MENGGAPAI KEMULIAAN DENGAN SABAR DAN SYUKUR 

KEHIDUPAN di dunia ini selalu diliputi berbagai kondisi. Semuanya silih berganti. Miskin dan kaya, misalnya. Kadang ada orang yang suatu saat terlihat begitu miskin, namun pada saat yang lain malah terlihat begitu kaya. Bahkan ada orang yang bukan sekadar terlihat miskin atau terlihat kaya, tapi memang miskin atau kaya.

Kemiskinan sendiri tidak serta merta membuat seseorang menjadi mulia. Sebab bisa jadi karena kemiskinan membuat seseorang menjadi kufur nikmat. Misalnya, ia jadi enggan bersyukur atas berbagai kenikmatan yang Allah anugerahkan kepadanya selama ini. Enggan bersyukur adalah sikap hina, lawan dari kemuliaan. 

Kekayaan harta juga tidak serta merta membuat seseorang jadi terhina. Sebab bisa jadi karena kekayaan membuat seseorang menjadi bertambah syukur kepada Allah. Dengan hartanya ia membantu sesama, ia pun menjadi sosok dermawan. Itu adalah sikap syukur yang paling sederhana yang ia miliki. 

Maka yang paling penting sebetulnya bukan soal miskin atau kaya hartanya, tapi pada sabar dan syukurnya. Bila kekurangan harta maka bersabarlah sembari menjaga sikap syukur kepada Allah. Bila kaya, maka bersabarlah dengan cara memanfaatkan harta pada hal-hal yang bermanfaat sembari bersyukur kepada Allah. 

Miskin dan kaya sejatinya sama-sama punya peluang yang menyebabkan seseorang bisa menjadi hina dan bisa juga menjadi mulia. Sikap hati dan tingkah seseorang dalam segala kondisi semacam itu sangat menentukan. Bila kufur maka seseorang jadi hina, bila syukur maka seseorang jadi mulia. Baik dalam kondisi miskin atau pun dalam kondisi kaya.

Sebagai orang beriman kepada Allah, maka kita mesti percaya bahwa semua urusan dan kondisi yang kita alami adalah kebaikan. Allah Maha Tahu apa yang benar-benar kita butuhkan. Allah punya standar bakunya. Kita hanya meraba apa yang benar-benar baik untuk kita. Penentunya tetap saja Allah. 

Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda, "Ajaib urusan orang beriman itu. Sungguh semua urusannya adalah kebaikan. Jika ditimpa hal-hal baik dia bersyukur maka itu kebaikan baginya. Dan jika ditimpa hal-hal buruk dia bersabar maka itu kebaikan pulanbaginya" (HR. Muslim)

Jadi, dalam kondisi apapun kita bisa menjadi baik dan penebar kebaikan. Bila ditimpa kondisi miskin, misalnya, maka kita mesti bersabar. Bila mendapatkan harta atau menjadi orang kaya maka kita mesti bersyukur. Keduanya adalah kebaikan. Keduanya adalah kemuliaan. Sama-sama mendapat balasan terbaik dari Allah.  

Sebagai media latihan, bila di pagi hari kita bersua dengan pagi, maka bangkitlah lalu tataplah langit dengan senyuman. Kita mulai pagi ini dengan senyuman indah. Sebab pagi ini Allah menyediakan untuk kita berbagai pemandangan yang indah. Termasuk nikmat iman dan sehat yang Allah masih berikan kepada kita. 

Tanamkan dalam hati dan pikiran kita bahwa hari ini kita mesti menjadi hamba Allah yang pandai bersabar dan bersyukur. Jangan biarkan hati dan perasaan kita jadi beku atau mengeras seperti batu. Bila mengeras, hadirkan kembali sikap sabar dan syukur pada hati juga perasaan kita. Terus begitu. Kita tak boleh kalah oleh kondisi yang kita alami. 

Jangan pernah silau dengan berbagai kelebihan harta atas tetangga atau orang di luar sana yang kita lihat. Doakan saja agar mereka jadi orang kaya yang dermawan dan bertambah syukurnya. Itulah yang membuat kita dan mereka atau orang-orang kaya itu bertambah mulia. 

Bila kita kaya harta maka pandailah bersyukur. Jangan pernah menghina atau merendahkan mereka yang miskin atau hartanya lebih sedikit dari harta yang kita punya. Mari doakan mereka agar rezekinya Allah tambahkan. Sehingga kita dan mereka menjadi hamba yang tambah kualitas syukurnya. Itulah yang membuat kita bertambah mulia di hadapan-Nya.  

Boleh jadi dalam perjalanan kehidupan dunia kita menemukan manisnya dunia. Bila dalam kondisi demikian kita bersyukur maka itu pertanda Allah ridho dengan apa yang kita peroleh dari-Nya. Namun bila kita ingkar atau enggan untuk bersyukur maka bisa jadi Allah tidak ridho dengan apa yang kita alami. Dan bisa jadi inilah biang yang membuat Allah mengurangi apa yang seharusnya kita peroleh. 

Bersabar dan bersyukur adalah obat paling mujarab bagi kuatnya iman kita kepada Allah termasuk atas takdir juga ketentuan-Nya. Bila jiwa kita terasa gersang maka periksalah sabar dan syukur pada diri kita. Sebab bisa jadi itulah yang membuat jiwa kita terguncang. Bisa jadi hanya karena ujian hidup, miskin maupun kayanya kita, membuat kita enggan bersabar dan bersyukur. Padahal keduanya, pandai bersabar dan bersyukur, adalah ciri dan jalan kemuliaan. (*)

* Judul tulisan
MENGGAPAI KEMULIAAN DENGAN SABAR DAN SYUKUR 

Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis buku "Melahirkan Generasi Unggul" 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok