Acuhkan Hinaan, Biarkan Buku Berbicara!


Alhamdulillah setiap perjuangan dan pengorbanan yang saya lalui selama ini tak mengkhianati hasil. Setelah melakukan proses dari wawancara dan penulisan hingga editing selama sebulan lebih, akhirnya buku biografi berjudul "ESTI ROYANI; Motivasi dan Pengalaman Hidup serta Liku-liku Meniti Karier" terbit juga, tepatnya Mei 2024 lalu. 

Buku setebal 210 halaman ukuran 14 x 21 ini merupakan salah satu dari belasan buku biografi tokoh yang saya tulis selama satu dekade terakhir. Buku ini tepatnya adalah biografi seorang akademisi asal Kalimantan Timur, Esti Royani, yang saya tulis pada 14-28 Maret 2024 lalu. Seingat saya, saat itu momentum bulan Ramadhan tahun 2024. 

Dalam beberapa bisikan, saya mendapat kabar bahwa ada saja orang yang mengatakan begini, "Ah itu mah bukan buku", "Walah sejak kapan dia bisa menulis semacam itu?", "Memang dia bisa mengenal tokoh ini itu dari mana?", "Orang kampung kok mengaku kenal tokoh ini itu, memang bisa?", "Katanya mengenal banyak tokoh, walah itu sih prank?" dan sebagainya. 

Sejak menekuni dunia kepenulisan sejak 2002 silam, atau hingga saat ini selama 23 tahun, saya sering mendapatkan ungkapan: direndahkan, diremehkan dan tak dipercaya. Bayangkan, pada 8 Agustus 2025 lalu usia saya genap 42 tahun. Itu artinya, setengah dari perjalanan usia saya, saya lalui dalam hiruk pikuk kepenulisan atau melahirkan karya. 

Saya benar-benar merasakan pahit dan beratnya menulis. Perjuangan mendalami satu tema khusus, apalagi seputar biografi, itu perjuangan tak sedikit. Pikiran, waktu dan tenaga bahkan biaya harus saya keluarkan. Hal lain, "membuka" hati narasumber untuk berbicara jujur saat diwawancara, itu bukan pekerjaan ringan. Butuh teknik apik dan jitu. 

Tapi, mereka yang tak mengalami, pasti tetap pada jalur mereka: enggan percaya. Lalu, apakah saya takluk pada penilaian mereka? Tidak sama sekali. Karena bagi saya, cara terbaik menjawab pertanyaan dan mengklarifikasi rasa penasaran adalah dengan cara berkarya. Saya fokus berkarya. Biarkan karya saya yang menjadi juru bicara saya.  

Nah, bagi siapapun di luar sana, terutama penulis pemula seperti saya, saya ingatkan dengan ungkapan ini: "Jangan pernah merasa rendah karena direndahkan. Jangan pernah merasa mulia karena dipuji. Sebab kita rendah bukan karena direndahkan, kita mulia juga bukan karena dipuji. Jadilah diri sendiri, fokus berkarya dan menebar manfaat bagi semua!" 

Saya memang bukan contoh ideal, tapi saya membuktikan bahwa pengorbanan, kerja keras dan fokus berkarya adalah langkah produktif untuk menghasilkan karya tulis. Bila kita sudah berniat dan membangun tekad untuk berkarya, maka teruslah berkarya. Jangan tergoda dengan cacian dan pujian. Fokuslah pada apa yang sudah kita mulai. Terus menulis! (*)


* Oleh: Syamsudin Kadir, Penulis Belasan Buku Biografi Tokoh 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah dan Teknik Konseling Kelompok

Anatomi dan Klasifikasi Ayat-Ayat Al-Qur’an