Gagasan PUI untuk Perbaikan Umat dan Bangsa


PADA Selasa (22/3/2022), Dewan Syariah Pusat Persatuan Ummat Islam (PUI) mengadakan acara multaqo ulama (pertemuan ulama) PUI dengan tema "Akselerasi Perjuangan Perbaikan Ummat dan Pembangunan Bangsa". Pada acara yang diselenggarakan secara online (Zoom Meeting) ini dihadiri oleh unsur Majelis Syuro, Dewan Syariah Pusat, Dewan Pertimbangan Pusat, Dewan Pakar Pusat, Dewan Pengurus Pusat, Dewan Syariah Wilayah, Dewan Pengurus Wilayah, Lembaga Pendidikan, dan Delegasi dari berbagai lembaga dan struktur PUI lainnya.  

Pada pertemuan ini para ahli lintas keilmuan (Ulama, Pakar, Akademisi dan Penggiat) didaulat menyampaikan materi dengan fokus pembahasan sebagai berikut: (1) Problematika pemahaman keagamaan dalam penegakan aqidah islamiyah, (2) Kajian tentang penyatuan kalender hijriyah dan kaitannya dengan pelaksanaan ibadah, (3) Strategi pengelolaan madrasah unggul dan penanggulangan dampak Covid-19, (4) Kebijakan pembinaan akhlak remaja dan ketahanan keluarga, (5) Adat dan budaya dalam pembinaan dan pengembangan syariah islamiyah, (6) Pendayagunaan zakat, infak, sedekah dan wakaf untuk pemberdayaan ekonomi ummat, (7) Partisipasi ummat dalam politik, pemerintah, dan pembangunan bangsa. 

Titik tekan pertemuan ini adalah bahwa di tengah kegalauan umat atau masyarakat tentang berbagai hal dan era disrupsi global yang terus menggeliat, PUI perlu melakukan akselerasi perjuangan di berbagai aspeknya. Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) perlu dibenahi secara cerdas dan intelektual, termasuk dengan mengadakan multaqo ulama (pertemuan ulama) PUI. Pertemuan semacam ini diharapkan mampu melahirkan ide naratif dan aplikatif untuk menjawab kegelisahan jamaah PUI dan masyarakat umum atas berbagai permasalahan yang muncul belakangan ini dan ke depan. 

Dari acara pembukaan pertemuan ini saya mencatat beberapa poin penting, pertama, salah satu anugerah terbesar yang Allah berikan kepada umat Islam adalah gelar “umat terbaik”. Pada sambutannya KH. Nurhasan Zaidi selaku Ketua Umum DPP PUI menyampaikan bahwa gelar “umat terbaik” bisa diraih dengan konsistensi dalam menegakkan amar maruf nahyi mungkar dan mengokohkan keimanan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam al-Quran, "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah...” (QS. Ali 'Imran: 110)

Kedua, umat Islam adalah umat tengahan. Pada sambutannya KH. Dr. Ahmad Heryawan (Kang Aher) selaku Ketua Majelis Syuro PUI menegaskan bahwa karakter umat Islam adalah wasatho, tengahan. Umat tengahan (umatan wasatho) adalah umat yang mampu menghadirkan keadilan di tengah masyarakat. Dengan demikian, umat Islam menjadi umat pilihan Allah sekaligus mendapat respon positif umat manusia. Allah berfirman, "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu..." (QS. al-Baqarah: 143) 

Ketiga, ulama adalah pewaris nabi. Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam bersabda, "Ulama adalah pewaris para nabi". (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu Hibban). Nabi adalah teladan kita dalam menjalani kehidupan, baik dalam hal ibadah maupun kontribusi sosial. Sebagai pewaris nabi, para ulama memiliki tanggungjawab untuk membimbing dan mengarahkan umat Islam agar tidak terjerat dalam penyimpangan dalam beragama, sebaliknya mampu menghadirkan perbaikan ke arah yang lebih baik. Dalam konteks itu, di sinilah pentingnya pembenahan dan pengembangan pendidikan PUI ke arah integratif dan adaptif dengan zaman. 

Dalam konteks PUI, anugerah "umat terbaik", "umat tengahan" dan "pewaris nabi" perlu diadaptasi dan diwujudkan secara ril dengan berbagai upaya, pertama, menguatkan pemahaman keagamaan yang utuh dengan tetap memperhatikan realitas sosial keumatan atau masyarakat, sehingga lebih dinamis dan fleksibel. Elemen penentu terbentuknya pemahaman dan tindakan demikian adalah Ulama teladan. Dengan begitu, Dewan Syariah Pusat PUI secara periodik perlu menghadirkan kajian-kajian keilmuan yang bisa dihadiri oleh jamaah PUI dan penelitian lintas keilmuan yang hasilnya dipublikasi secara masif sehingga bisa menjadi rujukan jamaah PUI bahkan masyarakat umum.  

Kedua, mengokohkan diri sebagai ormas Islam yang tengahan atau moderat. Karena itu perlu hadir di tengah masyarakat dengan misi Islamnya yaitu rahmatan lil'alamin, menjadi rahmat bagi semesta alam. PUI perlu hadir dengan prinsip perbaikannya yang khas, yaitu melakukan perbaikan pada seluruh aspek kehidupan masyarakat, dari level terkecil hingga terbesar. PUI hadir di tengah masyarakat untuk membawa kedamaian bukan kerusakan. PUI pun tidak berwatak ekstrem dalam pemahaman agama maupun tindakan keagamaan. Bagi PUI, perbaikan keumatan dan kebangsaan merupakan tanggungjawab kolektif seluruh elemen seperti pemerintah dan ormas Islam termasuk PUI. Ke depan, PUI perlu terus berkontribusi dan berkolaborasi dengan elemen apapun demi perbaikan bangsa dan negara ke arah yang lebih baik.

Ketiga, penguatan kaderisasi ulama dan kepemimpinan. Hal ini menjadi urgen sebagai upaya penguatan dan persiapan dini bagi kepemimpinan PUI ke depan. Bahkan PUI perlu menginisiasi mekanisme kaderisasi bagi para pemimpin di level struktural negara, dari lokal hingga nasional. Selain melanjutkan lakon sejarah tiga tokoh pendiri PUI yaitu KH. Abdul Halim, KH. Ahmad Sanusi dan Mr. R. Syamsuddin, upaya ini juga sebagai sikap optimisme PUI yang lahir pada 21 Desember 1917 silam dan kini sudah masuk pada abad kedua. Ini adalah momentum bagi PUI untuk melahirkan para mujadid yang paham teks kitab suci agama juga konstitusi negara.   

Keempat, melek media. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sejatinya menjadi peluang untuk mempermudah bahkan mempercepat perubahan di berbagai sisinya. Hadirnya beragam media sebagai penopang tradisi literasi dapat menunjang berbagai perjuangan dan pergerakan PUI. Karena itu, PUI perlu mengkader sumber daya manusia (SDM) atau tim khusus yang mampu mengelola dan memproduksi konten media secara kreatif yang berbasis pada prinsip Islam dan konsep al-ishlah. Sehingga media dan tradisi literasi yang dikembangkan oleh PUI tetap terarah dan berbasis pada konsep dan tujuan al-ishlah, serta tidak terjerat pelanggaran hukum seperti hoax yang menimbulkan keresahan di tengah kehidupan masyarakat bahkan berujung di bilik jeruji besi atau penjara.   

PUI memiliki konsep al-ishlah at-tsamaniyah (delapan konsep, strategi atau solusi perbaikan): yaitu (1) perbaikan aqidah (al-ishlah al-aqidah), (2) perbaikan ibadah (al-ishlah al-ibadah), (3) perbaikan pendidikan (al-ishlah at-tarbiyah), (4) perbaikan keluarga (al-ishlah al-ailah), (5) perbaikan masyarakat (al-ishlah al-mujtama), (6) perbaikan adat istiadat (al-ishlah al-adah), (7) perbaikan perekonomian (al-ishlah al-iqtishodiyah) dan (8) perbaikan umat keseluruhan (al-Ishlah al-ummah). Dengan berpijak pada konsep al-ishlah tersebut, PUI seperti juga elemen masyarakat lainnya diharapkan mampu menggapai kategori "umat terbaik", "umat tengahan" dan "pewaris nabi" yang produktif menghadirkan perbaikan bagi umat dan bangsa kini dan di masa yang akan datang. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Wakil Sekretaris Umum DPW PUI Jawa Barat. Tulisan ini dimuat pada halaman 4 Kolom Wacana Koran Radar Cirebon edisi Kamis 24 Maret 2022. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok