Profesor Thomas dan AP Hasanuddin Linglung?


"Ya. Sdh tidak taat keputusan pemerintah, eh masih minta difasilitasi tempat shalat Ied. Pemerintah pun memberi fasilitas", tulis Thomas Djamaluddin pada sebuah komentar di akun media sosial Facebook miliknya. Dan beberapa tulisan pendek atau komentar si Thomas yang lebih berbahaya karena cenderung merendahkan Muhammadiyah dan ormas atau umat Islam yang menunaikan shalat Id Fitri pada Jumat 1 Syawal 1444/21 April 2023. Selain sinis dan membabi buta, komentar dan respon si Thomas juga tidak mencerminkan ia sebagai seorang profesor yang mestinya beropini dengan basis ilmiah dan adab ilmuan. 

AP Hasanuddin yang konon ASN juga mengamini ocehan si Thomas. Bahkan responnya jauh lebih fatal dan berbahaya bagi stabilitas nasional kita. Melalui akun media sosialnya, tepatnya akun Facebook: AP Hasanuddin ia melakukan ancaman pembunuhan kepada setiap warga Muhammadiyah dan siapapun yang melaksanakan shalat Id Fitri pada Jumat lalu. Dengan dalih tak berdasar alias ngawur, ia pun menantang agar dirinya segera dilaporkan ke pihak berwajib. Seakan-akan menegaskan dirinya tidak bakal tersentuh hukum. Ini benar-benar teror terbuka sekaligus benalu bagi NKRI! 

Saya sendiri dengan jutaan warga mengadakan shalat Id Fitri pada hari Jumat. Istri dan anak-anak saya mengikuti jutaan warga lainnya mengadakan shalat Id Fitri hari Sabtu. Begitu juga keluarga besar di berbagai kota. Ada yang shalat Id Fitri hari Jumat, ada juga yang hari Sabtu. Termasuk warga di kampung halaman saya di Manggarai Barat, NTT. Semuanya berbeda hari pelaksanaan shalat Id Fitri. Kita sudah biasa dengan perbedaan semacam itu. Bukan sejak sekarang, tapi dari dulu. Para leluhur bahkan ulama juga begitu. Tak ada konflik ini itu. Mereka tidak pusing! 

Kita dengan keragaman dan perbedaan, semuanya aman, adem dan seru-seru saja. Bahkan rerata semuanya saling menjaga, agar ibadah berjalan lancar. Engga ada yang ribet dan ribut. Semua bisa makan dan minum yang enak-enak. Bisa ngumpul bareng keluarga. Bahagia dan riang gembira. Engga ada yang bingung dan bengong karena berbeda hari shalat Id Fitri. Id Fitri malah benar-benar jadi momentum untuk lebaran: melebarkan silaturahim dan keakraban. Dan tidak pusing!  

Si Thomas dan AP Hasanuddin saja yang bingung sendiri. Konon ingin menyatukan, tapi dengan menebar kebencian dan sinisme secara membabi buta. Bahkan merendahkan orang yang berbeda dengan pemahaman, keyakinan dan ocehannya. "Kita senang-senang, dia pusing. Kita bahagia, dia stroke. Mungkin!", ungkap seorang teman. "Si Thomas susah lihat orang senang dan senang lihat orang susah," lanjut teman yang lain. "Mungkin mereka butuh healing dulu, piknik-lah!," komentar yang lain. Mungkin faktor usia dan makanan haram juga, sehingga lelah dan tidak tenang. Akhirnya si Thomas dan AP Hasanuddin benar-benar tambah pusing!  

Faktanya kita, termasuk masyarakat awam di semua tempat, adem-adem saja. Semuanya akur, saling sapa dengan yang berbeda. Ketika bersua kita begitu puas berbagi tawa dan canda, semuanya bahagia. Tak ada masalah ini itu. Kita satu dalam perbedaan. Kita berbeda tapi satu. Dan kita sudah dewasa dengan semua itu. Sejak dulu hingga sekarang dan nanti. Tak ada yang terusik dengan perbedaan dan keberadaan mereka yang berbeda. Indah sekali suasananya. Si Thomas dan AP Hasanuddin malah yang pusing! 

Saya akrab dengan warga lintas Ormas Islam. Dari NU, Muhammadiyah, Persis, PUI, SI, al-Washliyah, Dewan Dakwah, Hidayatullah, NW dan masih banyak lagi. Termasuk teman-teman yang bercelana ngatung, saya akrab juga dengan mereka. Alhamdulillah silaturahim terjaga dengan baik. Tak ada masalah apa-apa. Beda hari raya tak membuat celah konflik sebagaimana yang disampaikan si Thomas dan AP Hasanuddin, malah semuanya tambah akrab. Karena semuanya sudah bisa dan biasa bercanda dengan perbedaan. Semua riang gembira. Mengapa si Thomas dan AP Hasanuddin yang pusing? 

Pada akun media sosialnya: Thomas Djamaluddin, si Thomas dan AP Hasanuddin begitu aktif menghadirkan tulisan dan komentar yang cukup provokatif. Adrenalin keangkuhannya semakin wah bila merespon pertanyaan dan komentar santun sekalipun. Pertanyaan ilmiah pun ia jawab dengan diksi emosional dan terkesan membabi buta. Mereka yang memantik diskusi tapi mereka yang marah-marah dan merendahkan mereka yang berbeda. Saya dan masyarakat awam di luar sana pun bertanya: mengapa si Thomas dan AP Hasanuddin jadi pusing? 

Saya awalnya tidak mau berbicara atau mengomentari berbagai tulisan si Thomas di media sosial. Hanya saja kalau dibiarkan terus menerus, nanti malah jadi blunder. Masyarakat diajak ribut hanya karena keyakinan dia yang kolot alias animis dan ilmu pengetahuan dia yang sempit alias dangkal. Kata profesor yang melekat padanya malah semakin tak bermakna apa-apa, padahal setiap hari dia memproduksi konten di media sosial. Begitu juga soal si AP Hasanuddin. Sosok ini wajib ditangkap oleh aparat kepolisian. Selain menyampaikan ancaman pembunuhan kepada yang berbeda pemahaman, ancamannya juga dilakukan secara terbuka. 

Sebagai orang kampung dan waras, saya mesti menegaskan bahwa si Thomas dan AP Hasanuddin sejatinya sedang bingung alias linglung. Standar keilmuan mereka terlalu kolot, pemahaman mereka sangat dangkal dan wawasan keindonesiaan mereka sangat picik. Sebabnya, mungkin karena kurang makan opor ayam. Atau sangat mungkin karena gelar akademik dan karirnya diperoleh dengan cara haram. Jadi, selain tidak membiarkan mereka tambah bingung atau linglung di balik jubah jabatan yang mereka miliki, saya perlu pastikan keduanya agar dibawah ke ranah hukum. Sebab tak ada maaf bagi para benalu yang berupaya merusak keakraban warga dan peneror yang menghadirkan keresahan atas republik Pancasila ini! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Merawat Indonesia" 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok