Belajar dan Berterima Kasih Kepada Muhammadiyah


MUHAMMADIYAH adalah salah satu diantara banyak organisasi kemasyarakatan (Ormas) berbasis massa Islam tertua di Indonesia. Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada 8 Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912 M oleh Muhammad Darwis yang kemudian dikenal dengan KH. Ahmad Dahlan (Kiai Dahlan). Dalam hitungan kalender masehi, tepat pada tanggal 18 November 2021, Muhammadiyah tepat berusia 109 tahun. Atau dalam hitungan hijriyah kini Muhammadiyah tepat berusia 112 tahun. Organisasi yang kini diikuti hampir 40-an juta ini sudah banyak berkiprah dalam berbagai aspek dan dimensinya, serta terkenal sebagai organisasi yang merujuk kepada al-Qur'an dan as-Sunah, di samping menempatkan ijtihad sebagai jalan tempuh menemukan hukum dan solusi atas berbagai permasalahan keumatan pada zaman kekinian. 

Dilansir dari situs resmi Muhammadiyah, setelah Kiai Dahlan menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci, beliau mulai menyampaikan benih pembaruan di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kiai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, Kiai Dahlan tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur'an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan di rumahnya di tengah kesibukannya sebagai Khatib dan pedagang.

Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah, selain untuk mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kiai Dahlan, juga untuk mewadahi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah yang didirikannya pada 1 Desember 1911. Maka pada tanggal 18 November 1912 M bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 H di Yogyakarta berdiri sebuah organisasi bernama Muhammadiyah.

Belajar dan berterima kasih Muhammadiyah sengaja saya ketengahkan pada tulisan kali ini karena beberapa alasan mendasar. Pertama, dalam konteks sejarah bangsa dan negara, Muhammadiyah turut merumuskan dasar negara, mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dan mengisinya dengan berbagai peran penting, serta menebar baktinya bagi keutuhan dan kemajuan bangsa dan negara Indonesia.  

Adalah Pakar Sejarah asal UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra (2016) pernah mengatakan bahwa Muhammadiyah merupakan organisasi keagamaan paling besar di dunia yang memiliki peran besar dalam membangun sejarah umat Islam dan bangsa Indonesia juga dunia internasional. Tanpa Muhammadiyah, kata Azra, umat Islam juga bangsa ini akan kehilangan ruh, gagasan, penerus bahkan akan tercerai berai tanpa bentuk. 

Kedua, Muhammadiyah telah menghadirkan pemahaman keislaman yang ramah namun cerdas karena fondasi keislaman Muhammadiyah bersumber pada Al-quran dan Al-sunnah yang disertai pengembangan ijtihad. Ya, pemahamanan keagamaan dan metode dakwah yang dikembangkan Muhammadiyah menjadi cetak biru modernisme Islam di Indonesia. Islam yang ditampilkan oleh Muhammadiyah berkarakter tengahan (wasatiyah) dan menyejarah sehingga melahirkan format Islam yang menyejukkan namun tetap dalam bingkai profetik (kenabian). 

Dengan begitu reputasi Muhammadiyah sebagai gerakan Islam modern yang terbesar di dunia telah dikenal luas secara nasional dan internasional. Bahkan jaringan organisasi Muhammadiyah sudah tersebar di seluruh penjuru tanah air dan beberapa negara di dunia melalui Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) seperti di Malaysia, Brunei, Australia, Belanda, Ingrris, Mesir, dan sebagainya. Dengan begitu pula Muhammadiyah disegani oleh siapapun dalam segala dimensinya dan kerap menjadi miniatur praktik keagamaan yang kerap mendapat sorotan bahkan penelitian banyak peneliti dari berbagai negara di dunia. 

Ketiga, Muhammadiyah telah berkiprah dalam berbagai bentuk amal usaha atau apa yang kerap disebut di internal perserikatan Muhammadiyah sebagai Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). AUM melakukan pelayanan secara terus menerus baik kepada warga Muhammadiyah maupun non Muhammadiyah atau publik umumnya dalam berbagai sektornya; baik pendidikan, kesehatan, dan sosial maupun pemberdayaan lainnya. 

Uniknya, tak sedikit yang bekerja di AUM adalah warga atau anggota Ormas Islam lain selain Muhammadiyah. Bahkan bukan saja umat Islam yang menikmati pelayanan AUM, tapi juga non muslim. Sebut saja di berbagai sekolah dan kampus milik Muhammadiyah seperti di Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) di beberapa kawasan timur Indonesia seperti di Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua. Lebih dari 75% dosen dan mahasiswanya justru non muslim. Ini bukan sekadar kontribusi biasa, tapi ini menunjukkan komitmen keumatan sekaligus komitmen kebangsaan Muhammadiyah yang tidak bisa diragukan lagi. 

Kini di seluruh nusantara kita menyaksikan terhampar simpul-simpul pelayanan dengan jumlah yang tidak sedikit. Muhammadiyah memiliki 192 peguruan tinggi (dengan jumlah mahasiswa 554.201, jumlah dosen 17.117, dan jumlah prodi 1.843 D1-S3), 1.047 SMA/SMK, 1.826 SMP/MTs, 22.000 TK, PAUD dan KB, 2.766 SD/MI, 356 pondok pesantren, 364 rumah sakit (besar, sedang dan kecil), 384 panti asuhan dan jompo, 437 BMT, 762 BPR syariah, 25 penerbitan, 20.198 masjid, ribuan kelompok binaan ekonomi Aisyiyah, dan ribuan kelompok binaan pemberdayaan. (Sumber: Data Update PSDM Desember 2020). 

Jumlah ini tentu saja dari tahun ke tahun angkanya semakin meningkat, sebab dalam banyak momentum para pemimpin dan kader Muhammadiyah berkomitmen untuk meningkatkan jumlah AUM, di samping memperkuat sekaligus memperkokoh peran AUM yang sudah ada sejak awal Muhammadiyah berdiri. 

Keempat, Muhammadiyah telah melahirkan ribuan pemikir, cendekiawan dan intelektual ternama negeri ini sejak berdiri hingga saat ini. Hampir semua Ketua Umum PP Muhammadiyah memiliki corak pemikiran yang khas. Begitu juga tokoh-tokoh Muhammadiyah lainnya. Gagasan dan pemikiran-pemikiran mereka mewarnai dan menjadi pusat perbincangan khalayak. Sederhananya, Muhammadiyah tidak sekadar melahirkan para pemimpin dan ulama, tapi juga para ilmuwan dan penggerak ide-ide. 

Ya, mesti diakui bahwa Muhammadiyah merupakan gerakan keagamaan dan sosial yang mengambil peran penting dalam sejarah perjalanan umat dan bangsa. Lahir jauh sebelum Indonesia merdeka, Muhammadiyah terus bergerak, berdenyut di setiap penjuru negeri dan jiwa umat. Muhammadiyah hadir di tengah kehidupan sosial masyarakat menjadi solusi dari setiap kondisi. Dengan mengelola secara produktif AUM dan aset lainnya, Muhammadiyah tetap terus bernyawa dan melakukan pelayanan publik tanpa henti.  

Dalam menghadapi kehidupan mutakhir, Muhammadiyah menghadapi kehidupam keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan yang universal yang berada dalam pertaruhan yang krusial dan rumit. Bahwa umat Islam di Indonesia menghadapi masalah rendahnya kualitas sumber daya manusia, kemiskinan, ketertinggalan, dan keterbelakangan dalam banyak aspek kehidupan, di samping konflik internal, pandangan negatif dari luar, krisis kepemimpinan, sikap konservatisme, buruknya relasi antar elemen, dan sebagainya. 

Pada kondisi demikian, kita berharap agar Muhammadiyah semakin konsisten dan teguh dalam menghadirkan pencerahan sekaligus pemberdayaan keumatan dan kebangsaan, termasuk dalam menebar kemuliaan dan kemanfaatan Islam ke seluruh penjuru dunia. Sebab kontribusi Muhammadiyah sejatinya bukan saja membesarkan hati kita sebagai warga negara Indonesia tapi juga sebagai umat Islam yang memiliki hubungan keyakinan dengan umat Islam di seluruh penjuru dunia. Semua itu merupakan wujud nyata Muhammadiyah dalam menghadirkan kemajuan. 

Menurut Prof. Haedar (2020), kemajuan dalam pandangan Islam bersifat multiaspek, baik dalam kehidupan keagamaan maupun dalam seluruh dimensi kehidupan, yang melahirkan peradaban utama sebagai bentuk peradaban alternatif yang unggul secara lahiriyah dan ruhaniyah. Adapun dakwah Islam sebagai upaya mewujudkan Islam dalam kehidupan diproyeksikan sebagai jalan perubahan (transformasi) ke arah tercipatanya kemajuan, kebaikan, keadilan, kemakmuran, dan kemaslahatan hidup umat manusia tanpa membeda-bedakan ras, suku, golongan, agama, dan sekat-sekat sosial lainnya. Islam yang berkemajuan menghadirkan Islam dan dakwah Islam sebagai rahmatan lil'aalamiin di muka bumi.  

Pandangan Islam berkemajuan merupakan suatu perpspektif tentang cara pandang keislaman yang mengarusutamakan kemajuan sebagai esensi penting dalam ajaran Islam. Pandangan tentang Islam berkemajuan jangan diartikan dengan cara berpikir mafkhum mukholafah (makna sebaliknya, oposisi biner), seolah di balik itu ada Islam berkemunduran, yang dikaitkan dengan Islam. Cara berpikir seperti itu cenderung dangkal dan verbal. Islam itu pada hakikatnya agama yang berkemajuan, karena itu penting untuk ditonjolkan watak dasar Islam yang maju itu. 

Dengan demikian, pandangan Islam berkemajuan dalam Muhammadiyah bersifat perspektif sekaligus strategi aktualiasasi Islam dalam konteks zaman sehingga selalu dapat dihadirkan atau diwujudkan atau dilaksanakan dalam berbagai aspek gerakan. Setiap anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah tentu sangat penting menjadikan pandangan Islam berkemajuan sebagai perspektif utama dalam memahami kehidupan yang berdasar pada ajaran Islam untuk kemajuan hidup umat manusia yang rahmatan lil'aalamiin. Di atas segalanya, kita perlu banyak belajar dan mengambil hikmah dan berterima kasih banyak kepada Muhammadiyah. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Melahirkan Generasi Unggul" 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok