Desak Anies dan Api Literasi dari Surabaya
Di hadapan peserta yang hadir Bang Anies sempat menyinggung perihal dinamika politik akhir-akhir ini. Dimana publik menyaksikan elite tersandera oleh berbagai kasus. "Kita tidak bermasalah makanya kita tak takut. Kita berani karena kita benar. Lalu mengapa di luar sana banyak yang takut?", ungkap abah empat anak ini. Menjawab Bang Anies, kita bisa menjawab: mereka tersandera karena diduga bermasalah atau tersangkut kasus hukum. Masalah hukum menyandera sehingga mereka mati langkah dalam menghadirkan keadaban politik. Sehingga etika pun ditabrak demi melanggengkan kehendak untuk berkuasa.
Hal ini dapat dipahami ketika publik menyaksikan tak sedikit elite politik yang awalnya terlihat idealis lalu loyo lunglai terhadap berbagai isu yang berkaitan dengan kepentingan publik. Sehingga tak sedikit yang rela tunduk pada penguasa dan siapapun yang mampu menjaga dan memberi rasa aman atas kasus-kasusnya. "Kita tidak boleh membiarkan orang-orang bermasalah menguasai dan memimpin negeri ini", tegas mantan gubernur DKI Jakarta 2017-2022 ini. Bahkan menurutnya, kita mesti menguatkan barisan perubahan untuk Indonesia yang lebih baik. Kalau bukan kita, siapa lagi?
Bila kita menyaksikan adanya elemen yang apatis pada kondisi bangsa, maka tugas kita adalah ciptakan gagasan dan momentum yang menarik. Bagaimana pun kita tidak bisa memaksa siapapun untuk mengikuti apa yang hendak kita wujudkan bagi bangsa. Kita hanya punya tugas untuk menghadirkan optimisme yang diperkuat dengan ide dan narasi yang konstruktif untuk kemajuan dan sejarah baru negeri ini. Hal ini memang pekerjaan berat dan berisiko besar namun bila kita tulus dan sungguh-sungguh maka siapapun bakal mau terlibat dan berkontribusi, sehingga kita bisa berkolaborasi untuk perubahan.
Selain itu, salah satu poin penting yang dibincangkan pada forum ini adalah literasi. Bang Anies menegaskan bahwa para pendiri bangsa adalah pendidik terbaik. Mereka bukan saja berilmu tinggi tapi juga berwawasan luas. Mereka memiliki tradisi literasi yang apik. Mereka bukan saja pembaca buku yang tergolong gila, tapi juga aktif menulis buku dan berbagai artikel untuk berbagai media kala itu. Hal itu menjadi inspirasi terbaik bagi kita di era ini dan ke depan untuk terus menjaga tradisi ini, tentu sebagai bagian dari agenda mencerdaskan bangsa sebagaimana perintah pembukaan konstitusi UUD 1945.
Lalu apa rencana Bang Anies Baswedan terkait dengan dunia perbukuan di Indonesia kini dan ke depan? Sosok yang akrab dengan buku ini secara tegas mengatakan kepeduliannya pada dunia literasi terutama perbukuan di Indonesia. "Saya setuju sekali tentang perlunya negara hadir membuat ekosistem literasi sehingga semakin tumbuh dan berkembang. Bukan karena negara yang mencetak tapi berkembang secara natural. Sehingga penulis, penerbit buku dan toko buku bisa maju. Komitmennya adalah membangun ekosistem yang sehat. Jadi negara harus memberi subsidi, bukan memajaki", tegasnya.
Bagi Bang Anies, kita semua memiliki tugas dan tanggungjawab yang sama untuk menumbuhkan daya baca bangsa. Ingat, punya minat baca itu baik, tapi lebih baik lagi punya daya baca. Bila kita punya daya baca, maka dengan sendirinya kita punya minat untuk menulis termasuk menulis buku. Sebagai bagian dari penguatan ekosistem literasi, maka kita juga perlu penopang prioritas yaitu perpustakaan. Perpustakaan adalah pusat ilmu pengetahuan. Karena itu pula, kita perlu membangun perpustakaan berkualitas di berbagai kota di seluruh Indonesia.
Indonesia mesti kita benahi dari banyak sisi. Misalnya, bila selama ini hanya terkenal sebagai pasar pakaian, pasar bunga, pasar hewan dan pasar ikan, maka ke depan kita juga perlu membangun ekosistem baru yaitu pasar buku. Kita maklum bahwa sejak dulu Jakarta dikenal sebagai pasar buku, sebagaimana juga Bandung dan Jogjakarta, maka ke depan berbagai kota lain juga mesti dijadikan sebagai pasar buku. Kita harus kembali menjadikan tradisi literasi, termasuk industri perbukuan sebagai kunci perubahan bangsa sebagaimana yang sudah dilakoni oleh para pendahulu.
Dalam rangka itu, negara perlu mensubsidi dan membuka pasar buku secara masif di berbagai tempat. Negara tidak boleh memajaki penulis dan penerbit, sebab negara mesti hadir berinvestasi kepada ekosistem literasi semacam ini. Bila negara melakukan itu, maka akan muncul penulis dan pembaca hebat, termasuk generasi muda yang melek baca dan punya daya tarik untuk menjadi penulis buku berkualitas. Bila buku-buku yang ditulis berkualitas maka akan tumbuh semangat membaca dan generasi yang cerdas. Itulah yang membawa Indonesia kuat dan berdaya juga bersaing di hadapan berbagai negara maju di dunia.
Perubahan memang bukan agenda seketika tapi agenda jangka panjang dan perlu pelibatan banyak orang. Kita layak optimis bahwa agenda perubahan akan terwujud manakala ditopang oleh tradisi dan penguatan ekosistem literasi bangsa. Kebangkitan baru angkatan muda Indonesia sangat ditentukan oleh tradisi literasi yang kuat. Itulah yang membuat kaum muda semakin percaya diri dan berani untuk menyatu dalam gerakan perubahan. Perubahan itu tercipta oleh siapapun yang turun tangan atau berkontribusi. Kita mesti hadirkan perubahan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk melalui pilpres 14 Februari 2024! (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Anies Baswedan; Pemimpin Ideal untuk Indonesia"
Komentar
Posting Komentar