Menyalakan Kembali Api Literasi KAMMI


SEBETULNYA memantik aktivis KAMMI untuk menyalakan kembali tradisi literasi terutama kepenulisan seperti menggarami lautan. Terlalu berani seseorang bila melakukan tindakan semacam itu. Tapi entah mengapa saya memilih untuk memberanikan diri, minimal saya turut melaut pada samudra luas aksi literasi aktivis KAMMI. Minimal saya terbawa arus literasi yang sudah mulai dilakoni KAMMI selama sekian tahun terakhir. 

Ya, pada Rabu 2 Maret 2022 saya diundang oleh KAMMI Daerah Bima di NTB untuk menjadi narasumber acara Training Kepenulisan yang bertema "Biarkan Kata Berbicara!". Pada acara yang dilangsungkan secara online ini saya didaulat untuk menyampaikan dua materi sekaligus yaitu, (1) Menuangkan Ide Menjadi Tulisan dan (2) Teknik dan Praktik Menulis Opini. Untuk mengulas lebih detail mengenai dua materi ini akan saya ulas pada tulisan baru berikutnya, setelah acara selesai, insyaa Allah. 

Secara khusus pada tulisan ini saya mengajak KAMMI Daerah Bima untuk menyusun target acara ini secara detail dan aplikatif. Misalnya, peserta yang mengikuti pelatihan kepenulisan ini diarahkan pada target tertentu yang memungkinkan mereka untuk terus melatih bahkan memaksa dirinya untuk menulis setiap hari hingga tulisannya terpublikasi di berbagai media yang kini jumlahnya tak terhitung. Diantara target sederhana yang bisa diprioritaskan adalah sebagai berikut:  

Pertama, Bersemangat dan terbiasa menulis minimal satu paragraf sehari, atau tujuh paragraf sepekan. Itu sama saja dengan menulis dua atau tiga halaman artikel di kertas ukuran A4. Intinya, mencicil artikel dari tulisan pendek. Fokus tulisan bebas sesuai selera masing-masing. Mengalir apa adanya saja, biar nanti terbiasa bahkan bakal ketahuan passionnya. Semakin sering melatih semacam ini maka peluang untuk melahirkan tulisan berkualitas bakal semakin besar.  

Kedua, Bertekad dan terbiasa menulis artikel di surat kabar atau media online minimal sekali dalam sepekan. Atau paling tidak, dipublikasi di website atau blog KAMMI, atau media pribadi masing-masing. Mengapa artikel? Artikel merupakan tulisan yang berisi opini atau pendapat penulis, baik berdasarkan fakta maupun pendapat penulis. Artikel bisa juga disebut sebagai opini. Semakin terbiasa menulis artikel atau opini maka semakin terbentuk mentalnya sebagai penggiat literasi. 

Ketiga, Mengikuti audisi kepenulisan artikel dalam beragama tema seperti gerakan mahasiswa, ke-KAMMI-an, kepemimpinan umat, kepemimpinan bangsa, muslim negarawan, keperempuanan, nasionalisme, merawat keindonesiaan, dinamika global, pemilu, pilkada, entrepreneurship, pendidikan, ekonomi dan sebagainya. Namun perlu diingatkan agar seluruh tulisan atau ide tulisan mengarah pada tema besar yaitu merawat Kesatuan Indonesia. Teknisnya ditentukan oleh KAMMI Daerah Bima. 

Keempat, Tulisan mereka yang disebutkan pada nomor kedua (2), nanti diupayakan agar setiap 6 bulan sekali tulisannya disatukan dalam satu file naskah buku lalu diterbitkan menjadi buku. Jadi, setiap enam bulan KAMMI Daerah Bima menerbitkan atau memiliki buku baru, minimal 1 atau 2 judul buku. Bila hal ini konsisten dilakukan maka dalam setahun KAMMI Bima bisa menerbitkan 2 sampai 5 buku baru. Bahkan bila ditambahkan dengan poin nomor kelima (5) selanjutnya, bisa jadi jumlahnya lebih banyak lagi.  

Kelima, Kumpulan tulisan pada nomor ketiga (3) disatukan dalam satu naskah buku lalu diterbitkan lagi menjadi buku. Sehingga nanti pas acara syukuran milad KAMMI ke-24 (Maret 2022) KAMMI Daerah Bima tidak sekadar melaksanakan syukuran seperti yang sudah biasa dilakukan di setiap momentumnya, tapi dengan cara yang lebih produktif, misalnya, membedah buku baru karya penulis yang juga merupakan kader KAMMI. Undang para tokoh dan aktivis lintas latar belakang pada acara itu, termasuk aktivis KAMMI. Bukunya berjudul "MERAWAT KESATUAN INDONESIA; Ide, Narasi dan Kontribusi untuk Umat dan Bangsa". Atau judul lain, itu terserah nanti. 

Maaf, ini sekadar usulan, tidak memaksakan para penggawa KAMMI. Mengapa saya sampaikan usulan seperti ini? Sebab saya berpengalaman mengikuti berbagai pelatihan kepenulisan, baik sebagai peserta maupun sebagai narasumber, ujungnya yang menulis itu-itu saja. Bahkan tak ada yang berkarya. Sebabnya sederhana: mengikuti acara sekadar ikut-ikutan, malas membaca, enggan menulis, meremehkan tradisi literasi, tidak syukur nikmat berupa adanya media massa dan media online yang hadir secara gratis, tidak ada target ril, dan sebagainya. 

Lalu, bagaimana dengan pelatihan kepenulisan di KAMMI Daerah Bima? Lalu, berapa aktivis KAMMI yang menulis artikel di surat kabar, majalah dan media online? Pertanyaan semacam ini bukan meremehkan kesungguhan aktivis KAMMI, tapi memantik sekaligus menyalakan semangat berliterasi. Bahwa tradisi literasi adalah jihad yang perlu ditekuni, namanya jihad literasi. Apalah lagi di era perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin menggeliat ini, mengisinya dengan konten-konten bermutu menjadi keniscayaan. 

Seingat saya, penulis KAMMI selama satu dekade terakhir semakin sedikit. Buku KAMMI pun tak muncul di berbagai toko buku. Penulis opini di berbagai media massa, majalah dan media online pun masih sepi dari karya aktivis KAMMI. Padahal jumlah kader KAMMI ribuan bahkan puluhan ribu. Aktivis KAMMI menyebar di berbagai perguruan tinggi beragam latar akademik dan sebagiannya sudah terjun di aktivitas profesinya. Baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Maka ini adalah momentum terbaik untuk menyalakan kembali api literasi pada tubuh keluarga besar KAMMI. Kita mulai dari KAMMI Daerah Bima, kita mulai dari tanah Mbojo! (*)


Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Kalo Cinta, Nikah Aja!", "Moderasi dan Toleransi Beragama", "Islam Bukan Liberal", "Lubang Politik", dan "Literasi Ramadan".  




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah