Berliterasi Bareng Pak KH. Nurhasan Zaidi


Majalengka merupakan salah satu kabupaten yang kaya di Jawa Barat. Ia kaya akan berbagai potensi terutama potensi alamnya. Selain bukti, hutan dan sungai dengan air yang masih jernih, ia juga terkenal dengan perkebunan dan persawahan yang asri dan indah. Ya, hari ini Rabu 5 Januari 2022 saya mendapatkan kesempatan untuk menikmati suasana sawah di sebuah tempat di Majalengka, Jawa Barat. Tepatnya di Bantaragung, Majalengka. Termasuk panorama alam di beberapa tempat yang jauh dari pusat kota. 


Kali ini saya bersamaan dengan rombongan Ketua Umum DPP Persatuan Ummat Islam (PUI) Pak H. Nurhasan Zaidi yang akrab saya sapa Pak Nurhasan. Beliau ditemani oleh keluarganya yang memang untuk beberapa kesempatan sering ke tempat ini, di samping tempat tujuan wisata alam lainnya di Majalengka. Selain pemandangannya yang asli dan masih perawan, udara di destinasi alam ini masih bersih dan suasananya sejuk.  


Suasana sawahnya mirip seperti suasana sawah di kampung saya di Flores, tepatnya di Cereng, Golo Sengang, Sano Nggoang, Manggarai Barat-NTT. Insyaa Allah suasana seperti ini bakal menjadi inspirasi untuk membangun desa wisata dan alam sekitar secara produktif. Sekarang yang mesti dilakukan adalah banyak belajar ke berbagai desa yang ada di berbagai kota di Indonesia. Minimal amati secara detail, setelah itu, lakukan adaptasi dan modifikasi.


Ya, sebagai upaya meningkatkan kualitas literasi diri, hari ini saya memang sengaja berkunjung ke Majalengka. Literasi kali ini bukan sekadar baca-tulis juga pengetahuan, tapi juga tentang kreatifitas dan inovasi dalam beragam jenisnya. Termasuk bagaimana mengelola destinasi wisata dan produk home industri menjadi sumber ekonomi. Sebuah perjalanan yang kaya inspirasi dan perlu ditindaklanjuti beberapa waktu ke depan. 


Dan pada momentum ini saya bersua dengan para tokoh dan pegiat lintas latar belakang. Ada politisi, pendidik, pembisnis, pengelola wisata, dan masih banyak lagi. Saya semakin optimis bahwa kekuatan ekonomi negara kita sejatinya masih terjaga, syaratnya adalah sektor yang bersentuhan dengan ekonomi masyarakat dijaga dengan baik. Pertumbuhan dan jejaringnya dipelihara dan dibuka lebar hingga bisa diakses oleh pasar. Sehingga denyut ekonomi di lapisan bawah benar-benar terjaga dengan baik. 


Di sela-sela obrolan, Pak Nurhasan bertanya kepada saya, "Apakah di NTT ada suasana semacam ini?" Tak menunggu lama saya langsung menjawab, "Banyak Pak. Alam NTT itu indah. Apalagi Manggarai Barat tempat saya berasal, alamnya masih bersih dan sejuk. Hutannya luas dan kaya beragam pohon. Bahkan sawah dan kebun juga masih banyak." Sebetulnya Pak Nurhasan sedang menghibur saya karena beberapa waktu lalu laptop dan handphon atau HP saya diservice karena terkena hujan. Bila laptop perlu yang baru, maka HP sudah punya LCD baru. 


Pada kesempatan ini saya dan Pak Nurhasan juga berkunjung ke Pondok Mufidah Santi Asromo yang didirikan oleh KH. Abdul Halim (Mbah Halim), salah satu dari tiga pendiri PUI lainnya: KH. Ahmad Sanusi dan Mr. R. Syamsuddin, pada tahun 1932. Di sini saya menyempatkan untuk berziarah ke makam beliau dan keluarganya. Selain mengingat betapa ajal kematian adalah jalur yang pasti dilalui setiap manusia, di sini saya juga mengenang jejak perjuangan dan jasa beliau pada ormas yang kini sudah berusia 104 tahun ini bahkan bagi Indonesia.  


Pada kesempatan ini saya juga manfaatkan untuk mengenalkan buku baru saya yang berjudul "Persatuan Ummat Islam; Ide, Narasi dan Kontribusi untuk Umat dan Bangsa" yang sudah dilaunching pada momentum peringatan 104 tahun PUI pada 21 Desember 2021 lalu di SMK PUI, Jatibarang, Indramayu-Jawa Barat. Kala itu buku setebal 266 halaman ini langsung dikenalkan juga oleh H. Iman Budiman (Ketua Umum DPW PUI Jawa Barat), satu dari dua penulis buku ini. 


Ya, gerakan literasi selama ini akrab dengan dua aktivitas yaitu baca dan tulis ditambah berhitung. Tiga hal tersebut memang aktivitas literasi, namun literasi tidak itu saja. Ada begitu banyak aktivitas literasi yang bisa dilakukan oleh siapapun. Misalnya, merenung, membaca alam, berkunjung ke tempat-tempat wisata, mengingat kematian, mengenang jasa para tokoh, dan masih banyak lagi. Berliterasi secara sederhana adalah berupaya untuk memahami sesuatu dan memanfaatkannya secara produktif hingga berdampak baik dan luas. Itulah sebagian aksi literasi saya dengan Pak Nurhasan Zaidi yang hingga kini masih menjadi Ketua Umum PUI kali ini. (*)

Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Kalo Cinta, Nikah Aja!" 

 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok