Kementrian Agama, Jangan Sibuk Mengurus Toa Masjid!


KEMENTRIAN Agama (Kemenag) melalui Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas kembali menghadirkan “keresahan” di tengah masyarakat terutama pada umat Islam. Kali ini Menag menerbitkan edaran yang mengatur penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No. SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

Menurut Menag, seperti yang dilansir di berbagai media massa, bahwa penggunaan pengeras suara di masjid dan musala merupakan kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah satu media syiar Islam di tengah masyarakat. Pada saat yang bersamaan, masyarakat Indonesia juga beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya. Sehingga, diperlukan upaya untuk merawat persaudaraan dan harmoni sosial. 

Konon pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat.  Surat edaran yang terbit 18 Februari 2022 lalu tersebut ditujukan kepada Kepala Kanwil Kemenag Provinsi, Kepala Kantor Kemenag kabupaten/kota, Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan, Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Dewan Masjid Indonesia, Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam, dan Takmir/Pengurus Masjid dan Musala di seluruh Indonesia. Sebagai tembusan, edaran ini juga ditujukan kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia. 

Sebetulnya penertiban toa atau suara toa di berbagai tempat ibadah seperti masjid dan musala adalah hal teknis yang sejatinya bukan konsen Kemenag. Umat Islam di berbagai penjuru negeri ini sudah dewasa dan paham serta bisa menyesuaikan kegiatan keagamaan dengan umat yang berbeda keyakinan. Pada saat yang sama, masyarakat belum menemukan gebrakan Kemenag dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pembantu presiden. 

Bila menelisik program Kemenag maka kita menemukan lima program prioritas Kemenag untuk tahun 2020-2024. Pertama, meningkatkan pemerataan layanan pendidikan berkualitas. Semisal dalam peningkatan status pada Perguruan Tinggi (PT) dengan memperbanyak guru besar. Selain itu, bisa meningkatkan akreditasi PT maupun Program Study yang sudah ada.

Kedua, peningkatkan produktivitas dan daya saing. Hal ini bisa dicapai dengan melaksanakan pendidikan dan pelatihan vokasi berbasis kerjasama industri. Hal ini sekaligus menjadi penguatan bagi perguruan tinggi keagamaan yang berkualitas. Ketiga, melakukan revolusi mental dan pembinaan ideologi Pancasila. Pada sisi ini, revolusi mental, misalnya, membangun pendidikan guna memperkuat nilai integritas, etos kerja, gotong royong dan budi pekerti. Selain itu dalam tata kelola pendidikan mengarah pada penguatan budaya birokrasi yang bersih, melayani dan responsif.

Keempat, penguatan moderasi beragama. Di sini, mengarah pada penguatan cara pandang, sikap dan praktik beragama jalan tengah (wasyatiyah) dalam membangun harmoni dan kerukunan umat beragama. Hal ini dilakukan dengan menyelaraskan relasi atau hubungan baik umat beragama dan meneguhkan budaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kehidupan beragama demi pengembangan ekonomi umat dan sumber daya keagamaan. 

Kelima, reformasi birokrasi dan tata kelola untuk penguatan implementasi manajemen ASN. ASN di lingkup Kemenag mesti memiliki tiga unsur penting yakni kualifikasi, redistribusi, dan kompetensi. Sehingga pelayanan kepada masyarakat lebih maksimal dan berdampak baik bagi pembangunan keagamaan demi kemajuan bangsa.

Oleh karena itu, dalam rangka koreksi dan nasehat menasehati agar Kemenag semakin produktif dan lebih baik, maka Kemenag mesti memperhatikan beberapa hal, pertama, fokus pada tugas pokoknya yaitu menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Terutama beberapa poin yang disebutkan di atas, termasuk meningkatkan kualitas lembaga pendidikan terutama Madrasah dan Pesantren dari berbagai aspeknya, sehingga menghasilkan lulusan yang unggul sekaligus yang siap berkompetisi, serta siap mengisi berbagai sektor kehidupan publik. 

Kedua, tidak mesti sibuk mengurusi hal-hal teknis sekaligus praktik keagamaan terutama umat Islam, dalam hal ini toa dan suara toa di berbagai tempat ibadah umat Islam seperti masjid dan musala. Untuk hal-hal teknis semacam itu cukup menjadi domain masyarakat, bahkan para pengurus tempat ibadah seperti Dewan Kemakmuran Masjid (DKM). Kemenag mestinya menghadirkan kebijakan yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat luas, bukan mengeluarkan kebijakan yang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. 

Lebih tegasnya, Menag segera membatalkan atau mencabut kembali Surat Edaran Menteri Agama No. SE 05 tahun 2022 tentang “Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala”, lalu fokus pada kebijakan yang lebih bermanfaat dan berdampak positif bagi masyarakat luas. Hal ini diikhtiarkan sebagai upaya saling nasehat menasehati, sehingga Kemenag punya taring sekaligus semakin produktif dalam menghadirkan kebijakan juga program kerja yang bermanfaat bagi masyarakat secara luas, umat dan bangsa. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Wakil Sekretaris Umum DPW PUI Jawa Barat dan Penulis Buku "Moderasi dan Toleransi Beragama" 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok