Menelisik Manfaat Sosial-Ekonomi ZIS


SALAH satu dimensi penting yang masih berkaitan dengan Ramadan adalah Zakat. Bahkan para ulama menegaskan bahwa shaum wajib yang dilaksanakan pada Ramadan dan zakat merupakan dua rukun Islam yang bersaudara. Keduanya menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak bisa dipisahkan. Bila shaum Ramadan berdimensi spiritual-mental, maka zakat adalah ibadah yang berdimensi sosial-ekonomi. Sehingga melaksanakan keduanya secara bersamaan merupakan keniscayaan. Dalam pengertian bahwa bila kita sudah melaksanakan shaum Ramadan, maka selanjutnya kewajiban yang mesti kita tunaikan adalah membayar zakat. 

Zakat, seperti juga infak dan sedekah, atau yang akrab di masyarakat kita disebut dengan ZIS, merupakan bagian dari amal ibadah yang diperintahkan oleh Allah kepada seluruh umat Islam. Perbedaan zakat, infak dan sedekah adalah terletak pada sifat wajib atau tidaknya, serta orang-orang yang berhak menerimanya. Begitu juga dengan manfaat zakat, infak dan sedekah. Zakat wajib dibayarkan oleh muslim yang memenuhi syarat. Sedangkan infak dan sedekah adalah ibadah sunnah bagi mereka yang memiliki kelebihan harta.

ZIS sendiri memiliki beragam manfaat sosial dan ekonomi bagi orang-orang yang menerimanya. Manfaat tersebut tidak selalu berarti pemenuhan kebutuhan fisik, tetapi juga pemenuhan kebutuhan rohani sehingga melibatkan kesehatan mental. Bila ditelisik, diantara manfaat sosial-ekonomi ZIS adalah sebagai berikut, pertama, menumbuhkan semangat menghamba kepada Allah. Semangat semacam ini pada awalnya berkaitan pada masing-masing individu, namun selanjutnya bisa menjadi semangat kolektif dalam kehidupan sosial. 

Dipahami bahwa ZIS merupakan syariat Allah yang hanya akan punya dampak semacam itu manakala terjadi proses memberi-menerima antar sesama. Ketika kita membayar ZIS sejatinya kita sedang bersyukur kepada Allah. Semakin giat kita menunaikan ZIS maka Allah pasti memberi tambahan rezeki kepada kita. Falsafah agama dan sosial menegaskan bahwa manusia yang pandai memberi pasti mendapatkan balasan setimpal bahkan lebih tanpa disangka-sangka atas apa yang ia berikan.  

Kedua, menjaga hubungan persaudaraan dengan sesama. Ketika kita membayar ZIS maka secara otomatis kita sedang membangun ikatan persaudaraan dengan orang-orang yang berada di luar lingkungan sosial kita. Bagaimanapun, di luar sana tak sedikit yang secara ekonomi masih membutuhkan uluran tangan. Selain itu, kita juga dapat menumbuhkan kenyamanan dalam kehidupan bermasyarakat bahkan berbangsa dan bernegara.

Keempat, penguatan ekonomi dan pemberdayaan sosial. ZIS merupakan modal yang selalu tersedia dalam membangun perekonomian masyarakat. Di sinilah perluanya ZIS dikelola secara produktif, bukan sekadar pemenuhan kebutuhan yang sifatnya konsumtif. Pengelolaan ZIS secara produktif ke depan memungkinkan para mustahik bertransformasi menjadi muzakki. 

ZIS yang dikelola dengan profesional akan berdampak pada pemanfaatan ZIS itu sendiri. Bila selama sekian waktu ZIS kerap dikelola untuk tujuan konsumtif, maka sudah saatnya dikelola secara produktif yang mengarah kepada pemberdayaan masyarakat. Sehingga ke depan ekonomi mereka semakin berdaya dan maju, serta kehidupan sosial pun terjaga dengan baik dan hubungan antar masyarakat semakin nyaman.  

Dalam konteks itu, lembaga zakat yang ada, perlu aktif dan kreatif dalam membuat program yang dapat mengubah keadaan mustahik menjadi muzakki. Sebagai negara muslim terbesar di dunia, Indonesia sudah semestinya mengelola ZIS secara profesional, sehingga berdampak bagi upaya pembangunan mental dan ekonomi masyarakat.  

Di era perkembangan teknologi yang semakin geliat ini, lembaga zakat mesti memanfaatkan teknologi dan mendalami manajemen pengelolaan ZIS dengan baik, sehingga pengelola lebih profesional. Dampaknya, muzakki semakin mudah berzakat dan meluasnya penyaluran ZIS kepada mustahik. Selanjutnya, mustahik dan keluarganya berangsur sejahtera secara ekonomi, bahkan kelak berubah status dari mustahik menjadi muzzaki yang produktif. 

Tak terasa Ramadan segera berlalu. Semoga seluruh ibadah dan amal kita mampu membawa kita pada tujuan mulia yaitu hamba yang bertaqwa kepada Allah dan manusia yang memiliki sikap peduli, simpati, dan empati sosial yang tinggi pada sesama makhluk-Nya! (*)


* Tulisan ini dimuat dan dapat dibaca pada halaman 2 Koran Radar Cirebon edisi Kamis 20 April 2023. Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku “Literasi Ramadan”


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok