Ke Nurul Hakim, Apa yang Kau Cari?


PADA 7-14 Juli 2023 lalu saya berkunjung ke Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Selain bersua dengan Bapak Haji Lalu Pathul Bahri selaku Bupati Lombok Tengah untuk finalitas naskah buku tentang sosok yang sederhana ini, kesempatan kali ini saya manfaatkan untuk silaturahim ke Pondok Pesantren Nurul Hakim (NH) di Kediri, Lombok Barat, NTB. Selain itu, saya juga mengisi kesempatan ini dengan aktivitas silaturahim ke Bapak TGH. Muharrar Mahfudz, Ustadz Najamudin, Ustadz-ustadz lainnya dan beberapa teman sekolah saat nyantri di NH puluhan tahun silam. 

Selain itu, pada Senin 10 Juli 2023 saya mendapat kesempatan untuk menjadi narasumber acara bedah buku berjudul "Aku, Dia & Cinta" dan "Plan Your Success" di Masjid Alwalidain Kampus 3 PPKH KMMI Nurul Hakim. Bila buku yang pertama merupakan antologi tulisan saya dan 23 penulis lainnya di seluruh Indonesia, maka buku yang kedua merupakan buku solo saya yang terbit pada 2020 lalu dan dicetak ulang pada 2023 ini. Bila buku yang pertama dihadiri ratusan santriwati, maka buku yang kedua dihadiri oleh ratusan santriwan. 

Menjelang kembali ke Jakarta dan Cirebon, Jawa Barat pada Kamis 14 Juli 2023, tepatnya sekira pukul 07.00-10.00 WITA, saya manfaatkan untuk berjalan santai mengunjungi beberapa asrama dan lembaga pendidikan di lingkungan NH. Salah satu yang saya kunjungi adalah kompleks asrama santri putra, sebelah barat gedung Yayasan Nurul Hakim Lombok. Diantara hal menarik yang saya temukan saat masuk dari gerbang timur asrama tersebut adalah tulisan "Ke Nurul Hakim, Apa yang Kau Cari?". Tulisan yang bernada pertanyaan ini berlatar foto sang pendiri NH Bapak TGH. Safwan Hakim (alm.). 

Seingat saya, era saya nyantri di NH medio 1996-2002, tulisan ini belum ada. Bahkan tulisan lain yang berisi motivasi dan kalimat bijak lainnya belum ditemukan seperti yang saya temukan di berbagai tembok di lingkungan NH saat itu. Namun kali ini saya dikagetkan dengan tulisan ini, juga tulisan lainnya di beberapa tembok. Tentu saya tidak sedang menggugat tulisan itu, saya hanya ingin mengatakan satu hal: Nurul Hakim dari waktu ke waktu semakin maju dan berkembang pesat. Adanya ungkapan bijak semacam itu merupakan indikasi sederhana betapa lembaga pendidikan kebanggaan berbagai kalangan ini sudah semakin bernyawa dan layak dibanggakan. 

"Ke Nurul Hakim, Apa yang Kau Cari?" merupakan pertanyaan sederhana untuk menggugah kesadaran para santri yang hendak menempuh pendidikan di berbagai lembaga di pondok yang berlokasi di Jalan Taruna Nomor 5 Kediri, Lombok Barat, NTB ini. Pesannya jelas dan tegas, diantaranya, pertama, pentingnya kejelasan tujuan nyantri di NH. Menjadi santri adalah lakon hidup yang spesial dan istimewa. Namun menyadari hal itu belumlah cukup. Karena itu, santri perlu memiliki kejelasan tujuan. Sebagai santri mesti memiliki tujuan yang jelas dan tidak ragu dengan tujuannya. Misalnya, mencari dan mendalami ilmu dalam beragam wajah dalam bingkai ridho Allah. 

Kedua, bila tujuannya mencari dan mendalami ilmu, maka di sini dibutuhkan niat yang jelas dan murni. Di sinilah pentingnya meluruskan niat dalam mencari ilmu. Mencari ilmu atau menjadi santri adalah lakon mulia, karena itu perlu dimulai dengan niat yang ikhlas karena Allah dan bukan untuk tujuan materi sekaligus jabatan duniawi. Sederhananya, nyantri di NH mesti menjaga niat karena dan untuk Allah semata. Bila niatnya mencari materi dan jabatan duniawi, maka ilmu yang diperdalam hanya sia-sia bahkan bakal tidak memperoleh apa-apa selain lelah. Hal ini tentu sebuah masalah besar yang layak dihindari. 

Ketiga, belajar di NH mesti sungguh-sungguh dan berkorban. Mencari ilmu adalah ibadah dan aktivitas mulia. Siapapun yang nyantri mesti menunaikannya dengan sungguh-sungguh. Belajar dengan segala bentuk dan jenis pembelajaran di NH mesti ditempuh dengan sungguh-sungguh. Ngaji kitab, belajar bahasa Arab dan Inggris, belajar mata pelajaran dan berbagai kurikulum di NH mesti dijalankan dengan sungguh-sungguh. Santri mesti berkorban banyak hal, dari waktu, uang dan tenaga hingga pikiran. Belajar tak boleh dianggap pekerjaan biasa hingga dilakukan dengan santai, sebab ini jihad yang mesti ditunaikan dengan sungguh-sungguh sekaligus berkorban untuknya. 

Keempat, mencari ilmu mesti pada guru yang ahli dan sudah ditentukan oleh dan di NH. NH adalah gudang para Tuan Guru dan Ustadz-Ustadzah yang ahli pada bidangnya masing-masing. Hal ini sudah menjadi pengetahuan umum sejak puluhan tahun silam. Sehingga santri NH pun berasal dari berbagai kota dan daerah. Bukan saja dari NTB tapi juga dari luar NTB seperti Bali, NTT, Jawa, Sumatra, dan sebagainya. Bahkan alumni NH sudah tersebar di berbagai daerah atau kota bahkan luar negeri. Bagi santri, belajar pada ahlinya adalah kunci mencari ilmu. Manfaatkan kesempatan menjadi santri sebaik-baik mungkin untuk belajar kepada mereka yang ahli di bidangnya. 

Mendapat kesempatan untuk menempuh pendidikan di NH merupakan anugerah dari Allah. Tak semua orang yang mengikuti tes masuk bisa lolos lalu bisa nyantri di NH. Hanya mereka yang lolos tes saja yang bisa menempuh pendidikan di sini. Bukan saja di tingkat MTs dan Madrasah Aliyah tapi juga tingkat SMK bahkan perguruan tinggi seperti Institut Agama Islam Nurul Hakim dan Ma'had Aly. Memiliki tujuan, menjaga niat, kesungguhan dan taat pada para pembina baik Tuan Guru maupun para Ustadz-Ustadzah merupakan kunci sekaligus modal penting yang mesti dimiliki agar saat nyantri di NH berdampak baik bagi santri itu sendiri. 

"Ke Nurul Hakim, Apa yang Kau Cari?" merupakan penggedor kesadaran kita bahwa nyantri di NH itu bukan sambilan dan bukan karena tidak diterima di lembaga pendidikan lain di luar sana. NH mesti dipilih sebagai prioritas utama dari lembaga pendidikan lainnya. Sebab di NH bukan saja menekuni ilmu fardhu 'ain tapi juga ilmu fardu kifayah. Bukan saja ilmu tentang ibadah tapi juga ilmu tentang kehidupan sosial atau muamalah bahkan kelak insyaa Allah yang berdampak pada karir. Karena itu, saat kita nyantri di NH mesti dibangun di atas kesadaran moral yang tinggi bahwa nyantri di NH sejatinya untuk tujuan mulia, bukan untuk tujuan yang sia-sia dan hina dina. Bila mengalami kelelahan itu hal biasa. Lalui saja dengan tetap menjaga niat dan tujuan mulia yang kita miliki. Sungguh, setiap lelah yang Lillah pasti berkah! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Plan Your Success" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok