Nurhasan Zaidi dan Tradisi Literasi Kita


Alhamdulillah hari ini Rabu 5 Januari 2022 saya mendapat kesempatan untuk menghadiri acara Seminar Literasi yang diselenggarakan oleh Dinas Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Majalengka. Acara ini diselenggarakan di Auditoriun Lantai 2 Gedung Perpustakaan Daerah Majalengka di Jl. KH. Abdul Halim Nomor 113, Majalengka. 

Pada acara yang bertema "Kolaborasi Menuju Kabupaten Literasi Majalengka Raharja" ini Iwan Dirwan, selaku Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Kabupaten didaulat menjadi narasumber pengantar. Bang Iwan, demikian akrab saya menyapanya, menyampaikan beberapa poin penting sebagai strategi menyukseskan gerakan literasi di Majalengka kini dan ke depan, yaitu penguatan literasi, sedekah buku, membangun kolaborasi, membangun kemitraan, meningkatkan kualitas bacaan, dan membangun role model. 


Sementara H. Nurhasan Zaidi anggota DPR RI yang diundang dan menghadiri acara menyampaikan beberapa hal, pertama,  mengapresiasi dan mendukung kegiatan ini. Sebab kegiatan literasi adalah kunci penentu kesuksesan bahkan masa depan bangsa. "Agenda ini adalah agenda literasi. Sebuah kegiatan yang sangat menentukan kemajuan bangsa. Itu yang terjadi di negara-negara maju seperti Amerika, Eropa dan sebagainya", ungkapnya. 

Kedua, menata dan mengelola perpustakaan adalah kunci perubahan. Untuk itu, kita mesti bersemangat dalam menata dan mengelola perpustakaan. Anak-anak perlu diajak membaca dan menikmati suasana perpustakaan. Buatlah mereka nyaman dan tertarik untuk terus mengunjungi perpustakaan. "Sebagai orangtua kita perlu menjadi teladan. Biasakan membaca buku, agar anak-anak juga suka membaca buku", tegasnya. 


Ketiga, semua tempat mesti menjadi tempat baca. Rumah-rumah kita perlu disiasati agar menjadi tempat yang nyaman untuk membaca. Makanya, sediakan pojok tertentu di rumah untuk menyimpan buku. Sehingga suasana di rumah mendukung upaya kita untuk membangun tradisi literasi terutama membaca di lingkungan rumah atau keluarga. "Sediakan tempat di rumah kita untuk buku atau perpustakaan buku", lanjutnya. 

Keempat, gerakan literasi perlu ide atau gagasan. Gagasan adalah kunci yang tidak boleh tidak, alias harus kita miliki. Maksudnya, membangun tradisi literasi perlu pengetahuan. Begitu juga dalam menata perpustakaan. Tujuan kita membaca pun mesti berbasis pada upaya meningkatkan kualitas ide atau gagasan.  Dengan demikian dampak literasi bukan seketika tapi berjangka panjang bahkan bisa meraih berbagai kesuksesan juga kemajuan. "Orang sukses itu pasti akrab dengan literasi", tegasnya. 


Membangun gerakan literasi adalah membangun masa depan. Penggiatnya adalah penentu masa depan. Perpustakaan merupakan kunci majunya peradaban. Maka keterlibatan kita dalam membangun literasi adalah upaya untuk membangun peradaban masa depan bangsa kita. Kuncinya adalah perpustakaan. Ia mesti dikelola dengan baik. Buku-bukunya pun harus banyak dan berkualitas. Perpustakaan itu seperti air bening yang mengalir dari berbagai tempat menuju banyak tempat. Kita perlu terus mengalirkan semangat literasi sebagai ruhnya ke berbagai penjuru. 

Ke depan, kita perlu secara serius melakukan pembenahan dalam menggerakkan literasi termasuk menata perpustakaan. Kita mesti menghidupkan perpustakaan agar nyaman bagi siapapun, termasuk anak-anak. Mereka adalah generasi penentu masa depan bangsa kita. Karena itu semangat berliterasi perlu ditularkan kepada mereka juga. Vaksin literasi mesti terus digiatkan kepada seluruh generasi muda kita. 

Ala kulli hal, acara semacam ini merupakan acara yang penting bagi masa depan bangsa. Bukan saja tentang literasi tapi juga tentang batu-bata dan sejarah masa depan Majalengka bahkan bangsa ini. Kecerdasan elemen bangsa terutama kalangan muda perlu menjadi prioritas kita ke depan. Literasi bukan saja tentang baca atau tulis, tapi tentang kreativitas dan inovasi. Artinya, tradisi baca mesti memberi dampak pada produktifitas kita dalam  memanfaatkan berbagai momentum untuk berkarya. Itu paling tidak inspirasi yang saya dapatkan dari kegiatan literasi Majalengka kali ini, termasuk dari H. Nurhasan Zaidi. Semoga bermanfaat dan menggerakkan kita semua! (*)


Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Kalo Cinta, Nikah Aja!" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah