Menulis atau Jadi Bangkai!


DULU para pendahulu banyak yang dan sering berdoa  pada Tuhan agar diberi kemudahan fasilitas dan media agar semakin mudah menghadirkan karya tulis. Sebab pada zaman itu fasilitas dan media benar-benar jauh dari ideal. Keterbatasan di sana sini sangat terasa. Apalah lagi era dijajah, kesusahan datang bertubi-tubi. Tapi mereka tetap berkarya. Bahkan karya mereka dibaca di berbagai ujung dunia bahkan lintas zaman oleh umat manusia. 

Tapi di zaman ini, manusia masih sibuk membuat alasan agar tidak berkarya. Tak ada waktu, tidak berbakat, belum berminat, dan masih banyak lagi. Bahkan ada juga yang beralasan tidak bisa membeli buku referensi tulisan, padahal masih rutin makan di rumah makan dengan menghabiskan ratusan ribu rupiah. Ada juga yang beralasan bukan keturunan penulis dan tidak berprofesi sebagai penulis. 

Naifnya, setiap kali menyaksikan tayangan TV dan gambar di berbagai majalah yang menampilkan orang-orang seksi, langsung jemberut dan mencaci maki: itu mungkar, mesti dilawan. Basmi itu semua. Merusak moral bangsa dan generasi penerusnya! Tapi hanya sampai pada pidato, bukan gerakan transformatif dan aksi nyata. Padahal tayangan dan gambar yang dinilai seronok itu adalah produk imajinasi yang dibaca dalam teks atau karya tulis lalu dieksplorasi kembali. 

Jadi, bila masih ribut dan hanya pandai pidato anti ini itu tapi menepikan teks atau tidak punya cita-cita menjadi penghasil teks atau tulisan yang berbeda, jangan pernah bermimpi semua realitas itu bisa berubah. Padahal bila benar-benar punya tekad untuk menghadirkan perubahan, hadirkanlah karya yang berbeda. Kelak itulah yang menjadi inspirasi orang untuk menghadirkan perubahan. Sekali lagi, produktiflah dalam menghasilkan karya tulis! 

Tidak semua yang tidak menulis itu pemalas, ya betul. Sebab ada banyak orang yang tidak punya karya tulis tapi sukses dalam banyak hal. Menjadi rujukan dan penebar semangat dalam meraih berbagai Menjadikan dan kesuksesan. Bahkan ada banyak yang tidak punya karya tulis tapi mampu mengendalikan banyak orang. Mereka sosok yang unik dan layak menjadi inspirator kehidupan. 

Tapi ini tentang era kemudahan yang disia-siakan. Bayangkan, fasilitas dan media lengkap dan tersedia, tapi tetap saja malas menulis. Hidup dilalui dengan datar, tak ada upaya untuk berubah. Hanya diam dan bagai bangkai mati. Busuk! Ini bukan soal kekurangan semangat dan motivasi saja, tapi soal virus malas yang sudah menjadi keyakinan dan karakter diri. Padahal berbagai kemudahan hadir di depan mata bahkan di genggaman tangan. 

Wahai diri, wahai pemalas, jangan pernah bermimpi meraih banyak hal bila masih terjebak pada kemalasan. Jangan pernah ingin memperoleh keunggulan dan kesejahteraan atau hidup berubah bila masih malas. Jangan pernah bermimpi anak turunan atau generasi berikutnya memperoleh bacaan yang berkualitas bila masih enggan menulis. Sebab itu sama saja dengan ngibul, atau bisa juga disebut bangkai. Jadi mari menulis, atau bila tidak berarti sudah jadi bangkai! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Wakil Sekretaris Umum DPW PUI Jawa Barat dan Penekun Kebijakan Publik di Pascasarjana Universitas Majalengka 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok