Belajar Menulis Pada Penulis Sumatra Barat


MENULIS adalah kata kerja yang bermakna adanya upaya untuk berkarya melalui tulisan. Aktivitas ini tentu terasa asyik bagi mereka yang sudah berpengalaman dan bergulat lama di dunia kepenulisan. Namun bagi mereka yang masih pemula tentu aktivitas ini merasa lelah. Bagi pemula, saya tentu tidak boleh kalah oleh lelah, termasuk oleh rasa malas yang kerap datang mengganggu. Oleh karena itu, saya berupaya agar hadir berbagai momentum yang berkaitan dengan kepenulisan, termasuk acara bedah buku yang diadakan oleh begitu banyak komunitas. 

Saya sangat bersyukur karena pada Rabu 23 Februari 2022 saya bisa menghadiri acara bedah buku berjudul "Perempuan Berselendang Langit" karya penulis Minang Yuliani. MT. Acara ini terselenggara atas kerjasama  Rumah Produktif Indonesia (RPI) Sumatra Barat dengan Komunitas Penulis Minang, Penerbit D'Best dan Penerbit Maghda Pustaka. Ada dua tokoh literasi yang didaulat menjadi pembedah kali ini yaitu Firdaus Abie (Jurnalis dan  Pegiat Literasi) dan Dr. Hj. Yenni Putri, MM. (Pengawas Inovatif Nasional 2021 dan Penulis)


Acara yang diselenggarakan pada pukul 13.30 hingga 16.30 WIB ini diselenggarakan secara  offline di kantor Dinas Perpustakaan dan Arsip Kota Padang dan Online di Zoom Meeting. Menghadiri acara ini merupakan momentum gratis dan terbaik bagi say untuk mendengar pengalaman para narasumber yang sudah makan asam garam di dunia literasi. Untuk menjaga berbagai inspirasi dan ide dari narasumber, saya pun berupaya untuk mengelaborasi apapun yang disampaikan narasumber yang sangat apik menyampaikan materinya. 

Melalui forum ini saya mencatat beberapa pesan sekaligus inspirasi kepenulisan, pertama, beranilah memulai untuk menulis. Para penulis ternama dan terproduktif sekalipun tidak terjadi begitu saja. Mereka mengawali semuanya dengan memulai, ya memulai berkarya atau menulis itu sendiri. Sebuah tulisan bisa dibaca oleh banyak orang dan berprestasi karena tulisannya ditulis, bukan berdiam diri. Setiap orang sejatinya bisa menulis dan punya karya tulis. Kuncinya adalah berani memulai. Jadi mulailah untuk menulis!

Kedua, mulailah dari sesuatu yang dialami, didengar, dilihat dan dirasakan. Biasanya, penulis pemula mengalami kesulitan untuk memulai, baik karena belum adanya ide maupun sudah memilih diksi yang tepat. Kalau kita mengalami kondisi semacam itu, maka yang bisa kita lakukan adalah menulis sesuatu yang benar-benar kita alami, dengar, dan lihat di sekitar kita. Cobalah untuk melihat ke dalam atau ke luar. Teknisnya, dilihat dan diamati sesuatu di sekitar kita, lalu tuliskan! 

Ketiga, memahami ciri penulis produktif. Menurutnya, seorang penulis produktif memiliki kebiasaan dan ciri unik seperti rajin, kreatif, inovatif dan pantang menyerah. Ia juga ikhlas, cerdas dan tuntas dalam menekuni literasi termasuk dalam menekuni kepenulisan. Di era perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ini ia juga melek alias tidak gagal teknologi. Ia terbiasa untuk menulis tentang apa saja yang menurutnya perlu ditulis dan dipublikasi. Penulis produktif itu tak mau berhenti belajar dan mau menerima kritik dan saran pembaca serta menanggung risiko dari karya tulisnya.   

Belajar menulis perlu belajar, minimal menyempatkan diri untuk menghadiri berbagai kegiatan yang berkaitan dengan kepenulisan, termasuk bedah buku yang dihadiri oleh para penggiat lintas latar belakang. Itulah yag saya lakukan kali ini. Sebab siapapun tahu bahwa salah satu gudang penulis terkenal Indonesia adalah Sumatra Barat. Coba kita menelisik ulang Mohammad Hatta, Mohamad Natsir, Buya Hamka dan sebagainya, mereka adalah tokoh nasional asal Sumatra Barat yang terkenal karena pemikiran dan sikap kenegarawanannya saja tapi juga aktif menulis sehingga karya tulis mereka dibaca dan dikenang oleh banyak orang di Indonesia bahkan di negara-negara Asia Tenggara lainnya. 

Untuk itulah, pada kesempatan kali ini saya menyempatkan untuk hadir pada acara yang direstui oleh Dinas Perpustakaan dan Arsip Kota Padang ini. Saya ingin belajar menulis pada orang Minang, ya pada penulis atau penggiat literasi Sumatra Barat. Mengapa? Sebab penulis Sumatra Barat itu biasanya berkarakter kuat dan berbasis pada nilai-nilai moralitas yang tinggi. Mereka menulis bukan sekadar menulis, tapi untuk sebuah perjuangan. Pesan spiritual, moral dan perjuangannya sangat kental. Sehingga tulisan mereka selalu punya energi yang mendorong pembaca untuk bergerak atau paling tidak tergoda untuk menelisik secara mendalam pesan-pesan inspiratif pada tulisan yang dibacanya.

Menulis adalah kata kerja yang membutuhkan tindakan nyata. Kalau ingin punya karya tulis maka satu-satu jalan atau cara adalah dengan langsung menulis. Ya, harus langsung menulis, tak perlu banyak menanti. Sebab bila menanti waktu yang tepat belum tentu nanti berkesempatan. Bila selama ini kita disibukkan untuk menyusun alasan hingga tidak segera menulis, maka saat ini dan ke depan kita mesti menyibukkan diri untuk menyusun alasan untuk menulis yang selanjutnya langsung praktik menulis. Ya, begitulah menulis. Kita mesti berani memulai, bersemangat dan percaya diri dengan ide dan karya kita sendiri. Kita tidak perlu menanti ada waktu untuknya, tapi sempatkan saja untuk melakukannya! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Pengurus Pusat Rumah Produktif Indonesia dan Inisiator Forum Penulis Persatuan Ummat Islam (PUI)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok