Desak Anies; Dari Mataram untuk Indonesia
Pada forum yang dihadiri oleh ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di NTB juga undangan lainnya ini saya mencatat beberapa poin penting yang menjadi substansi materi dan diskusi. Pertama, jabatan adalah amanah. Pejabat yang amanah pasti mampu menegakkan keadilan. Untuk menegakkan keadilan mesti dimulai dari hal-hal sederhana. Bagi seorang pemimpin, berlaku adil mesti dimulai dari keluarga. Seorang bapak, bila menjabat, maka ia mesti selalu ada waktu untuk keluarganya, sesedikit apapun itu. Namun demikian, ia tidak boleh menjadikan jabatannya sebagai tameng bagi kepentingan keluarga terutama anaknya.
Hal ini terungkap pada sesi awal acara, kala MC menyambungkan pertanyaan para peserta yang hadir yang bertanya, “Maaf Pak Anies, itu anaknya di belakang. Mengapa anaknya tidak mendapat kursi?” Anies Baswedan pun menjawab dengan tegas, “Saya menjadi pejabat atau tidak, biarkan dia berkesempatan duduk bersama dengan yang lain”. Jawaban ini membuat peserta yang hadir bertepuk tangan dan bersuara riang tanda setuju.
Kedua, Indonesia negara hukum, bukan negara kekuasaan. Menurut Anies Baswedan, hukum adalah panglima. Tidak boleh karena jabatan tertentu seseorang atau seorang pejabat bisa menghukum siapapun hanya karena berbeda pendapat atau karena mengkritik kebijakannya. Ke depan tidak boleh ada lagi yang mempermainkan hukum dan menabrak konstitusi demi kepentingan diri dan keluarga atau kelompoknya.
Hal ini terungkap ketika MC kembali bertanya, “Mohon jelaskan apa maksud ungkapan Bapak Wakanda pada saat debat capres yang pertama: Wakanda No More, Indonesia Forever, beberapa waktu lalu?” Menurut mantan Rekor Paramadina Jakarta ini, fenomena sekarang ini tak sedikit yang tersangkut hukum gegara menyampaikan pendapat, termasuk mengkritisi kebijakan pemerintah. Padahal dalam standar negara maju, tukar tambah kritik adalah keniscayaan.
"Ke depan, hal ini tidak perlu dilanjutkan, harus diubah. Mau menyebut Indonesia saja masih menggunakan wakanda atau konoha,” ungkapnya. Karena itulah, tidak boleh ada lagi yang mengalami rasa takut dalam menyampaikan hak konstitusinya terutama dalam dalam menyampaikan pendapat. Itulah salah satu alasan utama ungkapan itu muncul.
Pada forum ini, Hamdan Zoelva mengamininya. Menurutnya, hukum itu dianggap adil manakala hukumnya tegak dengan adil. Hukum tegak ditentukan oleh tiga unsur penting yaitu benar secara hukum, benar secara etik dan benar secara sosial. "Bila salah satu dari tiga unsur itu pincang maka kaki negara bakal pincang dan rusak," ungkapan tokoh nasional kelahiran Bima, NTB ini.
Ketiga, setiap kita harus siap berbeda dan menghormati perbedaan. Sebagaimana yang disampaikan di berbagai tempat dan momentum, pada kesempatan ini Anies Baswedan kembali menegaskan pentingnya kedewasaan dalam berbangsa dan bernegara, termasuk dalam melihat keragaman pandangan dan sikap politik. Keragaman mesti menjadi kekayaan yang membuat bangsa kita semakin indah, kuat dan kokoh.
Hal ini terungkap pada saat MC bertanya, “Pak Anies, ini yang hadir ini beragam latar belakangnya. Apakah Bapak tidak takut didesak oleh peserta yang hadir dengan pertanyaan yang mendesak?” Anies Baswedan pun menjawab dengan sigap. “Saya sangat percaya bahwa yang hadir di sini adalah orang-orang yang memiliki rasa cinta kepada Indonesia. Semuanya punya ide dan cara dalam menyampaikan idenya. Insyaa Allah semuanya kita tampung,” jawab sosok yang akrab disapa Bang Anies ini.
Keempat, pentingnya peningkatan kualitas manusia Indonesia. Pembangunan pada intinya adalah pembangunan manusia. Orientasi pembangunan infrastruktur mestinya untuk menopang pembangunan manusia Indonesia. Membangun fasilitas apapun itu, selama sesuai aturan dan punya basis argumentasi maka itu boleh saja. Namun orientasinya bukan untuk fasilitas itu sendiri, tapi untuk kualitas manusia. Tapi apa jadinya kita habis-habisan membangun infrastruktur dengan utang yang begitu besar, sementara masyarakat masih dililit kemiskinan?
"Jangan sampai anggaran negara habis untuk infrastruktur, padahal masih ada guru yang jauh dari kesejahteraan. Jangan sampai kita sibuk membangun istana presiden yang begitu mewah, sementara rakyatnya terus-terusan dilanda kemiskinan yang begitu parah,” ungkap calon presiden pasangan nomor 1 usungan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Partai Nasdem (Nasdem) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Kelima, negara mesti hadir saat masyarakat mengalami masalah. Salah satu masalah pelik negara kita adalah masalah sosial, dalam hal ini terutama tenaga kerja migran. Pemerintah perlu melakukan perlindungan tenaga kerja migran, pemerintah tidak boleh lengah dan terkesan membiarkan. Pemerintah perlu melakukan pendidikan dan pelatihan pada mereka yang memiliki peluang menjadi tenaga kerja, sehingga mereka memiliki keterampilan yang cukup dan tidak direndahkan.
Selain itu, pemerintah harus memastikan perwakilan Indonesia di luar negeri berkualitas dan siap melayani tenaga kerja migran. Pemerintah harus memastikan keselamatan tenaga kerja migran, baik saat mereka di luar negeri maupun saat mereka pulang. Tak boleh ada lagi yang merampas hak-hak mereka dengan melanggar hukum. “Tenaga kerja migran adalah pahlawan bagi keluarganya juga bangsa ini. Kita harus melindungi mereka dan hak-hak mereka,” tegasnya.
Keenam, perlu pengendalian pangan. Selama ini kita dicekoki oleh anggaran negara yang begitu boros untuk proyek yang hanya bersentuhan dengan mereka yang kaya. Program food state adalah proyek yang bersentuhan dengan para pengusaha besar, sementara petani tidak merasakan dampaknya. Padahal petani kita sangat berjasa bagi bangsa ini. Mereka layak mendapatkan dukungan dalam banyak hal, termasuk dalam hal anggaran, kemudahan akses penjualan dan pupuk yang murah.
Pemerintah harus melakukan kontrak kerjasama dengan para petani, sehingga hasil pertanian berdampak pada kualitas ekonomi petani yang menunjang kesejahteraan nasional. Dengan begitu, para petani pun bisa melanjutkan pendidikan anak-anak dan keluarganya. “Saya sudah lakukan itu di Jakarta. Kita ingin agar pengalaman di Jakarta diadaptasi secara nasional,” ucapnya. “Kalau pemimpin memiliki gagasan, maka tak perlu banyak berjoget,” lanjutnya. Menurutnya, pejabat lebih baik fokus menyelesaikan masalah masyarakat, bukan justru membiarkan dengan cara berjoget saat mereka menderita.
Ketujuh, perlu konsistensi pejabat publik pada saat menjalankan amanah. Sebab pada saat menjabat, siapapun yang menjabat, ia berbicara, bekerja dan bertugas atas nama negara, bukan atas nama dan untuk kepentingan keluarga atau kelompoknya. Menjabat artinya melayani, bukan dilayani. Pemimpin dalam level apapun mesti berdasar pada prinsip-prinsip pelayanan publik yang paling standar yaitu keterbukaan, efesiensi, kemanfaatan dan pertanggungjawaban.
Amanah dijalankan dengan konsisten sesuai dengan janji atau sumpah jabatan. Selama memimpin Jakarta Anies Baswedan sudah melakukan kontrak politik dengan semua elemen masyarakat Jakarta. Latar belakang mereka beragam, termasuk identitas sosialnya. Seorang pemimpin harus hadir di tengah keragaman masyarakat, ia tidak boleh memihak satu kelompok karena dan demi membela kelompok yang lain. "Saat seorang menjabat, maka tanda tangan dan stempel yang dia pegang adalah mandat rakyat. Karena itu, ia tidak boleh bermain-main dengan jabatannya,” tegasnya.
Kedelapan, peningkatan pelayanan publik. Program kerja yang baik bukan saja yang bermanfaat bagi masyarakat, tapi juga mudah diakses oleh semua masyarakat yang beragam latar belakang. Program kerja yang baik pada umumnya dilaksanakan dengan anggaran yang efesien. Karena itu, utang negara mesti dikurangi. Faktanya utang negara kita saat ini cukup besar. Utang negara tidak menjadi masalah bila digunakan untuk kepentingan produktif dan pemanfaatannya benar. Karena itu, program pemerintah harus yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat dengan biaya yang seminimal mungkin.
Kesembilan, tenaga pendidikan mesti mendapat perhatian serius pemerintah. Guru dan dosen adalah dua profesi yang selama ini masih perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah, terutama dari sisi gaji dan tunjangan. Kita sangat khawatir bila masih ada saja guru dan dosen yang menerima gaji dengan angka yang sangat memperihatinkan. Padahal mereka telah mencerdaskan kehidupan bangsa. Menurut calon presiden pasangan nomor satu ini, kita bakal memperhatikan ini ke depan. Gaji guru dan dosen harus mendapat perhatian.
Pilpres terselenggara pada 14 Februari 2024 mendatang. Pilpres adalah tentang masa depan. Kita semua terutama kaum muda adalah penentu masa depan. Beberapa menit di tempat pemungutan suara (TPS) sangat menentukan masa depan bangsa kita selanjutnya. “Saya meminta Anda untuk terlibat dalam pilpres mendatang. Saya tidak meminta Anda untuk memilih saya. Saya meminta agar Anda memilih dengan kesadaran. Silahkan memilih sesuai dan menurut nurani Anda sendiri,” tegas ayah dari Mutiara ini.
Ia pun meminta agar pemilih terutama dari kalangan mahasiswa juga memilih berdasarkan nalar dan pilihan yang rasional. Rasionalitas pemilih sangat ditentukan oleh kemampuannya untuk membandingkan, bukan karena dipaksa atau keterpaksaan. “Saya meminta Anda semua, silahkan pilih pemimpin berdasarkan rasionalitas yaitu dengan cara membandingkan-bandingkan, dari ide, visi-misi dan rekam jejaknya. Karena prediktor terbaik adalah rekam jejak. Silahkan periksa rekam jejaknya,” lanjutnya sambil menutup dengan ungkapan "Wakanda No More, Indonesia Forever". (*)
*Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Anies Baswedan; Pemimpin Ideal untuk Indonesia"
Komentar
Posting Komentar