Merdunya Suara Azan Dari Manggarai Barat


Manggarai Barat (Mabar) merupakan salah satu kabupaten di propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berada di ujung barat pulau Flores. Selain dikenal sebagai daerah yang kaya destinasi wisata, juga dikenal sebagai daerah yang sangat toleran. Penduduknya beragam suku, ras dan keyakinan, namun suasananya nyaman dan aman untuk dihuni. Benar-benar sebuah realitas yang menakjubkan. 

Realitas kehidupan di Mabar menjadi penegas bahwa beragam itu indah, berbeda itu sunatullah, dan saling menghormati itu bisa dilakukan tanpa harus saling menegasikan, saling mencela dan saling mencaci maki. Saya yang lahir dan hidup selama 13 tahun serta menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) di Mabar sangat merasakan kehidupan yang harmoni antar warga. Setelah itu, pada 1996 hingga saat ini 2022 saya merantau ke berbagai kota.  


Begitu banyak urusan kehidupan sosial yang ditunaikan secara bersama oleh masyarakat Mabar. Semuanya berjalan lancar dan penuh keakraban. Hubungan darah yang terjaga dengan baik dari generasi ke generasi membuat hubungan lainnya semakin terjaga juga. Tak ada ceritanya saling singgung tentang keyakinan atau agama. Semuanya berjalan tanpa ada saling curiga dan saling melempar isu yang tak bermutu. Benar-benar nyaman dan harmoni. 

Sejak dulu hingga kini saya belum pernah mendengar isu-isu yang membuat keakraban selama ini menjadi tercabik-cabik. Para tokoh agama dan tokoh masyarakat begitu sukses menjadi teladan toleransi, sehingga masyarakat pun seperti mendapatkan energi untuk terus menjaga keakraban selama ini. Sekadar contoh, antar umat Islam dan Katolik yang dominan di Mabar, tak ada masalah apapun. Bagaimana mungkin bermasalah bila  rerata masyarakatnya punya hubungan darah, walau berbeda keyakinan. Setiap hari pasti bertemu dan hidup bersama. Di kebun, sawah dan seterusnya.  

Bahkan letak rumah ibadah masing-masing umat beragama pun cukup berdekatan. Untuk beberapa tempat, pembangunan rumah ibadah pun dilakukan atas kerjasama dari masyarakat yang beragam itu. Misalnya, masjid di beberapa tempat yang dibangun atas kerjasama yang baik masyarakat beragam latar belakang. Batu batanya dibuat oleh non muslim, pasirnya diangkut oleh mobil milik non muslim, dan kelak tukang yang membangun masjidnya juga non muslim. Dan masih banyak lagi contoh lainnya. 

Dari potret sederhana ini saja saya sangat optimis bahwa dalam bingkai perbedaan dan keragaman sejatinya kita bisa bekerjasama dan berkolaborasi untuk menjaga keakraban, kenyamanan dan kondusivitas kehidupan sosial kita. Dengan bingkai nilai-nilai luhur Pancasila dan kebhinekaan sejatinya kita bisa menghadirkan harmoni dalam kehidupan nyata, bahkan kita bisa membangun daerah dan memajukan bangsa. 

Sebagai apresiasi atas realitas semacam itu, saya sudah menulis buku dan Insyaa Allah bukunya segera terbit. Buku yang berjudul "Merdunya Suara Azan Dari Manggarai Barat"  ini merupakan antologi tulisan pendek saya selama ini. Ya, ini merupakan apresiasi atas realitas hubungan sosial, kekerabatan, kekeluargaan, dan keakraban masyarakat Mabar yang beragam latar namun dalam damai, toleran dan saling menghormati selama ini. 

Saya tentu bukan sosok teladan yang sehari-hari menjaga nilai-nilai luhur Mabar, sebab sebagai manusia ada saja kesilapan dan kekhilafan saya dalam bertutur, bersikap dan bertindak. Namun tak ada salahnya bila sebagai putra daerah saya perlu memastikan bahwa selalu ada ikhtiar untuk menjaga kebersamaan dengan siapapun yang berbeda. Walau kita berbeda keyakinan, itu tak membuat kita tak boleh menyapa bahkan mencari titik temu. 

Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari bangsa sekaligus negara yang besar seperti Indonesia ini kita semua punya tanggungjawab untuk menjaga stabilitas nasional, termasuk keakraban antar masyarakat di daerah kita masing-masing. Menulis merupakan media yang cukup berdampak baik dalam melakoni peran semacam itu. Sehingga nilai-nilai positif tersebar dan menjadi inspirasi bagi siapapun untuk menjadi pelaku kebaikan. 

Buku ini tidak menjadi satu-satunya bacaan untuk memastikan terjaganya keakraban masyarakat Mabar, namun dengan menikmati buku ini diharapkan hubungan baik selama ini tetap terus terjaga dan kualitasnya semakin meningkat bahkan lebih produktif lagi. Dalam situasi pandemi Covid-19 ini tentu menghadirkan buku bertema semacam itu butuh energi dan kerja keras, sehingga bukunya benar-benar diterbitkan. Karena itu, saya memohon doa dan dukungan para pembaca, termasuk keluarga besar Mabar di berbagai penjuru. Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih. (*)


Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Merdunya Suara Azan Dari Manggarai Barat" dan Inisiator Forum Penulis Persatuan Ummat Islam (PUI) 

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok