Suara Muhammadiyah dan Tradisi Literasi Kita


MUHAMMADIYAH merupakan salah satu persyarikatan di Indonesia yang didirikan pada 18 November 1912 silam oleh sang ulama yang kini mashur di seluruh dunia, KH. Ahmad Dahlan. Muhammad Darwis, begitu nama aslinya, mendirikan pergerakan ini di sebuah desa  di Yogjakarta, Desa Kauman. Organisasi ini didirikan tepat setelah Kiai Dahlan tiba dari Tanah Suci, Mekkah. Di Mekkah beliau mewarisi ilmu yang didapatnya dari belajar dan tinggal bersama para ulama setempat kala itu. Belakangan organisasi yang didirikannya berkembang pesat dari berbagai aspeknya, bahkan kini menjangkau berbagai negara dan benua di dunia. 

Salah satu yang akrab dengan Muhammadiyah adalah majalahnya yaitu Soewara Moehammadiyah (ejaan lama) atau Suara Muhammadiyah (ejaan baru). Majalah ini hadir sejak medio awal pendirian Muhammadiyah, 13 Agustus 1915, 108 tahun silam. "108 tahun silam di kampung kecil Kauman Yogyakarta, seorang tokoh bernama H Fachrodin bersama sahabatnya KH Ahmad Dahlan, berinisiasi menghadirkan sebuah media pencerahan, yang diberi nama Soewara Moehammadiyah [ejaan lama]", ungkap Deni Asy'ari Direktur Utama PT. Syarikat Cahaya Media/Suara Muhammadiyah dalam tulisannya  yang berjudul "108 Tahun Menginspirasi". 


"Kala itu, tepatnya tanggal 13 Agustus 1915, masyarakat Indonesia masih gagap dengan tulis baca. Ilmu pengetahuan masih jauh dari tradisi kehidupan, bahkan beragama pun cenderung fanatis dan penuh dengan tradisi singkretisme.... Dengan visi yang jauh ke depan, kedua tokoh Muhammadiyah ini memberanikan diri mengambil strategi dakwah melalui media, walaupun sementara tradisi masyarakat pada saat itu tidak mendukung", lanjut tokoh muda Muhammadiyah yang juga aktif menulis di Suara Muhammadiyah itu. 

Kini Suara Muhammadiyah sudah berusia genap 108 tahun. Darinya kita bisa belajar tentang banyak hal terutama dari sisi literasi, pertama, orientasi. Suara Muhammadiyah sejak awal hingga kini berorientasi dakwah amar makruf nahi mungkar. Orientasi mulia semacam ini diadaptasi secara objektif, dinamis dan praktis ke dalam berbagai bentuk tulisan yang diulas dalam majalah ini setiap kali terbit. Orientasi inilah yang membuat Suara Muhammadiyah terus menjadi corong Muhammadiyah yang handal dan berdampak bagi dakwah persyarikatan Muhammadiyah, umat dan bangsa, bahkan kini diakses atau dinikmati oleh berbagai warga lintas negara di dunia. 

Kedua, konten. Dari waktu ke waktu atau dari satu edisi ke edisi berikutnya, Suara Muhammadiyah selalu menghadirkan konten yang menarik sehingga mendorong pembaca untuk menikmatinya di sela-sela berbagai aktivitas. Dari konten ibadah, fiqih dan tafsir hingga akhlak, muamalah, sosial dan kebangsaan juga peradaban global. Beragam kolom yang dihadirkan dengan penulis kredibel juga informasi yang akurat sekaligus kekinian membuatnya mendapatkan tempat di hati pembaca. Semuanya diulas dalam bingkai perspektif yang kaya sehingga mencerahkan, mencerdaskan dan memajukan pembacanya. 

Ketiga, konsistensi. Suara Muhammadiyah kini sudah berusia 108 tahun. Usia demikian bukanlah usia pendek, ini adalah usia panjang atau cukup tua bahkan sangat tua. Konsistensi pada orientasi dan konten merupakan dua modal penting yang membuat majalah ini tetap hadir di tengah warga persyarikatan bahkan masyarakat Indonesia juga dunia. Selain itu, tentu saja manajemen redaksi dan media menjadi keunggulan tersendiri, sehingga dari generasi ke generasi majalah ini terus terjaga dengan baik. Di samping itu, tentu saja konsistensi para penulis yang mendapat kesempatan dan kehormatan untuk berkontribusi pada beragam tema pada majalah ini. 

Keempat, ekspansi. Bila dulu Suara Muhammadiyah hanyalah usaha kecil dan hanya berbasis majalah sederhana dengan oplah tak seberapa, kini ia sudah berkembang menjadi perusahaan besar yang layak diperhitungkan. Abad kesatu telah dilewati, kini ia memasuki awal abad kedua. Transformasi usaha, yang tetap dalam bingkai orientasi awal, telah membuatnya semakin produktif dan berdampak pada masyarakat luas. Mulai dari bisnis penerbitan majalah dan buku, lalu media digital, batik, konveksi, ekspedisi, retail dan property hingga yang teranyar adalah perhotelan: SM Tower. 

Suara Muhammadiyah adalah potret media yang tak terhempas oleh gempuran tantangan dan hambatan yang terus menerpa, bahkan di tengah menjamurnya media yang muncul secara kompetitif belakangan ini. Perkembangan teknologi media justru dijadikannya sebagai "jalan lain" untuk mengokohkan visi, misi dan aksi literasinya yang sudah berlangsung selama 100 tahun lebih. Orientasi, konten, konsistensi dan ekspansi merupakan pilar sekaligus energi yang membuatnya terus berdaya dan kompetitif di tengah menjamurnya media cetak dan online terutama selama satu dekade terakhir. 

Pada Suara Muhammadiyah kita belajar banyak hal, khususnya seputar literasi media. Bahwa visi mesti diperjuangkan dengan orientasi yang kuat dan mengakar. Langkah-langkahnya perlu disusun secara rapih dan runut, sehingga bisa dijalankan dengan seksama dan melintasi zaman. Nilai dan prinsip-prinsip luhur bermedia mesti dijaga dan menjadi benteng utama, bukan semata materi duniawi. Bila pun materi hadir sebagai dampak ikutan, tetap dimanfaatkan untuk pengembangan usaha dan penguatan visi media itu sendiri. Sebuah aksi jenial dan pengalaman bermedia yang layak diapresiasi dan diteladani. Terima kasih banyak kepada Suara Muhammadiyah, semoga terus mencerahkan umat, bangsa dan dunia (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Muhammadiyah; Ide, Narasi dan Karya" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok