Merangkai Kata, Merawat Peradaban


Alhamdulillah acara pertemuan perdana "Forum Penulis Nurul Hakim" hari Selasa 1 Agustus 2023 melalui Zoom Meeting berlangsung lancar dan sukses. Acara yang dimulai pukul 20.00 WITA (pukul 19.00 WIB) ini berakhir pada pukul 22.30 WITA (pukul 21.30 WIB) dengan menghadirkan tiga narasumber sebagai pemantik forum, pertama, Ustadz Nuim Hidayat, MA (Aktivis Dakwah dan Penulis), Kedua, Pak Inggar Saputra, M.Si (Dosen dan Penulis), dan Ketiga, Pak Iwan Wahyudi (Intelektual Muda dan Penulis). Ya, ketiganya saya "paksa" hadir menjadi narasumber tentu dengan host yang oke punya Ibu Herlyana Hasyim (Guru), istri Ustadz Awaludin pengajar Bahasa Inggris di Program Umum MTs Putra Nurul Hakim. 

Pada acara yang dihadiri oleh puluhan penulis buku "Merindui Nurul Hakim" dan alumni Pondok Pesantren Nurul Hakim ini dihadiri juga oleh unsur Yayasan dan para Ustadz dan Ustadzah yang masih mengajar di pondok yang berkantor pusat di Jl. Taruna No. 5, Kediri, Lombok Barat ini. Pada sambutannya, Ustadz Firdaus Nuzula, M.Pd. mewakili pimpinan Yayasan Nurul Hakim Lombok mengapresiasi acara ini. Menurutnya, acara ini dapat menjadi embrio dan jembatan lahirnya para penulis handal ke depan. Bahkan ia berjanji bakal mengadakan agenda serupa ke depan dengan melibatkan berbagai lembaga di Nurul Hakim. 

"Saya sangat apresiasi acara ini. Sebab bisa menjadi jembatan dan momentum yang dapat menumbuh-kembangkan potensi santri juga alumni Nurul Hakim yang jumlahnya besar. Pondok sendiri sejatinya sudah membangun tradisi literasi sejak lama. Buletin al-Hikam salah satu contohnya. Ke depan perlu kita optimalkan lagi media semacam itu. Termasuk melibatkan berbagai lembaga dalam kegiatan literasi Nurul Hakim," ungkap Ustadz Firdaus Nuzula selaku salah satu pimpinan Yayasan yang juga aktif sebagai dosen di Institut Agama Islam Nurul Hakim.  

Pada materinya Ustadz Nuim Hidayat berbagi semangat, motivasi dan tips menulis. Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bila terjun dalam dunia kepenulisan. Pertama, niatkan menulis sebagai media sekaligus aktivitas dakwah. Kedua, menulis sebagai upaya mengedukasi masyarakat, terutama di era media yang terus menjamur. Ketiga, menulis perlu kesungguhan dan pelatihan. Keempat, menulis perlu dibarengi dengan tradisi baca yang kuat. Kelima, tradisi baca dan tulis perlu dibangun dari lingkungan keluarga. 

Ia juga menegaskan bahwa tradisi baca merupakan tradisi yang diwariskan oleh keluarganya, terutama bapaknya sejak kecil. Ia mengaku ayahnya suka membaca buku dan majalah. Ayahnya juga suka membawa buku sekolah ke rumah. Ia pun mengingatkan bahwa menulis itu butuh latihan setiap hari, sehingga semakin terasah. Ia juga mengatakan bahwa motivasi menulis yang baik adalah dakwah. Bila motivasinya dakwah maka tradisinya bakal kokoh. Sebab motivasi dakwah tak bakal kehabisan ide, selalu ada ide yang muncul dan berserakan di luar sana. 

"Menulis adalah senjata dan media dakwah yang potensial. Saya menulis karena tujuan dakwah sebagaimana yang Allah firmankan dalam surat an Nahl ayat 125. Dakwah tentu bukan saja dengan lisan tapi juga tulisan. Apalagi di era digital ini, mesti ada yang mengisi media online dengan tulisan yang mengandung dakwah atau edukasi. Kita perlu belajar kepada Buya Hamka, Pak Mohammad Natsir dan para tokoh lainnya. Sehingga tulisan kita bernilai dan mengandung semangat perjuangan," ungkap Ustadz Nuim Hidayat.  

Sementara Pak Iwan Wahyudi mengatakan bahwa menulis butuh proses dan latihan terus menerus. Ia sendiri mengaku kerap menulis di media sosial seperti facebook dan blog. "Saya mengawali menulis karena sering mengisi acara di berbagai forum terutama di organisasi mahasiswa. Saya mencicil tulisan di media sosial seperti facebook dan blog. Karena saya ingin agar apa yang sampaikan terdokumentasi dengan baik, sehingga ide yang muncul tidak hilang tapi terjaga dengan baik bahkan kelak bisa diterbitkan menjadi buku yang terbaca oleh banyak pembaca di luar sana. Kita menulis ya percaya diri saja, lalu minta masukan atau koreksi teman terdekat kita," ungkap penulis buku "Di The Best" dan beberapa judul buku ini 

Tak kalah semangatnya, Pak Inggar Saputra juga berbagi tips dan pengalaman. Ia mengaku dulu sering menjadi narasumber kegiatan pelajar dan mahasiswa. Ia juga suka menulis di status media sosial. Bahkan ia sering menulis saat di stasiun kereta dan kereta api, bahkan sering menulis saat menunggu pesawat berangkat kala di bandara. Menurutnya, menulis itu kapan dan di mana saja, bila ide muncul langsung dituliskan dan tidak menunggu nanti. Sebab ide yang muncul belum tentu nanti kembali datang. Hanya saja, ia mengingatkan agar menulis diimbangi dengan tradisi baca yang kuat. 

"Saya juga dulu sering mencicil tulisan di facebook. Saat di kereta dan pesawat saya manfaatkan untuk menulis tentang apa saja yang saya alami, terlihat dan kejadian di sekitar. Apalagi pada masa pandemi lalu, itu momentum saya banyak menulis. Saya suka menulis karena memang suka membaca, terutama buku dalam beragam tema. Begitu juga tulisan di jurnal ilmiah, media massa dan media online, saya baca juga. Sehingga ide saya berkembang biak bahkan jadi artikel, jurnal dan buku," aku dosen di beberapa perguruan tinggi dan penulis belasan buku ini.  

Alumni Nurul Hakim yang kini berkarir di Jakarta Pak Marwan MZ. juga berbagi tips dan pengalaman menulis pada forum ini. Menurutnya, menulis adalah tradisi Islam. Karena itu, ketertarikan kita pada tradisi ini merupakan bagian dari gairah kita berislam. "Saya juga termasuk yang tertarik dalam dunia kepenulisan. Terutama ketika saya mendapatkan tugas di berbagai negara, saya benar-benar terdorong untuk menulis. Ditambah lagi karena sejak di Nurul Hakim saya sudah terbiasa membaca buku, juga menulis tulisan sederhana. Kuncinya adalah niat, kemauan kuat dan pembiasaan," ungkapnya. 

Menulis pada hakikatnya adalah aktivitas yang membuat seseorang bisa menemukan potensi dirinya. Bila ia terus menggali dan menekuninya maka kelak ia pasti merasakan betapa menulis itu nikmat dan berdampak bagi kehidupan bahkan lingkungan sosial juga peradaban bangsanya. Saya sendiri sangat kagum pada tiga sosok tokoh sekaligus pimpinan Dewan Dakwah ini: Pak Mohamad Natsir, TGH. Safwan Hakim dan Dr. Adian Husaini. Ketiganya adalah da'i yang aktif menulis di berbagai media massa bahkan kelak jadi beragam judul buku. Mereka bukan saja menulis, tapi juga aktif membaca sehingga memiliki ide cemerlang tentang banyak hal terutama dakwah dan pendidikan. Mereka adalah pena peradaban yang mampu merangkai kata dalam rangka merawat peradaban umat juga bansa. Kita layak melanjutkan lakon ketiga tokoh ini di era ini dan di masa yang akan datang. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Kontributor Buku "Merindui Nurul Hakim" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok