Mengenang "Raudhah al-'Irfan Fi Ma'rifah al-Quran" Karya Kiai Sanusi


DAKWAH yang dilakoni oleh para tokoh penyebar ajaran Islam di Tatar Sunda  menurut berbagai sumber dilakukan secara damai, mulai dari pernikahan hingga meleburnya ajaran Islam ke dalam budaya Sunda hingga bahasanya orang Sunda. Semakin berkembangnya ajaran Islam maka semakin banyak pula para penerus tokoh penyebaran Islam yang disertai dengan beragam karyanya, seperti kitab tafsir Raudhah al-'Irfan fi Ma'rifah al-Qur'an yang ditulis dalam bahasa Sunda beraksara Arab Pegon lengkap 30 Juz karya salah satu pendiri Persatuan Ummat islam (PUI) asal Majalengka-Jawa Barat, KH. Ahmad Sanusi (Kiai Sanusi).  

Membaca lakon dakwah Kiai Sanusi memang sangat menarik. Sejak remaja hingga wafat beliau lebih banyak terlibat dalam dunia dakwah dan pendidikan serta literasi bahkan menulis ratusan judul buku. Buku karyanya meliputi berbagai bidang yang ditulis dalam bahasa Sunda maupun Indonesia. Kelak sosok ulama Sunda ini dipenuhi aktivitas sosial keagamaan, termasuk mewariskan karya berharga kebanggaan masyarakat Sunda termasuk diantaranya kitab tafsir "Raudhah al-'Irfan fi Ma'rifah al-Qur'an".  


Ya salah satu karya Kiai Sanusi yang banyak dikenal masyarakat Sunda adalah kitab tafsir "Raudhah al-'Irfan fi Ma'rifah al-Qur'an". Kitab itu bisa disebut sebagai kitab tafsir Sunda. Ia salah satu dari tiga ulama Sunda yang produktif menelorkan kitab-kitab ajaran Islam. Selain Sanusi ada pula Raden Ma'mun Nawawi Ibn Raden Anwar yang menulis berbagai risalah singkat, serta ulama penyair terkenal 'Abdullah bin Nuh dari Bogor yang banyak menulis tentang ajaran-ajaran sufi.

Martin Van Bruinessen (Kitab Kuning, Mizan 1996), sarjana Belanda, menyebut tiga tokoh itu sebagai penulis karya orisinil dan bukan pensyarah (penyempurna) atas kitab-kitab tertentu, sebagaimana umumnya dilakukan para ulama Indonesia abad ke-19. Kitab “Raudhatu al-Irfan fi Marifati al-Qur'an” bisa dikatakan sebagai starting point di tengah tradisi tulis baca dunia pesantren yang belum cekatan dalam menelorkan karya tafsir yang utuh.

Banyak pesantren di ranah Parahyangan menggunakan kitab tafsir ini untuk proses belajar mengajar. Begitu pula pengajian kampung di lingkungan masyarakat yang dibimbing para alumni pesantren di Jawa Barat. Dan dengan mudah kita dapat menemukan kitab Tafsir ini di toko-toko kitab di pasar tradisional. Naik cetaknya juga sudah tak terhitung sejak diterbitkan oleh banyak penerbit berbeda tanpa tahun penerbitan pertama.

Kitab ini terdiri dari dua jilid. Jilid pertama berisi tafsir juz 1-15 al-Qur'an, dan jilid keduanya berisi tafsir juz 16-30. Kitab ini mempergunakan tulisan Arab dan bacaan Sunda, dilengkapi keterangan di sisi kiri dan kanan setiap lembar halaman sebagai penjelasan tiap-tiap ayat yang telah diterjemahkan.

Model penyuguhan ini, bukan saja membedakan kita tersebut dari tafsir yang biasa digunakan di pesantren atau masyarakat Sunda umumnya, melainkan untuk memberi pengaruh pada daya serap para peserta pengajian. Tulisan ayat yang langsung dilengkapi terjemahan di bawahnya dengan tulisan miring, sangat membatu pembaca untuk mengingat arti tiap ayat. Terlebih dengan adanya kesimpulan yang tertera pada sisi kiri dan kanan setiap halaman.

Keterangan sisi kiri dan kanan ini juga berisi penjelasan tentang waktu turunannya ayat (asbab nuzul), jumlah ayat, serta huruf-hurufnya, kemudian disisipi dengan masalah tauhid yang cenderung beraliran Asy'ari dan masalah fikih yang bermazhab Syafi'i. Banyak pendapat mengatakan kedua mazhab dalam Islam tersebut memang dianut oleh kebanyakan masyarakat Muslim di Jawa Barat. Dari sini terlihat bagaimana Kiai Sanusi mempunyai cara tersendiri dalam menyuguhkan ayat-ayat teologi dan hukum yang erat berkait dengan paham masyarakat umumnya.

Pengertian perkata yang ada dalam tafsir ini tampaknya diilhami oleh Tafsir Jalalain karya Jalaluddin al-Suyuthi dan Jalaluddin al-Mahalli yang banyak digunakan di lingkungan pesantren di Jawa. Ini terlihat dari awal penafsiran surat Al-Fatihah sampai surat-surat sesudahnya. Model tafsir mufradat (tafsiran kata perkata) yang lekat pada Tafsir al-Jalalain telah banyak memengaruhi Kiai Sanusi dalam meracik tafsir setiap kata al-Qur'an.

Mungkin ini yang bisa dilakukan dalam menulis tafsir yang memang sengaja dibuat untuk konsumsi kebanyakan masyarakat Muslim Sunda yang belum memiliki kesadaran sempurna akan teks Kitab suci. Pada kenyataannya, pengguna tafsir ini memang terpikat berkat gaya penafsiran tersebut. Faktor lain yang menyebabkan kitab ini banyak digunakan masyarakat Muslim Sunda, bisa jadi adalah ketokohan penulisnya. Kiai Sanusi dikenal sebagai pendiri Persatuan Ummat Islam (PUI).  

Meski menggunakan tulisan Arab dengan bacaan Sunda, tapi para peserta pengajian dapat menyerapnya dengan mudah. Padanan kata yang digunakan pun sesuai dengan kosakata keseharian yang tidak menyita waktu maupun tenaga untuk menyerap isinya. Begitu pula pengalihistilahan arti yang disesuaikan dengan simbol-simbol makna bahasa Sunda. Seperti mengartikan kata dzarrah dengan biji sawi, yang memang diakui dan dikenal sebagai benda yang terkecil dalam tradisi bahasa Sunda.

Kitab tafsir "Raudhah al-'Irfan fi Ma'rifah al-Qur'an" merupakan karya monumental Kiai Sanusi yang bergelut lama di dunia pesantren. Bacaan atas teks-teks tafsir arab yang ada di lingkungannya telah menginspirasi beliau untuk membuat sebuah karya yang hingga kini masih layak dijadikan contoh oleh para pengkaji tafsir juga pecintanya. (*)


* Oleh: H. Iman Budiman, M.Ag., Ketua Umum DPW PUI Jawa Barat 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah