Temukan Ide Tulisan Pada Sarang Laba-laba


"Kalau Sabtu 27 November 2021 kita workshop penulisan untuk kader Se-Jawa Barat via zoom, bagimana, siap? Ini untuk mempersiapkan jurnalis tiap kota/kabupaten". Begitu ajakan Kang Hendra selaku Ketua Bidang Humas DPW PUI Jawa Barat pada Sabtu 20 Sabtu November 2021 pada sebuah group WhatsApp. Kali ini Kang Hendra mendaulat saya untuk menjadi pemantik diskusi sekaligus pemateri untuk materi "Menuangkan Ide Ke Dalam Tulisan". Sebagai orang yang terbiasa menulis di blog, sembari menanti pelaksanaan kegiatan tersebut, saya memilih untuk mengawalinya dengan tulisan berikut. 

Salah satu rumusan ide menulis yang saya selalu gunakan selama ini adalah rumusan sarang laba-laba. Dalam beberapa pertemuan di saat saya didaulat menjadi narasumber atau fasilitator acara serupa di beberapa pesantren, sekolah, kampus dan kota, saya kerap menggunakan rumusan tersebut. Bahkan dari seluruh buku yang saya tulis, kurang-lebih 40-an buku dan ribuan artikel yang dimuat di berbagai surat kabar atau koran, media online dan beberapa blog saya selama sekitar 10 tahun terakhir, saya menggunakan rumusan sarang laba-laba itu. 

Siapapun tahu bentuk sarang laba-laba. Ada yang berbentuk lingkaran dan ada pula yang berbentuk lonjong panjang. Walau begitu, secara umum sarang laba-laba memiliki titik pusat. Biasanya terketak di bagian tengah sarangnya. Lalu, sarang ini terbangun atas berbagai sudut atau garisan seperti tali yang saling berhubungan. Ada yang melebar keluar, ada yang melebar ke samping. 

Titik tengah atau bagian tengah itulah sumber pertama sebuah ide. Katakanlah kita ingin menulis tentang "Persatuan Ummat Islam" atau PUI. Ini kata kuncinya. Lalu, dari situ biasanya muncul kata baru. Baik itu dalam bentuk pertanyaan maupun dalam bentuk pernyataan yang masih terkait. Misalnya, PUI itu organisasi apa, siapa pendirinya dan seperti apa kisah awal pendiriannya?, bagaimana sejarah dan dinamika PUI dari era awal hingga kini?, apa saja kontribusi PUI bagi ummat dan bangsa?, dan masih banyak lagi. 

Pertanyaan semacam itu adalah jejaring yang kita tarik atau hadirkan setelah menentukan kata kunci di bagian tengah jaring laba-laba tadi. Semakin banyak pertanyaan maka bakal semakin banyak jawaban dan penjelasan yang kita hadirkan. Jawaban atau penjelasan tersebut dirumuskan lalu dirapihkan berdasarkan karakter dan kebutuhan kita dalam menulis itu sendiri. Bila semua jawaban atau penjelasan layak dimasukan sebagai sebuah tulisan, ya silahkan. Tapi bila ada yang tak perlu ya tak usah dipakai. Disimpan saja dalam file khusus, mana tahu suatu saat kita membutuhkannya. 

Saya sendiri tak biasa membuang atau menghapus sebuah tulisan. Karena saya termasuk yang percaya bahwa tidak semua ide itu bisa datang berkali-kali. Mungkin datangnya sekali itu saja. Makanya saya selalu menampung atau menabung ide semacam itu dalam file khusus di laptop saya. Kabar baiknya, bila nanti saya membutuhkan kosa kata atau paragraf penyambung untuk sebuah tulisan, saya tak perlu bingung dan cape mencari. Saya tinggal buka laptop, cek tulisan yang sesuai kebutuhan saya. Jadi, tak ada tulisan atau ide yang dibuang jadi sampah. 

Suatu saat saya ingin sekali membahas tentang rumusan sarang laba-laba dalam tulisan khusus bahkan dalam bentuk buku khusus. Sepertinya pembahasannya bakal seru dan menarik bila diperkaya dengan gagasan dan pola Kang Hernowo dengan "Mengikat Makna Update"-nya. Buku setebal 214 halaman dan terbitan Penerbit Kaifa, Bandung pada 2009 silam ini cukup lengkap memberi gambaran dan jalan praktis bagi siapapun dalam menulis, terutama dalam menjaga ide menulis, atau dalam bahasa Kang Hernowo "Mengikat Makna". 

Apakah Kang Hendra atau rengrengan di PUI khusus di Jawa Barat bakal tergoda atau terinspirasi dari polanya Kang Hernowo? Saya tidak tahu. Tapi kalau bersedia, saya sangat yakin bahwa titik temu saya dengan mereka sepertinya pada rumusan sarang laba-laba itu. Terlihat sederhana memang. Tapi rumusan itu bisa memudahkan siapapun untuk menulis bahkan menghadirkan tulisan yang layak dipublikasi dan dibaca. Berita baiknya, saya sendiri merasakan bahwa rumusan tersebut sangat memudahkan saya dalam menulis. Bila hendak menulis sebuah artikel, saya tinggal menentukan kata kuncinya lalu mengembangkan kata kunci tersebut dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan. Setelah itu saya kembangkan berdasarkan kemampuan dan selera saya. 

Sebagian teman saya belum percaya kalau saya sudah menulis 40-an buku dan ribuan artikel yang dimuat di berbagai surat kabar dan media online. Karena memang saya tidak berprofesi sebagai penulis. Saya fokus mengajar dan membangun usaha kecil-kecilan. Di samping membaca naskah berbagai buku karya banyak penulis yang saya sunting. Kebetulan saya kerap menjadi editor bayangan bahkan penulis bayangan untuk beberapa penulis. Bagi saya, menulis adalah panggilan jiwa. Tepatnya cara saya dalam berdialog dengan diri sendiri dan lingkungan sekitar. Sesederhana itu.  

Saya pun tidak terkenal sebagai penulis. Bahkan saya tidak terkenal. Dan memang tidak mau terkenal. Fokus saya adalah berkarya alias menulis setiap hari. Dalam segala situasi dan kondisi saya mesti menulis. Tak mengenal batasan tempat dan waktu. Pokoknya kapan maunya saya saja. Temanya juga sesuai selera saya saja. Tak ada yang bisa mengintervensi selera dan gaya saya dalam menulis. Itulah tindak lanjut secara praktis dari rumusan sarang laba-laba tersebut. Itu pulalah yang membuat tulisan saya selama ini masih dibaca oleh banyak pembaca. Bahkan berbagai tulisan saya juga diminta oleh kalangan media massa dan media online untuk dipublikasi di media mereka. 

Dan, saya sedang dan akan terus menikmati hasilnya. Walau tak selalu dalam bentuk uang atau materi, tapi kepuasan batin adalah di atas segalanya. Ada pembaca yang mau membaca tulisan saya saja itu sudah sebuah banggakan tersendiri. Bila pun ada kritik atas karya saya itu semua adalah pemacu diri saya untuk berbenah dan terus tersemangati dalam menghadirkan karya yang layak baca. Saya memang tak selalu tepat jadi sumber inspirasi. Tapi ada baiknya pembaca mencoba untuk memulai. Sebab ternyata menulis itu bila ditekuni maka siapapun bakal merasakan menulis itu asyik dan bikin ketagihan. Semoga kita bertemu pada rumusan yang sama: rumusan sarang laba-laba. Bagaimana? (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis buku "Beginilah Cara Orang Go Blog Menulis Buku" dan "Persatuan Ummat Islam; Ide, Narasi dan Kontribusi untuk Ummat dan Bangsa". 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah