Masa Pandemi Dan Tradisi Kerja Dalam Islam
BERBAGAI negara dunia, termasuk negara kita Indonesia, sejak awal 2020 hingga kini (awal 2021) masih saja terpapar Covid-19. Hampir seluruh negara di dunia pun mengalami kerugian dari berbagai aspek kehidupannya. Sudah jutaan manusia yang terpapar sakit hingga meninggal dunia, tak terhitung manusia yang terhambat bekerja karena berbagai aturan yang ditempuh masing-masing negara agar virus ini tidak menyebar, dan begitu banyak orang yang terkena dampak secara ekonomi yang kalau dibiarkan akan menjadi masalah besar baru.
Belakangan pun, tak sedikit orang yang cemas dan terkena rasa malas alias enggan bekerja. Selain karena takut terkena virus mematikan ini juga karena berbagai lapangan kerja terdampak serius. Kalau ditelisik, secara sepintas sikap semacam ini sangat dimaklumi. Namun bila terjebak mental kalah, tidak cerdas memahami situasi dan masa pandemi tak diisi dengan kegiatan kreatif maka dampaknya bukan saja kehilangan energi dalam menjaga stabilitas ekonomi tapi juga kehilangan rasa optimisme untuk bangkit melampaui masa pandemi secara cerdas dan bertanggungjawab.
Masa pandemi sejatinya bisa kita manfaatkan secara disiplin dan kreatif dengan berbagai kegiatan produktif. Bila lapangan kerja mengalami degradasi di berbagai sisi, maka itu pertanda peluang bagi kita untuk membuat pekerjaan atau lapangan kerja baru. Bahkan kemampuan kita untuk menghadirkan pekerjaan kreatif di rumah, misalnya, merupakan sebuah terobosan jenial dalam menghadapi masa pandemi dan kemungkinan krisis ekonomi jangka panjang yang bisa saja kita hadapi ke depan. Memanfaatkan berbagai sarana digital dan media sosial sebagai “lapangan kerja” juga adalah pilihan jenial dan berdampak lebih produktif.
Masa pandemi mestinya tidak menjadi penghambat bagi kita untuk menjadi warga negara yang kreatif. Khawatir kepada virus adalah manusiawi, namun khawatir yang melampaui batas hanya menjadi masalah baru yang layak kita sudahi. Bila kita disiplin menjaga protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan, maka kemunkingan untuk terpapar virus sangat jauh.
Hal lain, kita perlu menjaga imunitas diri secara fisik seperti minum air hangat yang cukup, menjaga kebiasaan berolahraga dan disiplin beristirahat. Tak kalah pentingnya, kita juga perlu menjaga imunitas dari sisi mental dan spiritual dengan menjaga optimisme bahwa bencana non alam ini pasti berakhir, kemudian menjaga berbagai ibadah kepada Allah dengan tertib menjalankannya. Upaya pemerintah untuk mencegah penyebaran virus ini berupa vaksinasi dan sebagainya adalah bagian dari ikhtiar manusiawi yang perlu mendapat dukungan dari seluruh elemen masyarakat.
Dengan demikian, semangat bekerja tidak boleh hilang hanya karena datangnya bencana non alam semacam Covid-19. Justru ini adalah momentum bagi kita untuk meningkatkan saldo semangat bekerja, menjemput rezeki Allah untuk kebutuhan diri, keluarga dan negara kita. Masa pandemi tidak boleh melahirkan pengangguran berskala besar. Kuncinya adalah dari diri kita sendiri, bukan semata-mata mengandalkan bantuan dan ulur tangan orang lain, termasuk pemerintah. Andai pun ada di antara masyarakat yang mendapatkan bantuan dari pemerintah, kita perlu ingatkan agar jangan merasa nyaman lalu tidak mau berusaha atau enggan bekerja. Karena anggaran negara terbatas dan tak selalu siaga, sebab saldo anggaran terbagi dengan kebutuhan lain yang bisa jadi lebih mendesak.
Bila kita menelisik khazanah Islam, kita bisa mendapatkan pembelajaran berharga bahwa betapa Islam sangat menghargai dan mengapresiasi orang yang bekerja, sebuah upaya normal dan halal untuk menjemput rezeki dalam segala kondisinya. Dalam sebuah riwayat dikisahkan, ketika seorang pemuda berjabatan tangan dengan Rasulullah, tiba-tiba Rasulullah mencium tangan pemuda itu sambil mengatakan, “Inilah kedua tangan yang dicintai Allah.” (HR Jamaah). Kedua tangan pemuda itu keras dan agak kasar yang mencerminkan bahwa ia seorang pekerja keras yang tidak mengenal lelah. Tergambar pula dari raut wajahnya dan penampilan fisiknya. Ternyata sosok Muslim pekerja keras inilah yang dicintai dan dibanggakan oleh Rasulullah.
Ya, Islam adalah agama yang mendorong umatnya untuk selalu bekerja dan bekerja dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan, mempersembahkan kerja dan amal yang terbaik (ihsan), baik dalam kaitannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia, bahkan dengan dirinya sendiri. Sebab hanya dengan cara inilah seorang Muslim akan meraih kebahagiaan yang hakiki di dunia ini maupun di akhirat nanti.
Allah berfirman, “Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”.” (QS at-Taubah: 105). Lalu, Ia berfirman, “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu maka berjalanlah di segala penjurunya (bekerja keras) dan makanlah sebahagiaan dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS al-Mulk: 15).
Rasulullah sangat memuji orang yang berusaha dan bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya seseorang dari kalian pergi mencari kayu bakar yang dipikul di atas pundaknya itu lebih baik dari pada meminta-minta kepada orang lain, baik diberi atau tidak.” (HR. Bukhari). Lalu pada hadits lain, “Tidaklah seseorang makan makanan yang lebih baik daripada hasil usahanya sendiri dan Nabi Dawud juga makan dari hasil usahanya sendiri.” (HR. Bukhari). Bahkan, dalam riwayat Imam at-Tabrani dijelaskan bahwa jika seseorang tertidur kelelahan karena mencari rezeki yang halal maka tidurnya itu akan dipenuhi dengan ampunan dari Allah.
Sebaliknya, Rasulullah sangat membenci bermalas-malasan, tidak mau bekerja. Beliau selalu berdoa dan mengajarkan kepada kita untuk memohon perlindungan Allah dari berbagai sifat buruk termasuk sifat malas."Allahumma inni a'udzubika minal 'ajzi walkasali waljubni walharami wa a'udzubika min fitnatil mahya walmamat wa a'udzubika min 'adzabil qabri" (Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari sikap lemah, malas, pengecut, dan kepikunan dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan kematian dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur).” (HR. Bukhari).
Kita harus bersyukur kepada Allah karena hingga kini masih bisa bekerja dengan giat, walau masih dihantui oleh virus dan dampaknya. Pada saat yang sama kita juga perlu mengapresiasi berbagai kalangan yang telah berupaya untuk menanggulangi virus dan dampak virus ini, termasuk dari aspek ekonomi. Sungguh, kalau kita disiplin menjalankan protolokol kesehatan, terus bekerja dengan giat, dan serius membangun semangat kolektivisme dalam berbagai aspeknya, maka Covid-19 segera dan pasti berlalu, bahkan ekonomi keluarga, masyarakat dan negara kita semakin membaik! (*)
* Oleh : Syamsudin Kadir, Penulis Buku “Melahirkan Generasi Unggul”
Komentar
Posting Komentar