Jadilah Nahkoda yang Bertindak!
Tidak cukup di situ, kelak ketika sudah menikah dan hidup bermasyarakat di Cereng, Pua memilih jalan itu kembali sebagai satu langkah yang lebih konkret. Dalam perspektif Salsabiela dalam bukunya “Art of Leadership”—Memimpin Itu Ada Seninya” (2021), Pua adalah sosok pemimpin yang memiliki aura kepemimpinan yaitu kaya gagasan dan menjadi teladan yang menjalankan gagasannya.
Baginya, menempuh pendidikan saja tak cukup, sebab ada kewajiban lanjutan yang mesti dijalani yaitu menjadi pelaku perubahan menuju kemajuan. Baik di level kampung maupun di level desa. Baik saat masih muda maupun kelak saat tua bahkan saat mengalami sakit. Sebagai sosok yang mendapatkan kesempatan untuk menempuh pendidikan hingga SMA, Pua merasa ada tanggung jawab yang harus diemban, terutama memimpin pembangunan secara kultural.
Sejak awal menjadi kepala desa persiapan hingga kelak menjadi Kepala Desa defenitif di Desa Golo Sengang, Pua memilih menjadi pelaku perubahan. Hal itu sangat terlihat dari berbagai rapat yang Pua inisiasi dan langsung memimpinnya. Para tokoh dari berbagai kampung sering berkumpul di rumah untuk membicarakan banyak hal.
Saya mengerti betul apa yang menjadi konsen Pua, yaitu memajukan kampung dan desa. Hal itu Pua tunaikan bukan sekadar saat menjabat bahkan jauh-jauh sebelum menjadi kepala desa. Sebelum menjadi Kepala Desa Pua sudah biasa menjadi sosok yang menggerakkan masyarakat untuk berbagai program dan kegiatan seperti gerakan menanam, jalan bersih dan sebagainya.
Kelak, setelah dipercaya menjadi Kepala Desa Golo Sengang, Pua juga melakukan berbagai terobosan yang sangat maju, misalnya, memimpin renovasi tempat ibadah seperti masjid Nurul Huda dan kapela, merapihkan jalan utama desa, menginisiasi pendirian MIS Leheng, dan memimpin renovasi SDK Cereng.
Di samping itu, Pua juga mendirikan pasar desa di Leheng, memimpin pemusatan air minum, memantapkan lapangan sepak bola di Leheng dan Cereng, serta menjadi garis terdepan dalam menggerakkan petani sukses dalam bercocok tanam. Walaupun hambatan selalu datang, namun Pua berupaya menjalani semuanya dengan penuh dedikasi dan pengorbanan tak sedikit.
Dan, ini yang sering membuat saya agak cemburu yaitu beliau melakukan itu tanpa biaya dari pemerintah. Karena memang zaman itu Dana Desa belum ada. Dana Desa muncul sejak tahun 2014. Sementara Pua sudah berhenti menjadi Kepala Desa sebelum tahun 2010 karena sakit yang diderita.
Sebagian besar kegiatan benar-benar mengandalkan semangat gotong royong dari warga masyarakat lintas Dusun dan RT di Desa Golo Sengang. Bahkan tak sedikit uang pribadinya yang dikorbankan untuk berbagai kegiatan. Sehingga jatah untuk biaya kuliah saya kala itu tidak saya dapatkan. Itu pulalah yang membuat saya semakin mandiri dalam menempuh pendidikan tinggi, sebagaimana saat menjadi santri di Pondok Pesantren Nurul Hakim hingga saat ini.
“Beliau itu teladan bagi kami dalam banyak hal. Beliau yang mengajak kami termasuk kalangan muda untuk berpikir dan bertindak lebih maju,” ungkap Bapak Muhamad Selamat suatu ketika, saat Bapak dari Ustadz Walimin ini sudah purna sebagai Kepala Desa Golo Sengang setelah Pua dan Bapak Abu.
Salah satu guru SDK Cereng, yang saat itu masih menjadi Kepala SDK Cereng, Bapak Donatus Serdap, mengakui mengakui kepemimpin Pua. Menurutnya, Pua adalah sosok yang peduli pada pendidikan dan kegiatan keagamaan warganya.
“Beliau sosok yang sangat peduli. Selagi saya dewan stasi, beliau kasih sumbangan untuk kepela. Bahkan beliau sendiri yang mengontrol pelaksanaan penggunaannya,” ungkap Bapak Donatus Serdap.
Saya menyaksikan Pua sebagai sosok pemimpin yang saya sebut sebagai nahkoda. Berkaitan dengan ini saya menjadi teringat dengan ungkapan Pua beberapa tahun setelah dipercaya menjadi Kepala Desa. Saat itu, tepatnya tahun 2007, saya pulang libur ke kampung Cereng. Beberapa hari berikutnya Pua mengadakan dan memimpin rapat desa.
“Desa diteo weru e na. Le ru dite ata tau pande maju agu toe na. Le ru dite ata jadi nahkoda kemajuan na, te lata bana. Jadia, aku tegi taung ite ca jadi toko masyarakat o ga porong tau jadi nahkoda taung. Dengkit taung hese, na’a wa taung lime. Neka hema, neka tereng mole kemajuan. Kemajuan o harus pu’ung agu pande le ru lite taung e,” ungkapnya saat mengawali rapat bulanan desa.
Saya terjemahkan secara umum saja, “Desa kita ini masih baru. Kita sendirilah yang membuatnya maju atau tidak. Kita sendirilah yang menjadi nahkoda kemajuannya, bukan orang lain. Jadi, saya meminta kita semua yang menjadi tokoh masyarakat agar semuanya menjadi nahkoda. Berdiri merapat, semua turun tangan. Jangan berdiam diri, jangan menunggu kemajuan. Kemajuan itu harus dimulai dan dilakukan oleh kita sendiri”.
Begitulah, Pua adalah sosok pemimpin yang bukan saja memiliki gagasan tapi juga mampu menjalankan gagasannya menjadi kegiatan atau program konkret bagi masyarakat dan kemajuan desa. Dari pendidikan dan pasar (ekonomi) hingga infrastruktur desa juga lintas kampung menjadi prioritasnya, bahkan juga perbaikan tempat ibadah.
Bila merujuk apa yang dijalankan oleh Pua saat memimpin, ungkapan Pua perihal menjadi nahkoda yang bertindak benar-benar dijalani dan menjadi teladannya. Karena itu pulalah yang membuat Pua menjadi sosok nahkoda yang memiliki gagasan sekaligus bertindak atas gagasannya. (*)
* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Abdul Tahami; Ayah, Guru dan Pemimpin Teladan"
Komentar
Posting Komentar