Pipiet Senja; Penulis dan Pahlawan Literasi Indonesia


NAMA aslinya Etty Hadiwati Arief, sementara nama penanya adalah Pipiet Senja. Sehingga ia pun dikenal di dunia kepenulisan tanah air hingga mancanegara sebagai Pipiet Senja. Ia lahir di Sumedang, Jawa Barat pada 16 Mei 1957 silam. Ia adalah putri sulung pasangan Mayor (Purn) Chb SM Arief, seorang pejuang kemerdekaan asal Cimahi, dengan Hj. Siti Hadijah.

Pipiet Senja, demikian ia dikenal di dunia kepenulisan Indonesia bahkan luar negeri, memiliki lima orang adik, yaitu Eddy Rudiana Arief, Emmi Arief, Erry Arief, dan Enni Arief serta lima orang cucu. 

Pipiet Senja menulis sejak 1975, saat usianya menginjak 18 tahun. Ia dikenal sebagai penulis yang sangat produktif. Ia juga dikenal sebagai novelis, penyair, cerpenis, dan penulis cerita anak. Tidak kurang ratusan novel telah digarapnya, baik dalam Bahasa Indonesia ataupun Bahasa Sunda. 

Sepak Terjang dan Karya Tulis 

Walaupun harus ditransfusi darah secara berkala seumur hidup karena penyakit kelainan darah bawaan, "Thallasemia", Pipiet Senja tak mengalah untuk berkarya. Karya Pipiet pada awalnya berupa puisi yang dikirim ke radio-radio di Bandung. Tahun 1974 nama Pipiet Senja sudah menggema di radio-radio di Bandung, tetapi pada waktu itu ia belum berani mengirimkan karya ke majalah.

Dari penulisan puisi, Pipiet Senja merambah ke dunia penulisan cerpen. Setahun kemudian, cerpennya dimuat di majalah Aktuil Bandung. Waktu itu, ada dua cerpenis kembar, yakni Yudhistira A.N.M. Massardi dan Noorca M. Massardi yang karya-karyanya sangat populer di media massa Jakarta.

Pipiet Senja merasa sangat tertantang untuk “menaklukkan” Jakarta. Hampir 30 tahun sejak divonis mati oleh dokter akibat komplikasi penyakit, Pipiet Senja masih hidup dan terus berkarya.

Selain produktif menulis ratusan novel dan cerpen, ia pun tidak pernah segan membagi ilmu kepada siapa saja, khususnya para penulis pemula. Bersama suami, HE Yassin, dan dua anaknya, yakni Haekal dan Azimatinnur Siregar, mereka saling berlomba menulis cerpen dan novel, baik diterbitkan sendiri-sendiri maupun secara bersama.

Pipiet Senja bukan tipe penulis “one man one show”. Baginya, semangat berkarya mesti ditularkan ke banyak orang. Ia pun telah berkeliling Indonesia, bahkan sampai ke luar negeri untuk menularkan kiat-kiat menulis novel dan cerpen. Baginya, “Thalassemia” adalah “teman” yang mendorongnya untuk memanfaatkan sisa umur dengan berkarya sebanyak mungkin dan berbagi ilmu dengan orang lain di berbagai kota dan negara.

Pipiet Senja juga aktif sebagai Mentor Santri Mahad Askar Kauny, Founder Pipiet Senja Publishing House. Ia sering diundang menjadi narasumber atau pembicara seminar kepenulisan ke pelosok Tanah Air dan mancanegara seperti ke Malaysia, Singapura, Taiwan, Arab Saudi, Mesir, Hong Kong, Macau, UEA, dan China.   

Karya-karyanya yang terkenal, antara lain adalah Lukisan Rembulan (2003), Menggapai Kasih-Mu (2002), Namaku May Sarah (2001), Tembang Lara (2003), Rembulan Sepasi (2002), Merah Jenin: Kado Cinta untuk Palestina (2002) Meretas Ungu (2005), dan Langit Jingga Hatiku (2007). Bukunya diterbitkan oleh berbagai penerbit, antara lain Mizan, Gema Insani Press, Zikrul, dan Senayan Abadi.

