MENANTI WUJUD RIL TRANSFORMASI POLRI


Alhamdulillah saya bersyukur karena hari ini Kamis 4 Februari 2021 pukul 13.00-16.15 WIB bisa mengikuti undangan diskusi virtual atau seminar daring melalui Zoom Meeting (webinar) yang diadakan oleh Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah (LHKP PP Muhammadiyah) yang mengangkat tema sangat seksi “Reformasi Polri: Berharap kepada Kapolri Baru?” 

Pada acara yang dihadiri oleh 70-an lebih peserta dari berbagai latar belakang ini diberi Pengantar oleh Dr.H.M.Busyro Muqaddas, S.H., M.Hum (Ketua Bidang Hukum dan HAM PP Muhammadiyah). Pada kesempatan ini Mantan Ketua Komisi Yudisial (2005-2010) dan Ketua KPK (2010-2011) ini menjelaskan beberapa poin penting yaitu Polri perlu memberi perhatian yang serius pada hak sipil warga, melakukan pendekatan penegakan hukum yang lebih humanis dan melakukan edukasi masyarakat secara intensif. 

Kemudian turut didaulat menjadi pembicara kunci adalah Jend. Pol. Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si. (Kepala Polri) yang kali ini diwakili oleh Irjen. Wahyu Widodo (Kapolda Aceh). Irjen Wahyu sendiri merupakan Tim Konseptor sekaligus Ketua Tim Makalah Jenderal Sigit Prabowo yang berjudul "Transformasi Menuju Polri yang Presisi" pada acara fit and proper test di hadapan komisi 3 pada Rabu (20/1/2021) lalu. 

Pada kesempatan webinar kali ini Irjen Wahyu pemaparan visi-misi strategis Polri 2021, termasuk program prioritas Polri pada 100 hari ke depan dan seterusnya. Pada intinya Irjen Wahyu sangat ingin melakukan transformasi di tubuh Polri. Kuncinya adalah reformasi yang bersifat internal dalam berbagai aspeknya seperti pengadaan sarana-prasarana penunjang, peningkatan kualitas SDM, dan peningkatan kesejahteraan serta kedisiplinan internal Polri. 

Selain itu, Polri memperkuat kerja sama semua pihak dalam menjalankan Kamtibmas dan edukasi masyarakat dalam penegakan hukum serta ketertiban umum. Ormas, TNI, Perguruan Tinggi, Media Massa dan berbagai elemen lainnya adalah mitra Polri dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Ke depan Polri akan melakukan perhatian khusus pada ciber crime dan penggunaan media sosial masyarakat. 

Selain itu, Polri akan berupaya untuk memoderasi penanganan kasus, sehingga tidak menimbulkan efek buruk bagi penegakan hukum. Pada saat yang sama Polri juga akan menjadikan Polsek sebagai institusi level terbawah sebagai wajah pelayanan terbaik Polri. Polsek diarahkan untuk mengayomi dan melindungi masyarakat daripada sekadar melakukan tindakan penegakan hukum pada masyarakat. 

Pada acara yang dimoderatori oleh Neni Nur Hayati (Anggota LHKP PP Muhammadiyah) ini didaulat beberapa narasumber. Pertama, Agus H.S. Reksoprodjo (Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah). Pada pemaparannya Agus menegaskan bahwa kerjasama dan kolaborasi dengan berbagai elemen masyarakat adalah kunci transformasi Polri. Termasuk kerjasama dan berkolaborasi dengan Muhammadiyah. Selanjutnya, Polri perlu mengedepankan aspek edukasi dan humanis dalam menjalankan tugas. 

Kedua, Amiruddin Al Rahab (Komisi Nasional HAM). Pada pemaparannya Amir menjelaskan bahwa kunci transformasi Polri adalah kesadaran dan komitmen pada HAM. Polri menyadari jati dirinya sebagai aparat sipil. Denhan demikian, Polri tidak boleh nampak militeristik dan terkesan menakut-nakuti masyarakat. Kemampuan Polri untuk lebih akrab dengan masyarakat sangat dinanti publik di tengah menurunnya kepercayaan publik pada Polri.  


Ketiga, Poengky Indarty (Komisi Kepolisian Nasional). Pada kesempatan ini Indarty menjelaskan perlunya Polri untuk melakukan tindakan dini pada tindakan teror dan narkoba dan korupsi. Polri mesti mempercepat penyelesaian kasus-kasus yang mengambang lama. Selain itu, administrasi di tubuh Polri perlu dibenahi, termasuk perbaikan pelayanan Polri khususnya pada aspek reserse. 

Keempat, Asfinawati (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia). Pada kesempatan ini Asfi menegaskan perlunya Polri memperhatikan HAM pada saat melakukan penegakan hukum. Penegakan hukum mesti lebih humanis dan bernyawa edukatif, sehingga masyarakat merasa terpanggildan tersadarkan untuk taat hukum serta turut menjaga kemanan dan ketertiban masyarakat. 

Polri juga perlu menghindari praktik tebang pilih dalam menegakan hukum dan leyerlambatan penanganan kasus. Termasuk perlunya Polri memberi perhatian khusus pada kawasan tertentu yang tak terjangkau oleh Polri. Hal lain, Polri mesti berhati-hati dalam menegakan UU ITE terutama terkait kritik publik kepada kebijakan pemerintah yang dinilai tak adil dan tidak pro rakyat.  

Kelima, Al-Araf (Imparsial). Menurut Al-Araf, transformasi Polri dapat dilihat dari dua perspektif yaitu internal dan ekternal. Bila aspek internal sudah menjadi pembicaraan berbagai kalangan seperi Ormas, Kompolnas, Komnas HAM, termasuk dari internal Polri sendiri. Namun itu tidak cukup. Polri juga perlu menghindarkan dirinya dari jebakan kepentingan politik kekuasaan yang berasal dari tubuh atau kepentingan Polri sendiri. 

Sementara untuk aspek eksternalnya, Al-Araf mengakui Polri mengalami tantangan yang cenderung politis. Misalnya, Polri terkesan ikut-ikutan dengan ritme politik penguasa. Polri pun nampak mengalami politisasi intitusi yang bisa dibaca oleh masyarakat luas. Padahal Polri adalah alat negara, bukan kaki-tangan penguasa. Kalau mau serius meredam politisasi Polri, penentuan Kapolri ke depan diserahkan kepada Presiden dan tidak melibatkan DPR. Inilah kunci transformasi Polri ke depan. 

Catatan lain, gagasan dan rencana Polri untuk melakukan transformasi institusi dari alat negara yang kerap dipraktikkan secara kaku menuju institusi penegak hukum dan pelindung masyarakat hanya bisa dilakukan bila Polri mau menerima berbagai kritik publik yang cukup pedas sekalipun dan terus membenah secara periodik berbagai kelemahan dan keterbatasan internal Polri. Singkatnya, Polri mesti mau berbenah dengan sungguh-sungguh, sehingga transformasi Polri benar-benar mewujud dalam tindakan ril. 

Diskusi kali ini sangat bergizi dan bermanfaat bagi peningkatan ilmu pengetahuan wawasan saya dan peserta yang hadir. Saya dan masyarakat di luar sana sangat berharap agar Kapolri baru benar-benar melakukan transformasi yang sungguhan di tubuh Polri, sebuah institusi negara yang ia pimpin. Polri mesti lebih edukatif, humanis dan mengedepankan perlindungan atas HAM warga negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Polri tidak boleh terjebak dalam dinamika politik dan  warna politik penguasa yang sedang berkuasa. Polri cukup fokus melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional, menerima kritik dan semakin modern. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Membaca Politik Dari Titik Nol" dan Tim MPI PDM Cirebon-Jawa Barat. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah