Kunci Sukses Kehidupan di Pondok
Sebagai orangtua, saya tentu sangat bersyukur kepada Allah karena anak saya mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di lembaga pendidikan yang representatif. Lembaga pendidikan semacam ini bukan saja dipimpin sekaligus dibimbing oleh para ulama (tuan guru) dan pendidik (para ustadz dan ustadzah) yang memiliki basis keilmuan yang kokoh, tapi juga memiliki pengalaman mengelola lembaga pendidikan yang tak bisa dianggap sepele. Sehingga sebagai orangtua, saya merasa ada ketenangan hati karena anak saya mendapatkan pendidikan yang baik dan unggul.
Dalam beberapa kesempatan saya selalu menasehati anak saya agar memperhatikan beberapa hal penting. Pertama, luruskan niat karena Allah. Mencari ilmu adalah jihad. Maknanya, santri harus meyakini dan memahami bahwa mencari ilmu termasuk di pondok adalah jihad. Jihad merupakan salah satu amalan utama dalam ajaran Islam. Karena itu niat hidup di pondok harus berbasis pada pijakan yang kuat yaitu ikhlas karena Allah, bukan untuk selain Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Siapa saja yang keluar dalam rangka mencari ilmu maka dia sedang berjihad di jalan Allah hingga kembali ke rumahnya." (HR. Tirmidzi)
Kedua, giat dalam belajar. Pondok adalah gudang ilmu. Para santri mesti memiliki semangat yang tinggi dalam belajar. Bahkan bukan sekadar semangat, tapi giat dalam belajar. Semangat adalah motivasi dari dalam diri, sementara giat adalah tindakan praktis dalam pembelajaran. Setiap pembelajaran di asrama dan kelas harus diikuti dengan baik. Mesti ada upaya dari dalam diri untuk mendapatkan ilmu sebanyak mungkin dan memahami substansinya. Karena itu, giat dalam belajar tidak dilihat saat mengikuti ujian saja, tapi selama 24 jam selama hidup di pondok. Santri juga harus aktif membaca dan mencatat atau menulis setiap yang didengar, dilihat dan dialaminya.
Ketiga, memiliki semangat keunggulan. Maksudnya, santri harus memiliki minat dan bakat tertentu yang benar-benar ingin ditekuninya secara khusus. Semua pembelajaran adalah penting, namun ada yang benar-benar menjadi keunggulan personal santri. Kunci sekaligus pemandunya adalah al-Quran dan al-hadits. Santri harus memahami ayat dan hadits minimal yang berkaitan langsung dengan ilmu yang ditekuninya. Santri juga harus mendalami ilmu bahasa seperti nahwu dan shorof. Ilmu kunci semacam itu mesti dipelajari dengan serius. Selebihnya, keunggulan seorang santri bisa diketahui dari jawabannya atas pertanyaan ini: kamu bisa dan jago apa?
Keempat, para tuan guru dan para ustadz sekaligus ustadzah di pondok adalah orangtua juga. Hanya saja, mereka dibatasi oleh hukum syar'i seputar "mahram dan muhrim". Karena itu, mereka adalah orangtua dalam hal keilmuan dan keteladanan yang baik. Mentaati mereka merupakan bagian tak terpisahkan dari wujud ketaatan pada orangtua sendiri. Mendengar nasehat, mengikuti bimbingan dan menjalankan anjuran mereka merupakan keniscayaan bagi santri yang ingin meraih sukses. Jadikan mereka sebagai teladan kebaikan juga adalah hal yang sangat penting bagi kehidupan santri.
Kelima, terbiasa mempraktikkan ilmu. Berbagai ilmu yang diperoleh harus dipraktikan dan dijadikan panduan dalam menjalani kehidupan, terutama saat masih di pondok. Kebiasaan untuk menjalankan berbagai mata keilmuan dan mempraktikannya selama di pondok sangat berdampak pada kebiasaan santri ketika kelak berada di rumah bahkan di tengah masyarakat, atau ketika masuk dalam ranah profesi tertentu. Karena itu pembiasaan diri semacam itu harus dilakukan oleh santri secara sadar, rutin, dan disiplin. Mulai dari diri sendiri, dari hal-hal kecil, dan dari sekarang.
Niat yang ikhlas, giat belajar, menjaga adab, kedisiplinan, kemandirian, keterampilan hidup, pembentukan karakter dan kebersamaan merupakan satu kesatuan yang utuh dalam menjalani kehidupan di pondok. Santri harus berkorban dan berjuang agar berbagai ilmu dan pembelajaran yang diperoleh mendapatkan keberkahan dari Allah dan membentuk dirinya menjadi sosok yang berkarakter mulia, berkepribadian baik dan memiliki keunggulan tertentu. Dengan menerapkan nilai-nilai tersebut, maka santri secara nyata turut berperan serta dalam membentuk dirinya sebagai generasi emas Indonesia yaitu generasi yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia serta memiliki keunggulan sosial. (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Merindui Nurul Hakim"
Komentar
Posting Komentar