memantik anak-anaknya untuk giat dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dasar dan wawasan anak-anaknya. Dalam hal ini termasuk dengan membaca buku-buku yang bermutu dan beragam tema. Berkunjung ke toko buku juga termasuk agenda positif yang perlu dirutinkan. Di samping menonton acara TV yang positif dan bisa menopang perkembangan dan kemajuan wawasan anak. Termasuk mengasah keterampilan anak dalam hal menulis sehingga mampu menulis artikel, cerita pendek atau cerpen, puisi, novel juga buku. Sehingga konten media dan sumber tulisan lainnya semakin berkualitas dan tidak didominasi oleh informasi hoax dan berita tak bermutu.
Wawasan yang luas saja tak cukup, karena itu ia mesti ditopang oleh fisik yang sehat dan kuat. Anak-anak mesti berolahraga secara rutin. Misalnya, lari, renang, berkuda, bermain bulu tangkis, futsal, silat dan sebagainya. Sehingga anak-anak memiliki wawasan yang luas dan memiliki fisik yang sehat sekaligus kuat. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” (QS. al-Baqarah: 247). Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang menghendaki kebaikan dunia maka dengan ilmu, dan barangsiapa yang mengendaki kebaikan di akhirat maka dengan ilmu, serta barangsiapa yang menghendaki keduanya maka dengan ilmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Keenam, memiliki semangat yang tinggi dan mampu mengelola kesempatan. Semangat (ghiroh) untuk melakukan kebaikan dalam lingkup kesempatan, terutama untuk beribadah kepada Allah dan beramal soleh lainnya mesti terus digelorakan dalam kehidupan keluarga. Anak-anak mesti dipahamkan bahwa setiap detik yang berlalu selamanya takkan kembali, namun mesti dipertanggungjawabkan semuanya. Karena itu mesti diisi oleh amal baik atau berkarya, baik ibadah dan berdoa maupun amal soleh dan amal sosial lainnya. Allah berfirman, “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rezki yang Kami berikan.” (QS. as-Sajdah: 16)
Ketujuh, bermanfaat bagi diri dan kemanusiaan. Hal penting dalam kehidupan manusia adalah kebermanfaatan. Anak-anak mesti dikondisikan sejak dini untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi lingkungannya. Mereka mesti dipahamkan bahwa sebagai-baik manusia adalah yang banyak bermanfaat bagi diri dan kemanusiaan. Allah berfirman, “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri.” (QS. al-Israa: 7). Kemudian, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang membantu keperluan saudaranya, maka Allah akan membantu keperluannya.” (HR. Bukhari dan Muslim), dan “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi kemanusiaan.” (HR. Ahmad).
Terlahirnya generasi unggul baru, yang dalam doa Nabi Zakaria disebut sebagai “dzurriyyatan thoyyibah” (QS. Ali ‘Imran: 38), merupakan dambaan kita semua, terutama para orangtua dan pendidik anak-anak di berbagai lembaga pendidikan. Beberapa ciri sekaligus karakteristik yang disebutkan di atas hanyalah sebagian kecil dari begitu banyak hal yang mesti kita pahami dan internalisasi bagi generasi semacam itu. Semoga dengan proses pembentukan atau pembinaan yang maksimal dalam pendidikan keluarga dan lembaga pendidikan lainnya membuat keluarga dan lembaga pendidikan lainnya benar-benar menjadi “rahim” terbaik dan terproduktif bagi lahirnya generasi unggul baru Indonesia di masa kini dan di masa yang akan datang! (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Melahirkan Generasi Unggul" dan Wakil Sekretaris Umum DPW PUI Jawa Barat
Komentar
Posting Komentar