Berani Mencicil Tulisan, Jangan Diam!


SAYA merupakan salah satu pemula dalam dunia kepenulisan. Selain karena tidak berprofesi sebagai penulis, karena memang hanya "pengangguran", saya juga bukan keturunan seorang penulis. Latar belakang semacam itu kadang membuat saya tidak berani menulis tentang berbagai hal yang pada dasarnya perlu saya tuliskan. Salah satu hambatan saya selama sekian tahun lalu adalah enggan memulai bahkan tidak berani. Bukan karena takut dimarahin pembaca, tapi benar-benar tidak berani memulai menulis. 

Saya kadang mirip seperti teman saya yang keinginannya banyak sekali termasuk ingin menulis novel tentang keluarganya. Teman lain, ingin menulis di surat kabar dan media online setiap hari. Lalu, teman lain lagi ingin menulis buku dalam beragam judul. Bahkan ada juga teman yang ingin menjadi penulis tetap di berbagai website dengan bayaran mahal. Saya pun tak jauh beda dengan teman-teman saya: jago menyusun daftar keinginan, tapi tak pernah memulai bertindak atau menulis. Bahkan bisa dikatakan, saya ingin ini itu hanya berbusa-busa dan berbasa-basi! 

Pada kadar tertentu, bagi saya ini adalah penyakit berbahaya yang bila dibiarkan bakal jadi penyakit menular dan membahayakan masa depan. Bayangkan saja, ada teman yang sehari-hari hanya mengatakan ini: pokoknya saya ingin memiliki buku berjudul ini dan novel berjudul itu, tapi menulis status di media sosial saja tidak mencerminkan apa yang menjadi keinginannya. Akhirnya, tak sedikit yang jadi stress gegara sibuk dengan keinginan tapi enggan memulai langkah praktisnya. Padahal menulis itu butuh praktik, bukan bicara saja. Ya, menulis itu artinya menulis itu sendiri, hingga menjadi produk tertentu yang dapat dipublikasi dan dibaca pembaca. 

Pada beberapa tahun terakhir, pengalaman semacam itu saya evaluasi dan benahi. Saya pun belajar untuk memastikan diri saya menulis setiap hari. Itu target sekaligus fokus saya setiap hari. Apapun aktivitas saya di setiap harinya, saya selalu berupaya untuk menulis minimal satu bahkan jika lagi bersemangat saya menulis hingga lima artikel. Bagi saya, menulis itu butuh keberanian, terutama untuk berani memulai dalam kondisi apapun. Bila ide mengendap, maka itu pertanda perlunya penguatan ide dengan cara membaca karya orang lain. Saya pun membaca tulisan orang lain, baik dalam bentuk buku maupun artikel di berbagai media terutama media online.  

Selain itu, menulis itu perlu dicicil. Tulisan sebanyak apapun pasti dimulai oleh satu huruf. Dari artikel ilmiah juga begitu, mesti dimulai dengan satu huruf. Bila saya mengikuti audisi menulis artikel menulis tentang pendidikan atau pesantren maka saya mencicilnya dari tulisan pendek lalu kelak jadi tulisan panjang. Awalnya satu huruf jadi beberapa kata dan kalimat, hingga jadi artikel utuh. Untuk satu tulisan kadang saya bisa selesaikan dalam sepekan, tapi ada juga yang sekali duduk alias belasan atau puluhan menit saja. Tulisan ini saya tulis sambil menengok beberapa grup WhatsApp yang saya gawangi, terutama yang berkaitan dengan tradisi literasi. 

Bagi pembaca di luar sana, terutama yang masih pemula seperti saya, silahkan mencicil tulisannya. Saya tidak sedang menggurui, tapi berbagi pengalaman saja. Misalnya, kita memiliki ide seputar pendidikan pesantren, tapi kesulitan untuk merangkainya jadi kalimat atau tulisan pendek. Pada kondisi ini, yang mesti kita lakukan adalah mencicil ide kita seadanya ke dalam tulisan. Setelah itu, sediakan waktu khusus untuk membaca tulisan penulisan lain terutama ahli atau pakar, atau tokoh yang konsen dengan tema tulisan yang sedang kita garap. Lakukan itu berulang kali hingga kita memperoleh ide atau perspektif yang luas dan kaya.  

Setiap ada ide baru dari hasil membaca karya orang lain dapat kita tulis poin pentingnya lalu dielaborasi ke dalam tulisan yang agak panjang. Setelah itu, silahkan koneksikan dengan tulisan yang sudah kita tulis sebelumnya, dari ide kita yang asli. Bila pada kondisi ini kita masih kesulitan untuk memulai, maka satu-satunya cara adalah paksakan diri untuk membaca karya orang lain. Bangun tekad dari dalam diri untuk belajar dan belajar. Jangan biarkan kesombongan menjerat kita lalu mengatakan ini: tak perlu belajar, menulis itu mudah. Dan jangan sampai ikut di berbagai grup media sosial tapi hanya berdiam diri. Memang mau mencari apa di grup? 

Sebagaimana menulis, membaca juga perlu dicicil, semampunya kita saja. Mencicil artinya memulai menulis, lalu ditampung hingga rampung. Tapi tetap saja memaksa diri adalah langkah jitunya. Bila kita sudah terbiasa membaca maka secara otomatis ide dan perspektif kita tentang sebuah tema juga bakal luas dan khas. Bila itu dijadikan tulisan atau menjadi inspirasi untuk tulisan baru maka tulisan kita bakal semakin banyak bahkan tulisannya bermutu, sehingga tulisan kita tuntas bahkan kelak diburu pembaca. Tapi kuncinya adalah berani mencicil tulisan, termasuk aktif berbagi komentar dan tulisan di berbagai grup media sosial, sehingga lebih aktif dan produktif, bukan diam saja! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Merindui Nurul Hakim" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok