Mengantar Anak Pada Hari Pertama Sekolah Sebagai Gerakan Emas
Dalam konteks Indonesia Emas 2045, yang digadang-gadang sebagai momentum Indonesia menggapai puncak kemajuannya, mencerdaskan bangsa menjadi elemen penting. Generasi emas yang hadir bahkan memimpin Indonesia pada tahun 2045 mendatang adalah generasi yang tercerahkan dan mampu mencerdaskan generasinya. Keterlibatan semua elemen dalam menjalankan peran tersebut merupakan langkah yang jenial dan mesti dijalani sejak sekarang.
Kita sangat bersyukur dan haru karena hal tersebut mendapatkan afirmasi dari berbagai kementrian atau lembaga terkait. Salah satunya oleh Kementrian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga atau Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Republik Indonesia (Kemendukbangga/BKKBN). Kementrian ini mencanangkan peranan seorang ayah dalam pendidikan anak, terutama dalam hal teknis seperti mengantar anak pada hari pertama sekolah.
Hal tersebut menunjukan ketegasan dan kesungguhan pemerintah pada upaya melahirkan generasi emas Indonesia. Hal ini terutama setelah dikeluarkannya Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2025 Tentang Gerakan Ayah Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah yang dikeluarkan pada 10 Juli 2025 oleh Menteri Kemendukbangga/BKKBN. Walau terlihat snagat teknis dan praktis, hal ini menjadi kabar baik bagi dunia pendidikan Indonesia, termasuk pendidikan keluarga, tentang peranan seorang dalam pendidikan anak. Bahwa ayah bukan sekadar pencari nafkah tapi juga inspirator dan motivator pendidikan bagi anaknya.
Pertanyaan mendasarnya adalah mengapa dan apa urgensi ayah dalam pendidikan anak? Pertama, ayah adalah model keteladanan. Dalam hal pendidikan anak, ayah dapat menjadi model peran yang baik bagi anak-anaknya dan menunjukkan nilai-nilai dan perilaku yang positif. Mengantar anak ke sekolah, walaupun tidak mesti setiap hari, anak dapat merasakan kasih sayang ayahnya dan menjadi model baginya bagaimana menemani anaknya ketika kelak sudah berkeluarga sepertinya. Dengan begitu, sang ayah pun akan berupaya menjadi model kebaikan bagi anaknya.
Kedua, ayah adalah penyeimbang emosi bagi anaknya. Anak memiliki dunianya sendiri. Selain akrab dengan permainan, anak juga akrab dengan sikap membela diri sekaligus ego diri. Kadang, dalam kondisi tertentu emosi anak meledak-ledak bahkan nyaris tak terkendali. Pada kondisi demikian, anak sejatinya sedang membutuhkan sosok ayah. Bukan sekadar telatennya seorang ayah dalam mengantar anak ke sekolah tapi juga kehadiran sosok ayah secara fisik. Emosi anak akan terkendali bila aktif berinteraksi dengan sosok ayahnya. Keakraban semacam ini sangat membekas pada diri anak di masa mendatang.
Ketiga, penumbuh dan pengembang karakter. Ayah juga dapat menjadi penentu karakter seorang anak. Sebagai orangtua, ayah dapat membantu menciptakan karakter baik bagi anaknya terutama dengan memberikan kasih sayang, dukungan, dan bimbingan secara langsung, walaupun dalam hal yang sangat sepele seperti cara menyimpan sepatu, melepas tas dan menyimpan buku. Hal sederhana seperti itu secara langsung seorang ayah sedang mengajarkan nilai-nilai kepedulian, tanggung jawab, kerja keras, dan kemandirian pada anak.
Keempat, pendukung akademik. Dalam perspektif Islam, orangtua termasuk ayah adalah pendidik pertama dan utama anak dalam pendidikan keluarga. Kemampuan ayah dalam mendidik anaknya di lingkungan keluarga sangat mempengaruhi pendidikan anak saat di pendidikan formal atau sekolah. Kehadiran ayah secara praktis, termasuk mengantar anaknya ke sekolah adalah wujud dukungan akademik seorang ayah pada pendidikan anaknya. Kehadiran sosok ayah dapat memompa semangat anak dalam belajar dan mengembangkan keterampilan akademisnya hingga kelak berprestasi.
Upaya pemerintah tersebut adalah gerakan emas yaitu sebagai penegas pentingnya peranan seorang ayah dalam pendidikan anak, bukan saja di lingkungan rumah tapi juga interaksi di lembaga pendidikan formal seperti sekolah. Jadi, ketika seorang ayah mendapat kesempatan untuk mengantar anaknya ke sekolah adalah sebuah anugrah dan momentum emas. Bila perlu, bukan hari pertama sekolah saja, tapi setiap hari sekolah. Hal tersebut dapat membantu anaknya untuk tumbuh dan berkembang menjadi individu yang seimbang serta menjadi anak yang berprestasi, baik di saat sekarang maupun di masa mendatang. (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Melahirkan Generasi Unggul"
Komentar
Posting Komentar