Di antara karyanya dalam kategori Bookgrafi yaitu Biru Yang Biru (Karya Nusantara, 1978), Sepotong Hati di Sudut Kamar (Sinar Kasih, 1979), Serenada Cinta (Rosda Karya, 1980), Mawar Mekar di Taman Ligar (Rosda Karya, 1980), Nyanyian Pagi Lautan (Alam Budaya, 1982), Payung Tak Terkembang (Aries Lima, 1983), Masih Ada Mentari Esok (Aries Lima, 1983), Mencoba Untuk Bertahan (Aries Lima, 1983), Selendang Sutra Dewangga (Aries Lima, 1984), Orang-orang Terasing (Selecta Group, 1985), Adzimattinur (Selecta Group, 1985), Kembang Elok Rimba Tampomas (Selecta Group, 1985), dan sebagainya. 

Kemudian, buku dalam kategori buku Anak-anak seperti Prahara Cimahi (Margi Wahyu, 1991), Jimbo dan Anak Jin (Margi Wahyu, 1992), Si Boyot Sang Penyelamat (Margi Wahyu, 1993), Jerko dan Raja Jin (Margi Wahyu, 1993), Kisah Seekor Mawas (Margi Wahyu, 1994), Rumah Idaman (Margi Wahyu, 1994), Keluarga Besar di Sudut Gang (Margi Wahyu, 1994), Bunga-Bunga Surga (Margi Wahyu, 1994), Si Hitam (Margi Wahyu, 1994), Bip Bip dan Boboy (Margi Wahyu, 1995), dan Pentas Untuk Adinda (Margi Wahyu, 1995). 

Kemudian, Buntalan Ajaib (Margi Wahyu, 1996), Sanghiyang Wisnukara (Margi Wahyu, 1996), Nunik Sang Maestro (Margi Wahyu, 1997), Melati Untuk Ibu Negara, puisi anak (Margi Wahyu, 1997), Nyanyian Tanah Air, puisi anak (Margi Wahyu, 1997), Rumah Idaman, edisi revisi (Gema Insani Press, 2002), Putri Tangan Emas (Zikrul Hakim, 2004), Bip Bip dan Boboy, edisi revisi (Zikrul Hakim, 2004), Buntalan Ajaib, edisi revisi (Zikrul Hakim, 2004), Jenderal Kancil (Zikrul Hakim, 2004), Jenderal Jerko (Zikrul Hakim, 2004), dan Jenderal Nyungsep (DAR! Mizan, 2004).

Lalu, Masih Ada Hari Esok (Zikrul Hakim, 2004), Lukisan Kenangan (Zikrul Hakim, 2004), Si Hitam, edisi revisi (Zikrul Hakim, 2004), Ikan Beranting Emas (Zikrul Hakim, 2004), Kwartet Jang Jahid (Dian Rakyat, 2006), Serial Balita Muslim 12 Episode (Bestari Kids, 2012), Serial  Adik Balita 12 Episode (Bestari Kids, 2012), Serial Balita Wisata 12 Episode (Bestari Kids, 2013), Serial Balita Indonesia 12 Episode (Bestari Kids, 2013), dan Serial Balita Spesial  12 Episode (Bestari Kids, 2013). 

Di samping itu, Pipiet Senja juga sukses menulis beragam judul Novel Islami, seperti Namaku May Sarah (Asy-Syaamil, 2001), Riak Hati Garsini (Asy-Syaamil, 2002), Dan Senja Pun Begitu Indah (Asy-Syaamil, 2002), Serpihan Hati (DAR! Mizan, 2002), Menggapai Kasih-Mu (DAR! Mizan, 2002), Memoar; Cahaya di Kalbuku (DAR! Mizan, 2002), Trilogi Kalbu (DAR! Mizan, 2003), Trilogi Nurani (DAR! Mizan, 2003), Trilogi Cahaya (DAR! Mizan, 2003), dan Lukisan Rembulan (DAR! Mizan, 2003). 

Lalu, Rembulan Sepasi (Gema Insani Press, 2002), Kidung Kembara (Gema Insani Press, 2002), Tembang Lara (Gema Insani, 2003), Kisi Hati Bulani, bareng Nurul F Huda (FBA Press, 2003), Kapas-Kapas di Langit (Zikrul Hakim, 2003), Rembulan di Laguna, duet  dengan HE.Yassin (Zikrul Hakim, 2004), Pilar Kasih, novelet duet dengan HE.Yassin (Zikrul Hakim, 2004), Lukisan Perkawinan, kolaborasi keluarga (Zikrul Hakim, 2004), Lakon Kita Cinta (MVM, 2004), Lukisan Bidadari (Lingkar Pena Publishing, 2004), Sang Rocker; Perjalanan Sunyi (Beranda, 2004), dan 9000 Bintang (Cakrawala Publishing, 2004). 

Di samping itu, Meretas Ungu (Gema Insani Press, 2005), Langit Jingga Hatiku  (Gema Insani Press, 2005), Mr. Dee One & Tante Centil duet dengan Fahri Asiza (ZH, 2005), Lapak-Lapak Metropolitan (KBP, 2006), Pembersih Lantai Sastra (KBP, 2006), Bagaimana Aku Bertahan (KBP, 2006), The Legend Of Snada (KBP, 2006), La Dilla (Zikrul Hakim, 2006), Biarkan Aku Menangis (Duha Publishing, 2006),  Kupenuhi Janji (Duha Publishing, 2007), dan Mom & Me #1, duet dengan Adzimattinur Siregar (Indiva, 2007). 

Kemudian, Bloggermania! duet dengan Adzimattinur Siregar (ZH, 2008), Tuhan, Jangan Tinggalkan Aku! (Zikrul Hakim, 2008), Dalam Semesta Cinta (Jendela Zikrul Hakim, 2009), Jejak Cinta Sevilla (Jendela Zikrul Hakim, 2010), Jurang Keadilan (Jendela Zikrul Hakim, 2010), Catatan Cinta Ibu dan Anak duet dengan Adzimattinur Siregar (Jendela, 2010), Kepada YTH Presiden RI (Jendela, 2011), Menoreh Janji di Tanah Suci (KPG, 2011), dan sebagainya. 

Selain memiliki karya mandiri, Pipiet Senja juga tergabung dalam penulisan puluhan Cerpen Bersama atau karya kolaboratif dengan penulis lainnya. Diantaranya Rumah Tanpa Cinta (Alam Budaya, 1983), Bunga Rampai Penulis Perempuan Indonesia (Bentang, 2001), Suatu Petang di Kafe Kuningan (FBA Press, 2001), Cermin dan Malam Ganjil (FBA Press, 2002), Merah di Jenin (FBA Press, 2002), Luka Telah Menyapa Cinta (FBA Press, 2002), dan Kado Pernikahan (Asy-Syaamil, 2002). 

Lalu, Semua Atas Nama Cinta (Ghalia, 2003), Bulan Kertas (FBA Press, 2003), Kanagan (Geger Sunten, 2003), Surga Yang Membisu (Zikrul Hakim, 2003), Menjaring Angin (Zikrul Hakim, 2004), Kalung Dari Gunung (Bestari, 2004), Pipit Tak Selamanya Luka (Senayan Abadi, 2004), Berlalu Bersama Angin (Senayan Abadi, 2004), Bunga-Bunga Cinta (Senayan Abadi, 2004), Matahari Tak Pernah Sendiri I (LPPH, 2004), Lelaki Semesta (Lingkar Pena Publishing House, 2004), dan Sahabat Pelangi (Lingkar Pena Publishing House, 2004). 

Kemudian Dan Bintang Pun Tersenyum (Gema Insani Press, 2005), 21. Membasuh Kalbu (Gema Insani Press, 2005), Jendela Cinta (Gema Insani, 2006), Ketika Cinta Menemukanmu (Gema Insani, 2006), Surat Untuk Abang (Cakrawala Publishing, 2006), Selusin kompilasi cerpen anak Bobo (Pustaka Bobo 1997-2004), dan Catatan Hati Seorang Istri (LPPH, 2007). 

Lalu, Jangan Jadi Perempuan Cengeng (Indiva, 2008), Desperate Of Wife (LPPH, 2008), Persembahan Cinta (Zikrul Hakim, 2008),  Ungu Pernikahan (Zikrul Hakim, 2008), 30 Wanita Pilihan (Jendela, 2009), Aku Mencintaimu Karena Allah (Grasindo, 2010), Duhai Muslimah Bersyukurlah (Jendela, 2010), Rahasia Penulis Hebat (Gramedia, 2011), Bersyukur Menjadi Perempuan (Prisma, 2012), dan sebagainya. 

Tantangan Hidup dan Meninggal Dunia 

Pipiet Senja diketahui adalah penderita “Thalasemia” sejak ia masih berusia 9 tahun. Ia pun harus melakukan transfusi darah selama hidupnya hingga kelak meninggal dunia. Satu hal yang sangat ajaib, tahun 1981, saat ia hamil delapan pekan, dokter menyuruhnya agar mengeluarkan janin tersebut. Mengapa? Selama ini belum pernah ada pasien “Thalassemia” yang hamil. Namun ternyata Pipiet Senja justru dikaruniai dua orang anak dari suaminya H.E. Yassin yaitu Haekal Siregar dan Azimattinur Siregar.  

Setelah anak pertama lahir, badai menimpa rumah tangga Pipiet Senja. Dia berpisah dengan suaminya selama tiga tahun dan harus menjalankan peran sebagai orang tua tunggal. Di samping harus merawat bayi yang baru berusia satu tahun, ia juga harus transfusi darah setiap bulan. Di sela-sela itu, ia pun tetap berkarya: menulis cerita pendek dan buku.

Pada Senin 29 September 2025 malam Pipiet Senja meninggal dunia di Depok, Jawa Barat. Ia meninggal dunia pada usia 68 tahun. Salah satu sumber yang mengabarkan pertama kali adalah adik kandungnya, Emmi Arief. Sang adik menulis singkat di akun facebook-nya, “Innalillahi wa innalillahi rojiun....telah berpulang ke rahmatullah kakak tercinta Pipiet Senja/ Etti Hadiwati Arief  jam 21.07...... selamat jalan manini. Semoga Husnul Khotimah.  Akan di kebumikan di TPU Cikutra Bandung Blok F.” 

Diketahui bahwa sembari mengalami “Thalasemia” sejak usia 9 tahun dan melakukan transfusi darah selama hidupnya, pada 25 September 2025 Pipiet Senja jatuh sakit. Hal itu ia alami ketika menjenguk anaknya di Depok, Jawa Barat. Uniknya, pada 16 September 2025, Pipiet Senja mengunggah tulisan tentang 12 tanda-tanda kematian yang berjudul “12 Tanda-Tanda Orang Mau Meninggal Dunia Secara Medis”. Tulisan tersebut ia unggah di akun facebook-nya, Pipiet Senja Dua.  

Secara sederhana, pahlawan adalah orang yang berjasa luar biasa dan menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, bangsa, dan negara, serta menginspirasi orang lain untuk menjadi lebih baik. Makna ini juga bisa diperluas menjadi individu yang rela berkorban, mengutamakan kepentingan orang banyak di atas kepentingan pribadi, dan berjuang demi kebaikan. 

Sepak terjang dan karya Pipiet Senja adalah saksi sekaligus bukti paling konkret betapa sosok ini adalah penulis kawakan Indonesia. Kemampuannya untuk menulis dalam kondisi melawan penyakit adalah salah satu isyarat bahwa ia memang pahlawan literasi Indonesia. Rasa sakit dijadikannya sebagai teman bahkan kekuatan untuk melahirkan ratusan karya literasi yang bermutu dan fenomenal. Ia berdedikasi sekaligus menggerakkan banyak orang untuk menulis dan mencintai dunia literasi tanpa basa-basi. (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Prabowo Subianto; Optimisme, Kepemimpinan dan Sepak Terjang”


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Anatomi dan Klasifikasi Ayat-Ayat Al-Qur’an