Untuk Soal Jodoh, Tak Usah Risau dan Galau!


Jodoh adalah satu kata yang bisa dibilang penuh misteri. Ya, menjadi suami atau istri adalah lakon sekaligus sebutan sederhana tuk pasangan hidup yang dinanti oleh setiap orang yang belum menikah. Ia adalah misteri yang susah ditebak. Tak ada yang bisa memastikan dengan siapa kelak ia membangun cinta. Ya jodoh memang tak bisa dipastikan. Ada yang berjarak jauh, tapi saling merindu. Ada yang sungkan menyapa, tapi menahan mau. Semuanya misteri. Tapi rasa cinta tetap menderu. 

Sebagian orang begitu sabar dan tulus menantinya. Menanti sang kekasih, teman berbagi tentang banyak hal. Tapi ada juga yang risau dan galau. Baik karena usia yang semakin tua maupun karena teman dekat yang sudah menikah bahkan sudah dikaruniai beberapa orang anak yang lucu-lucu. Atau ada juga yang terprovokasi oleh teman dekat yang kerap menyuguhkan ratusan pertanyaan horor, misalnya, "Kok belum laku?", "Mengapa masih sendiri?", "Kapan akad nikah?". Dan berbagai pertanyaan lain yang memang bikin panas telinga dan hati. 

Fenomena semacam ini sangat manusiawi. Ya, risau dan galau itu sangat manusiawi. Hanya saja, kalau tak mampu mengelola diri dan tak meyakini bahwa jodoh adalah takdir Allah, maka fenomena semacam itu justru menambah takaran risau dan galau yang dialami selama ini semakin meninggi dan menjadi-jadi. Bahkan bisa terkena virus risau dan galau yang akut. Merasa bersalah dan terhantui oleh rasa tak laku. Bahkan ada yang menuduh orang lain sebagai biang. Atau menyalahkan Allah yang terlambat mengasih. Seram banget, kan? 

Tanpa bermaksud menggurui, percayalah, Allah sudah menyediakan jodoh yang terbaik dan pantas untuk setiap orang. Karena Allah Maha Tahu tentang semua itu. Tugas manusia adalah memaksimalkan ikhtiar: berdoa yang maksimal, melayakkan atau memantaskan diri, mempersiapkan kebutuhan akad nikah, menyusun rencana atau proposal kehidupan rumah tangga ke depan dan tentu saja tawakal kepada Sang Pemilik takdir.

Kalau sudah begitu, tak perlu risau dan galau yang berlebihan. Cukup menjaga sikap optimistis dan tentu yakin seyakin-yakinnya pada ketentuan Allah. Mintalah kepada Allah agar Allah menyediakan jodoh yang terbaik dan tepat. Toh yang menciptakan manusia dan jodohnya adalah Allah. Allah Maha Tahu mana yang terbaik untuk hamba-Nya. Bukan mereka yang banyak bertanya itu. Dan anggap saja mereka yang bertanya itu bertanya karena berharap agar kita segera bahagia bersama yang dicinta.  

Lalu, ini yang penting: sebab jodoh itu kadang tak terduga. Ya, bisa kagetan dan di luar dugaan kita. Bisa jadi jodoh seseorang itu adalah teman SD, teman sekelas di saat SMP atau SMA, teman sejurusan di saat kuliah, teman seorganisasi saat berorganisasi, teman kerja di perusahaan, teman mengajar di sekolah, teman sesama dosen di kampus dan teman kerja di kantor. Atau bahkan bisa jadi tetangga desa, tetangga dekat rumah, dan atau anak dari teman kedua orangtua. 

Kalau ada yang bertanya "kapan nikah?", "calonmu siapa?", "nikahnya lama banget?", dan pertanyaan serupa, bilang atau jawab saja dengan baik begini: "Maaf ya brother atau sister, sepaham aku sih jodoh, rezeki dan ajal kematian itu takdir Allah tuk hamba-Nya. Mohon doanya ya agar Allah berkenan mengirimkan jodoh yang mencintaiku karena ia mencintai-Nya. Atau, jangan-jangan kamu bertanya begitu karena kamu siap mencarikan jodoh yang tepat untukku. Ya, bisa jadi jodohku kamu, keluargamu, sahabatmu,  adikmu, kakakmu, dan yang pasti bukan ibu atau bapakmu. Bukan pula nenek atau kakekmu".   

Menggapai sekaligus membangun rumah tangga memang butuh pengorbanan, kesabaran, ketulusan, dan kemampuan untuk menyadari dan meyakini bahwa jodoh itu bukan sekadar urusan memilih dan dipilih, tapi merupakan takdir Allah. Pemahaman dan penyikapan semacam ini merupakan tanda nyata bahwa seseorang membangun cinta bukan dengan cara biasa. Tapi dengan cara atau langkah luar biasa. Sebab cinta seorang yang beriman kepada Allah adalah cinta luar biasa. Cinta di atas cinta. Mencintai karena mencintai-Nya. 

Jadi, untuk soal jodoh tak perlu risau dan galau yang berlebihan atau melampaui batas. Masih banyak stok. Suku, ras dan paras beragam. Di luar sana juga masih banyak yang senasib atau masih menunggu jodohnya tiba. Semuanya berdoa dan berharap agar Allah segera mempertemukan dengan dia. Maka percayalah, nanti juga bakal ada. Dan, tentu saja datang mendekat. Bukan ia yang mendekat. Tapi Allah yang mengirimkan, Allah yang mendekatkan. Sederhana. Bahkan kadang tak disangka. Tetiba datang melamar. Lalu ajak ke KUA. Terus menikah. Sudah, begitu saja. Lanjut menyemai cinta dengan sang kekasih halal yang didamba. Mau apa lagi? Semoga saja berkah, sakinah, mawadah wa rahmah! (*)


Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Kalo Cinta, Nikah Aja!" 

 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok