Tips Menulis untuk Pemula


SAYA bukan penulis handal, sebab di dunia kepenulisan saya termasuk kategori pemula. Bahkan saya masih malu mengindentifikasi diri saya sebagai penulis, walau buku saya sudah terbit 40-an judul dan ribuan artikel sudah dipublikasi di berbagai media massa dan media online. Interaksi kultural dengan komunitas kepenulisan sebetulnya sudah lama, belasan tahun, namun saya benar-benar menekuninya setelah beberapa tahun terakhir, terutama pada masa pandemi. Masa pandemi: Covid-19 memang menjadi momentum yang menyadarkan saya tentang banyak hal, termasuk untuk mulai merambah secara serius pada dunia kepenulisan. 

Bila selama ini menulis sekadar mengisi waktu luang, maka kini saya benar-benar meluangkan waktu untuk menulis hingga terpublikasi. Untuk itulah beberapa waktu terakhir saya berusaha untuk mengikuti berbagai kegiatan pelatihan, seminar, workshop, talkshow dan segala hal yang berkaitan dengan kepenulisan. Misalnya, hari ini Jumat 11 Maret 2022 saya menghadiri acara Road Blog To Book Attribute yang bertema "Menulis itu Gampang". Pada acara yang diselenggarakan secara daring melalui Zoom Meeting ini, yang didaulat menjadi narasumber adalah Ibu Mittirani S.Pd., M.M,  beliau seorang Instruktur Nasional, Jurnalis, Penulis dan Penggiat Pendidikan. 


Tiga hal penting yang saya tangkap dari pemaparan atau penyampaian beliau adalah bahwa menulis itu mesti langsung praktik, mulai dari hal-hal sederhana dan biasakan untuk menggunakan bahasa sendiri. Mengafirmasi tiga poin yang disampaikan oleh tokoh literasi asal Sumatra Barat tersebut, saya menjadi tertarik untuk berbagi pengalaman menulis selama ini. Diantara tips yang saya pakai dan lalui selama ini dalam menulis hingga menghasilkan karya tulis hingga terpublikasi di berbagai media massa dan media online bahkan sebagiannya menjadi buku adalah sebagai berikut: 

Pertama, aktif di komunitas kepenulisan. Menulis adalah belajar. Belajar butuh komunitas. Komunitas menjadi sumber inspirasi, semangat bahkan memantik segala hal hingga menghasilkan tulisan. Saya bersyukur karena  berkesempatan mengikuti banyak komunitas kepenulisan. Banyak ide kepenulisan yang saya peroleh dari komunitas.  Bahkan saya semakin tersadarkan betapa saya bukan siapa-siapa. Makanya saya mesti belajar dan terus belajar. Dan komunitas kepenulisan adalah sumber inspirasi dan energinya.


Kedua, tulislah hal-hal sederhana. Sebagai pemula, biasanya kebingungan untuk memulai menulis. Sebagai tahap awal hal semacam ini sangat wajar, namun menjadi tidak wajar bila berujung pada hilangnya momentum untuk menulis. Sebagai jalan keluar, cobalah untuk menulis hal-hal sederhana di sekitar kita. Misalnya, menulis tentang suasana ruang tamu dan perpustakaan rumah. Atau bisa juga menulis tentang anak-anak yang suka bermain di ruang tengah. Dan masih banyak lagi yang lainnya. 

Ketiga, biasakan untuk menulis langsung. Menulis itu kata kerja. Itu menunjukan bahwa menulis menghendaki adanya praktik. Ya menulis itu mesti langsung menulis. Bila ada ide yang muncul, tak perlu dibiarkan berlalu atau hilang begitu saja. Tulislah ide yang muncul ke media yang tersedia. Ada laptop, handphone atau HP, kertas dan sebagainya. Pada era ini kita bisa menulis di akun media sosial kita seperti Facebook, group Whatsapp bahkan blog pribadi kita. Dengan begitu, pembaca akan mudah memberi masukan dan saran pada kita sebagai modal untuk meningkatkan kualitas tulisan kita. 


Keempat, gunakan bahasa sendiri. Cara paling ampuh untuk melatih adrenalin dan kebiasaan kita dalam menulis adalah dengan menulis menggunakan bahasa sendiri. Setiap kita tentu punya gaya bahasa tersendiri. Itu adalah potensi sekaligus kekayaan yang tak ada bandingannya. Mengutip ungkapan atau teori orang boleh saja, namun tidak perlu terjebak di situ. Belajarlah untuk menghargai kemampuan diri kita sendiri dalam berbahasa. Gaya bahasa yang bersifat personal itu merupakan ciri khas yang membedakan kita dengan penulis lainnya. Itu adalah kekayaan kita yang sesungguhnya. 

Kelima, berani mempublikasi. Sebagai pemula biasanya seseorang akan malu dan tidak berani mempublikasi tulisannya. Alasannya beragam, dari tidak percaya pada kualitas tulisan dan malu pada penulis lain, hingga tulisannya takut dipersalahkan atau dikritik oleh pembaca di luar sana. Padahal kalau mau jujur, setiap tulisan itu punya jalan takdirnya masing-masing. Setiap orang punya selera, bisa jadi tulisan kita itulah yang menjadi tulisan dambaan mereka. Percayalah, setiap tulisan ada pembacanya. Dan, tulisan yang baik adalah tulisan yang dipublikasi. 


Menulis pada intinya adalah belajar, momentum untuk mendalami diri kita sendiri dan ilmu pengetahuan juga wawasan kita tentang apa yang kita kaji atau tulis. Sebagai pembelajar, kita tak perlu takut salah. Yakin dan percayalah bahwa setiap ikhtiar kita untuk berkarya pasti ada jalan yang Allah sediakan untuk kita. Bahkan sumber ide kepenulisan selalu hadir di depan atau di sekitar kita. Termasuk dari berbagai karya tulis penulis lain di luar sana. Kita hanya butuh waktu untuk membaca dan mendalaminya. Dengan demikian, selalu ada alasan untuk menulis hingga menghasilkan karya tulis yang terpublikasi ke khalayak luas. (*)

* Oleh: Syamsudin Kadir, Penggiat Forum Penulis Persatuan Ummat Islam (PUI), Komunitas Cereng Menulis (KCM), dan Pengurus Pusat Rumah Produktif Indonesia (RPI) 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah