Menulis itu Perlu Dipaksa!


ADA banyak pertanyaan yang kerap melintas di pikiran saya selama ini. Namun salah satu pertanyaan yang paling sering muncul, misalnya, mengapa konten media massa dan media online masih didominasi konten negatif, lalu konten positif sekadar numpang lewat, atau paling tidak hanya diminati oleh sedikit pembaca? 

Kalau ditelisik secara sepintas, alasan yang paling sederhana dan mudah dicerna adalah karena orang baik enggan mengisi konten media. Bahkan enggan memanfaatkan media: massa, online dan sosial untuk mempublikasi konten positif. Singkatnya, orang baik masih enggan menulis, atau tidak terpanggil untuk membangun tradisi literasi terutama tulis menulis. 

Biasanya, orang baik kerap terpapar oleh virus malas dan sibuk membuat alasan seperti sibuk dengan aktivitas ini itu, tak ada waktu untuk menulis, bukan profesi sebagai penulis, bukan penulis, belum ada ide, bukan jurnalis, belum punya minat untuk menulis, keterampilan menulis masih sedikit, takut tulisan tidak berkualitas dan masih banyak lagi. 

Seorang teman pernah menasehati saya: "Bro, menulis itu jihad zaman ini, namanya jihad literasi. Sebab bila kita berdiam diri maka konten buruk seperti hoax bakal merajalela.  Jangan habiskan waktu untuk menulis dan tidak perlu mengganti profesi, cukup sediakan waktu khusus minimal 5 menit per hari untuk menulis. Kalau kita benar-benar memanfaatkan waktu segitu maka hasilnya dahsyat!"  

Nasehat tersebut sangat sederhana bahkan mungkin terkesan meremehkan. Tapi justru di situlah titik poin substansi dan relevansinya. Sebetulnya yang perlu kita lakukan adalah menyusun alasan untuk menulis hingga punya karya. Sesibuk apapun kita, kalau sudah ada niat, tekad dan kesungguhan maka kita pun bakal menyempatkan diri. Tak perlu berlama-lama, cukup 5 menit sehari. 

Saya sendiri tidak berprofesi sebagai penulis dan bukan penulis. Saya hanya tertarik dan punya impian serta bertekad agar di setiap harinya saya bisa menulis dan tulisan saya terpublikasi. Saya selalu terngiang dengan nasehat teman saya itu. Bila semangat saya mulai menurun, biasanya saya kembali membaca dan merenungi pesan nasehat tersebut. Di samping itu, saya juga membaca pengalaman banyak penulis di berbagai group media sosial. 

Dengan demikian, sesibuk apapun saya, saya selalu terdorong untuk menulis. Bahkan tulisannya saya publikasi. Ada yang di surat kabar atau koran dan media online, ada juga yang di media sosial, terutama blog dan akun Facebook saya. Pada awalnya berat, namun saya selalu memaksakan diri saya. Saya sangat percaya bahwa dengan memaksa diri maka bisa belajar hingga kelak bisa punya karya tulis. Dampaknya saya rasakan dan nikmati sekarang. Jadi, menulis itu perlu dipaksa! (*) 


* Oleh: Syamsudin Kadir, Inisiator Forum Penulis PUI dan Pengurus Pusat Rumah Produktif Indonesia 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok